Prosedur operasional standar sanitasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Standar Operasional Prosedur Sanitasi atau Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur pelaksanaan kelayakan dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi sanitasi lingkungan agar prosedur yang dihasilkan aman berkaitan dengan sarana pengolahan, sarana kebersihan, personil, dan lingkungan di suatu unit pengolahan. Standar operasi sanitasi ini harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan. Kontaminasi dapat didefinisikan sebagai pencemaran yang disebabkan oleh unsur dari luar, baik berupa benda asing maupun makhluk asing. Makhluk hidup yang sering menyebabkan pencemaran adalah mikroba, protozoa, cacing, serangga, dan tikus. Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi sebelum bahan pangan dipanen atau ditangkap. Setelah bahan pangan dipanen atau ditangkap, proses kontaminasi dapat berlangsung di setiap tahapan penanganan, pengolahan hingga bahan pangan dikonsumsi oleh konsumen.[1]

Tujuan Penyusunan Standar Operasional Prosedur Sanitasi[sunting | sunting sumber]

Tujuan dari penyusunan Standar Operasional Prosedur Sanitasi atau Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah sebagai berikut.

  • Menjamin sistem keamanan produksi pangan
  • Memastikan mutu produk
  • Meminimalisasi kontaminasi
  • Mengembangkan budaya kerja yang dapat mengontrol sanitasi secara efektif

Tujuan SSOP lainnya adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi dari yang paling bawah sampai paling atas dapat:

  • Memahami bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas yaitu jika tingkat keamanan produk meningkat, dan kontaminasi mikroba menurun
  • Mengetahui adanya peraturan Good Manufacturing Practices (GMP) yang mengharuskan penggunaan zat-zat tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi.
  • Mengetahui tahapan-tahapan dalam higiene dan sanitasi.
  • Mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air pendingin (Cooling Water), khususnya pada industri pengolahan makanan.
  • Mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu dan konsentrasi desinfektan yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.
  • Mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan dengan cukup.

Manfaat Penyusunan Standar Operasional Prosedur Sanitasi[sunting | sunting sumber]

Manfaat dari penyusunan Standar Operasional Prosedur Sanitasi atau Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah sebagai berikut.

  • Menjelaskan prosedur sanitasi
  • Memberikan jadwal pada prosedur sanitasi
  • Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan
  • Mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan
  • Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah
  • Menjamin setiap personil mengerti sanitasi.
  • Memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil
  • Mendemonstrasikan komitmen kepada pembeli dan inspektur
  • Meningkatkan praktik sanitasi dan kondisi di unit usaha.

Jenis Standar Operasional Prosedur Sanitasi[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan asal usulnya, Standar Operasional Prosedur Sanitasi atau Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dibagi menjadi dua jenis, yaitu pertama berasal dari US FDA dan kedua berasal dari US Departement of Agriculture FIS (Food Safety and Inspection Service).[2]

1. SSOP yang berasal dari US FDA[sunting | sunting sumber]

  • Pemeliharaan umum : bangunan/fasilitas fisik pabrik harus dijaga dengan cara perbaikan, pembersihan dan sanitasi yang memadai.
  • Bahan yang digunakan untuk pembersih/sanitasi, penyimpanan bahan berbahaya dan toksik tertib.
  • Pest Control (Pengendalian hama) : Cara pengendalian hama yang efektif. Pengendalian insektisida atau rodentisida yang diijinkan dan dilakukan dengan cara yang sangat hati-hati agar tidak mengkontaminasi makanan atau lingkungan.
  • Sanitasi permukaan peralatan yang berkontak langsung dengan makanan harus dalam keadaan bersih dan secara reguler dibersihkan dan disanitasi.
  • Penyimpanandan penanganan peralatan : harus disimpan di lokasi dan bebas dari rekontaminasi ulang atau kontaminasi silang. Setiap pabrik harus dilengkapi dengan peralatan sanitasi yang meliputi: sumber air, saluran air, pembuangan sampah, fasilitas toilet, dan fasilitas cuci tangan
  • Tempat pembuangan (isi perut dan kotoran) : harus dilakukan secara tertutup rapat agar tidak menghasilkan bau-bau busuk, yang mengkontaminasi udara dan kamar kerja

2. SSOP yang berasal dari FIS[sunting | sunting sumber]

SSOP yang berasal dari FIS (Food Safety and inspection Service) memberikan petunjuk SSOP secara tertulis untuk melaksanakan petunjuk SSOP tersebut yang meliputi pelaksanaan sehari-hari yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi produk dan kemungkinan terjadinya pencampuran bahan/produk dengan bahan lain yang tidak harus ada.

