Rumah Osing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rumah Osing adalah rumah tradisional suku Osing yang berada di Desa Kemiren, Banyuwangi.[1] Daerah tersebut juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Rumah Osing tidak boleh dibangun menghadap gunung dan harus menghadap jalan. Tidak ada ritual khusus untuk mendirikan rumah Osing. Namun, setelah selesai mendirikan rumah Osing, masyarakat di Bayuwangi biasanya melakukan selamatan. Arah hadap rumah Osing pada saat pendirian ditentukan dari hari kematian orang tua. Orientasi ke Utara untuk hari Kamis, Timur untuk hari Selasa, Selatan untuk hari Rabu, dan Barat untuk hari Senin atau Minggu. Satu rumah hanya bisa dihuni oleh satu keluarga utuh saja. Ruangan kamar anak akan diletakkan dilahan paling depan (terdekat) dengan jalan utama, dan ruangan kamar orang tua berada di belakang dari jalan utama.

Konsep Tata Ruang[sunting | sunting sumber]

Rumah Osing tidak memiliki jendela, sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan kurang.[2] Pola ruang dalam sejajar, mulai dari pintu masuk depan yang berada ditengah dan membagi sisi rumah secara simetris. Bagian dalam rumah[2], terdiri dari bale, jrumah, dan pawon. Pada bagian Bale, masih bisa dijangkau oleh tamu luar dan untuk pencahayaan cukup terang. Pada bagian jrumah atau inti rumah, hanya bisa diakses oleh penghuni dan kerabat karena sifatnya pribadi. Pencahayaan di ruangan ini gelap. Pada bagian pawon atau dapur, pencahayaan bisa masuk pada pintu belakang sehingga cukup terang. Selain untuk memasak, dapur juga memiliki fungsi untuk mempersiapkan acara selamatan penduduk. Pada zaman dahulu, masyarakat suku Osing sering menyimpan lumbung padi di depan rumah, karena sering terjadi pencurian di zaman sekarang lumbung padi tersebut dipindahkan ke pawon. Bagian luar rumah[2] terdiri atas, halaman depan, amper, ampok dan halaman samping. Amper atau ampiran berfungsi untuk menerima tamu atau biasa disebut teras rumah. Ampok adalah ruang tambahan yang ada di samping serambi rumah, Mempunyai fungsi sebagai ruang transisi dari luar dan dalam rumah.

Atap[sunting | sunting sumber]

Atap rumah bagi masyarakat suku Osing, melambangkan suatu kasta.[3] Atap rumah Osing terbagi menjadi atap tikel balung, baresan, dan cerocogan. Atap tikel balung mempunyai ciri beratap empat, hal ini melambangkan bahwa penghuninya sudah mapan.[3] Atap cerocogan memiliki atap dua, yang melambangkan bahwa penghuninya adalah keluarga muda (muda-mudi yang baru saja menikah) atau keluarga yang ekonominya relatif rendah.[3] Atap baresan memiliki atap tiga yang melambangkan bahwa pemiliknya sudah mapan, secara materi berada di bawah rumah bentuk tikel balung.[3]

Bentuk Dasar[sunting | sunting sumber]

Pondasi utama rumah Osing berupa susunan rangka empat tiang kayu.[3] Susunannya tanpa menggunakan paku, tetapi menggunakan paju (pasak pipih). Kay diperoleh langsung dari hutan sekitar Desa Kemiren. Jenis kayu yang digunakan di antaranya kayu bendo, tanjang risip, dan cempaka. Atap ditutup menggunakan genting, dan alasnya masih berlantai tanah. Dinding samping dan belakang rumah Osing terbuat dari anyaman bambu (gedheg). Pada rumah Osing yang masih asli, bagian depan menggunakan gebyog dari papan kayu dilengkapi roji sebagai lubang ventilasi dan pencahayaan, sedangkan dindingnya menggunakan gedheg pipil serta sama sekali tidak memiliki jendela. Dinding dan partisi rumah yang sudah mengalami perubahan menggunakan gedheg langkap tanpa jendela, sedangkan bagian depan sudah menggunakan kaca. Ornamen yang sering digunakan pada hiasan rumah Osing adalah motif flora (peci-ringan, anggrek, ukel kangkung, ukel anggrek, dan ukel pakis) dan geometris (slimpet dan kawung). Ornamen tersebut dipasang pada doplag, ampig-ampig, gebyog (bale dan jrumah) dan roji.

Kilas Sejarah[sunting | sunting sumber]

Suku Osing merupakan keturunan raja Blambangan yang berdiri pada abad 18-20. Deretan sejarahnya adalah sebagai berikut:[1]

  1. Raja Wiraraja (Majapahit) adalah pendiri Kerajaan Blambangan. Kerajaan Blambangan sempat menjadi rebutan antara kerajaan di Bali, Pasuruan dan Mataram Islam.
  2. Pada tahun 1965, rakyat Banyuwangi banyak yang menjadi korban serangan dari PKI. Lagu genjer-genjer adalah kilas kisah yang menggambarkan kejadian waktu itu.
  3. Pada tahun 1998, banayak tersebar tentang isu tentang ilmu hitam, warga yang memiliki ilmu sakti menjadi korban. Sejarah mengabadikannya di desa Kemiren, yang menjadi ciri adalah pohon durian merah.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Rumah Adat Suku Osing di Desa Kemiren Banyuwangi". Informasi Budaya Jawa. 2018-04-11. Diakses tanggal 2019-03-30. 
  2. ^ a b c "RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI - PDF". docplayer.info. Diakses tanggal 2019-03-30. 
  3. ^ a b c d e Suprijanto, Iwan (2004-06-17). "Rumah Tradisional Osing: Konsep Ruang dan Bentuk". DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment) (dalam bahasa Inggris). 30 (1). doi:10.9744/dimensi.30.1.%25p. ISSN 2338-7858.