Langkah Penyusunan Standar Operasional Prosedur Sanitasi[sunting | sunting sumber]

Langkah penyusunan Standar Operasional Prosedur Sanitasi atau Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah sebagai berikut.

  1. Langkah awal yang dilakukan adalah pengumpulan data mengenai persyaratan umum GMP, peraturan yang berlaku, pelaksanaan proses produksi, dan kegiatan perusahaan.
  2. Setelah data terkumpul dan disarikan, dilakukan identifikasi masalah dengan mengacu pada hasil penilaian penerapan GMP pada sarana pengolahan.
  3. SSOP dan daftar isian disusun berdasarkan hasil identifikasi tersebut.
  4. Sebagai sarana/ alat untuk verifikasi SSOP, akan disusun checklist/ atau daftar isian yang mencerminkan/ menggambarkan sejauh mana realisasi dari SSOP telah dipatuhi atau dilakukan.
  5. Kemudian akan dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas dan menguji draft SSOP dan daftar isian yang telah disusun. FGD adalah metoda kualitatif dalam pengumpulan data; merupakan diskusi kelompok yang beranggotakan 6-10 orang, dengan bimbingan seorang fasilitator, dimana semua anggota dapat berbicara mengenai sebuah topik dengan bebas dan spontan. Hasil FGD akan menjadi acuan untuk perbaikan SSOP.
  6. Setelah dilakukan revisi berdasarkan hasil FGD, maka akan dilakukan uji coba penerapan SSOP terhadap proses produksi di sebuah perusahaan.
  7. Kemudian akan dilakukan penyesuaian dalam SSOP dan atau daftar isian pendukung SSOP agar lebih mudah diterapkan dengan lebih efektif.[3]

Prinsip dan Persyaratan Standar Operasional Prosedur Sanitasi[sunting | sunting sumber]

Prinsip-prinsip dan syarat minimal yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam proses penyusunan SSOP ada delapan kunci pokok, antara lain yaitu :

  1. Keamanan Air
  2. Kondisi dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan
  3. Pencegahan Kontaminasi Silang
  4. Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi, dan Toilet
  5. Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan
  6. Pelabelan, Penyimpanan, dan Penggunaan Bahan Toksin yang Benar
  7. Kesehatan Karyawan
  8. Pengendalian Hama

Keamanan Air[sunting | sunting sumber]

Air merupakan komponen yang sangat penting peranannya dalam industri pangan. Diantaranya sebagai bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, untuk membuat es atau glazing, untuk mencuci peralatan dan sarana lainnya, untuk minum dan sebagainya. Keamanan pasokan air yang akan kontak dengan produk pangan dan yang kontak langsung dengan permukaan peralatan sangat mutlak dan penting untuk dijaga secara konsisten dan efisien. Terutama air yang digunakan untuk produksi pangan atau es. Perlu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih. Pipa dari saluran air harus teridentifikasi dengan jelas antara air bersih dan air tidak bersih.

Air dapat membersihkan kontaminasi dari bahan pangan, namun air yang tidak bersih dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan. Air sebagai media pembersih harus bersih. Adapun yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang bebas dari mikroba pathogen dan sumber pencemar lainnya. Industri pangan juga membutuhkan es untuk menurunkan suhu. Hal ini disebabkan karena bahan baku pangan relatif mudah mengalami proses penurunan mutu. Sebagai bahan baku dalam proses pembuatan es atau sebagai bahan baku pangan, air harus bebas dari coliform atau sumber pencemar lainnya. Sumber air bagi industri pangan dapat berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM), sumur, atau air laut. Untuk menjamin kebersihan air tersebut, perlu dilakukan monitoring secara berkala setiap 6 (enam) bulan.

Kondisi dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan[sunting | sunting sumber]

Peralatan dan pakaian kerja yang digunakan oleh pekerja dalam menangani atau mengolah bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminasi. Peralatan yang kontak langsung dengan bahan atau produk pangan harus mudah dibersihkan, tahan karat (korosi), tidak merusak, dan tidak bereaksi dengan bahan pangan. Peralatan harus dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan lapisan lemak dan kemudian bilas dengan air bersih. Setelah kering, lanjutkan dengan proses sterilisasi. Untuk proses sterilisasi peralatan dapat digunakan air dengan kandungan klorin berkisar 100 – 150 ppm. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi ulang, peralatan yang sudah dicuci harus ditiriskan dan simpan di tempat yang bersih. Peralatan yang digunakan untuk membersihkan peralatan pengolah dan mendesinfeksinya, sebaiknya tersedia dalam jumlah yang memadai. Forklift dan peralatan yang digunakan untuk memindahkan bahan pangan harus dijaga kebersihannya setiap saat.

Berbagai bahan yang digunakan sebagai pelumas peralatan atau mesin pengolah dan berbagai bahan kimia untuk membersihkan dan mendesinfeksi harus diberi label yang jelas. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan. Pakaian kerja yang digunakan dalam industri pangan harus dijamin kebersihannya. Pakaian kerja meliputi sepatu boot, jas kerja, sarung tangan, masker, dan tutup rambut. Agar terjamin kebersihannya, pakaian kerja harus dicuci setiap hari oleh perusahaan/industri. Pakaian kerja yang telah dicuci, disimpan di tempat bersih. Sepatu dicuci dan disikat sampai bersih. Air yang digunakan untuk mencuci sepatu adalah air yang mengandung klorin berkadar 150 ppm.

Pencegahan Kontaminasi Silang[sunting | sunting sumber]

Kontaminasi silang adalah kontaminasi yang terjadi karena adanya kontak langsung atau tidak langsung antara bahan pangan yang sudah bersih dengan bahan pangan yang masih kotor. Kontaminasi silang dapat terjadi dalam industri pangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi silang adalah:

  • Konstruksi, desain, dan lay out pabrik pangan
  • Kebersihan karyawan
  • Aktivitas dan perilaku karyawan
  • Pisahkan antara bahan baku dengan produk pangan
  • Kondisi sanitasi ruang kerja dan peralatan yang digunakan
  • Penyimpanan dan peralatan bahan pengemas
  • Cara penyimpanan dan kondisi ruang penyimpanan produk
  • Penanganan limbah

Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi, dan Toilet[sunting | sunting sumber]

Kondisi fasilitas cuci tangan, kondisi fasilitas sanitasi tangan, dan kondisi fasilitas toilet menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi akibat kondisi fasilitas-fasilitas tersebut pada umumnya bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri-bakteri pathogen. Toilet adalah tempat karyawan buang air, dengan demikian harus selalu bersih. Toilet harus dilengkapi dengan sabun, tissue, dan tempat sampah. Ventilasi toilet harus diatur sedemikian rupa agar tidak mencemari bahan pangan. Pintu toilet harus tidak menyerap air dan bersifat anti karat. Kebersihan toilet juga harus selalu terjaga.

Tempat untuk karyawan mencuci tangan harus tersedia dalam jumlah yang memadai dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau. Tempat cuci tangan biasanya terletak di sekitar toilet, pintu masuk, atau di sekitar tempat cuci kaki. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan sarana pembersih tangan dan pengering. Bahan yang digunakan sebagai pembersih tangan harus bahan yang tidak memiliki bau agar tidak mencemari bahan pangan yang dihasilkan. Tempat untuk mencuci tangan berikutnya dapat berupa wadah berisi air yang telah ditambahkan senyawa klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi senyawa klorin yang digunakan sebagai senyawa anti mikroba adalah 50 ppm. Tempat untuk mencuci tangan dilengkapi dengan peralatan pengering (hand drying). Tempat untuk mencuci tangan juga dapat dilengkapi dengan tissue untuk mengeringkan tangan atau bagian tubuh lainnya.

Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan[sunting | sunting sumber]

Jenis bahan kimia pembersih dan sanitizer yang digunakan dalam industri pangan harus sesuai persyaratan yang digunakan. Bahan kimia harus mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri (antimikroba). Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Antimikroba dapat dikelompokkan menjadi antiseptik dan desinfektan. Antiseptik adalah pembunuh mikroba dengan daya rendah dan biasanya digunakan pada kulit, misal alkohol dan deterjen. Desinfektan adalah senyawa kimia yang dapat membunuh mikroba dan biasanya digunakan untuk membersihkan meja, lantai, dan peralatan. Contoh, desinfektan yang digunakan adalah senyawa klorin, hipoklorit, dan tembaga sulfat. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai pembersih atau sanitizer dalam industri pangan biasanya mengandung klorin sebagai bahan aktif. Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat tertumbuhan mikroba disebut bahan pengawet (presenvatif).

Pelabelan, Penggunaan, dan Penyimpanan Bahan Toksin yang Benar[sunting | sunting sumber]

Pelabelan Bahan Beracun[sunting | sunting sumber]

Mencegah kesalahan dalam penggunaan bahan kimia untuk pembersih dan sanitasi harus diberi label secara jelas. Pemberian label yang kurang jelas memungkinkan terjadinya kesalahan penggunaan. Pemberian label untuk bahan beracun dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu pelabelan pada wadah asli dan wadah yang isinya akan segera digunakan. Label pada wadah asli harus memperlihatkan nama bahan atau larutan, nama dan alamat produsen, nomor register, dan instruksi cara penggunaan secara benar. Label pada wadah bahan kimia yang siap digunakan harus tertera secara jelas memperlihatkan nama bahan atau larutan dan instruksi cara penggunaan secara benar.

Penggunaan Bahan Beracun[sunting | sunting sumber]

Penggunaan bahan kimia beracun, pembersih, dan sanitasi dalam industri pangan harus disesuaikan dengan petunjuk dan persyaratan pabrik. Prosedur penggunaan bahan beracun harus dapat mencegah pencemaran pada bahan pangan

Penyimpanan Bahan Beracun[sunting | sunting sumber]

Bahan kimia pembersih harus disimpan di tempat yang khusus dan terpisah dari bahan lainnya. Demikian pula dengan bahan kimia untuk sanitasi. Bahan beracun harus disimpan di ruang dengan akses terbatas. Hanya karyawan yang diberi kewenangan dapat memasuki ruangan penyimpanan tersebut. Pisahkan bahan kimia yang digunakan untuk pangan dan non pangan. Jauhkan dari peralatan dan benda lain yang kontak dengan bahan pangan.

Kesehatan Karyawan[sunting | sunting sumber]

Kondisi kesehatan setiap karyawan yang bekerja harus selalu dimonitor oleh pihak perusahaan. Karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat mencemari bahan atau produk pangan dilarang bekerja di unit penanganan atau pengolahan. Jenis penyakit yang dapat menjadi pencemar dan mengkontaminasi bahan dan produk pangan, antara lain batuk, flu, diare, dan penyakit kulit. Pekerja yang mengalami luka pada telapak tangan juga harus dilarang bekerja di unit penanganan dan pengolahan. Rambut pekerja sebaiknya dipotong pendek agar tidak mencemari produk pangan. Apabila tidak dipotong, sebaiknya menggunakan topi pelindung. Rambut yang tidak tertutup dapat menjadi sumber mikroba pencemar.

Pengendalian Hama[sunting | sunting sumber]

Hama harus dicegah agar tidak masuk ke unit penanganan atau pengolahan. Hama dapat mencemari bahan pangan dengan kotoran maupun potongan tubuhnya. Hama juga dapat menjadi hewan perantara bagi mikroba pencemar. Rodentia pembawa Salmonella dan parasit. Lalat dan kecoa merupakan serangga pembawa Staphylococcus, Shigella, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum. Sedangkan, burung pembawa Salmonella dan Listeria.

Bahan pangan pada kelompok biji-bijian, serangga menyimpan telurnya di dalam biji dan menutup lubang tersebut dengan lapisan khusus untuk melindungi telurnya dari kemungkinan gangguan. Setelah telur menetas menjadi larva, maka larva akan memakan biji tersebut dari bagian dalam. Setelah dewasa, serangga tersebut meninggalkan biji yang telah berongga. Pada produk ikan asin, serangga meletakkan telur-telurnya selama proses penjemuran. Apabila keadaan telah memungkinkan, telur-telur akan menetas. Larva yang lahir akan memperoleh makanan dari sekelilingnya. Setelah dewasa dan bermetamorfosa, serangga akan terbang dengan meninggalkan lubang-lubang pada permukaan ikan asin. Untuk mengatasi serangan hama, sebaiknya disiapkan program pemusnahan hama secara berkala. Fumigasi merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk mengatasi serangan hama di gudang penyimpanan.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pudjirahayu, Astutik (2018). Pengawasan Mutu Pangan (PDF). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. hlm. 73–90. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-27. Diakses tanggal 2021-06-14. 
  2. ^ Syamsinar (2017). "Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) pada Pengolahan Udang Putih (Litopenaeus Vannamei) Soaking Peeled Devine (SPD) Aqua King di PT. Bogatama Marinusa Makassar" (PDF). Repository Polipangkep. Diakses tanggal 14 Juni 2021. 
  3. ^ Mamuaja, Christine (2016). Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan (PDF). Manado: Unsrat Press. hlm. 163–165. ISBN 978-979-3660-48-6.