Mitra Investindo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
PT Mitra Investindo Tbk
Publik
Kode emitenIDX: MITI
IndustriInvestasi pelayaran
Didirikan16 September 1993
Kantor
pusat
Jakarta, Indonesia
Situs webmitra-investindo.com

PT Mitra Investindo Tbk (atau disingkat Miti saja) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: MITI) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di perusahaan pelayaran dan perkapalan PT Wasesa Line. Berkantor pusat di Menteng, Jakarta Pusat,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya.

Manajemen[sunting | sunting sumber]

  • Presiden Komisaris: Leonard Tanubrata
  • Komisaris: Pradopo Subekti
  • Komisaris Independen: Maruli Gultom
  • Presiden Direktur: Andreas Tjahjadi
  • Direktur Keuangan: Edy Suhardaya
  • Direktur: Diah Pertiwi Gandhi[2]

Pemegang saham[sunting | sunting sumber]

  • PT Prime Asia Capital: 47,83%
  • PT Inti Bina Utama: 30,47%
  • Andreas Tjahjadi: 5,5%
  • Publik: 16,2%[3]

Anak usaha[sunting | sunting sumber]

  • PT Wasesa Line[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Perusahaan pembiayaan[sunting | sunting sumber]

Mitra Investindo awalnya merupakan sebuah perusahaan pembiayaan, didirikan pada 16 September 1993 dengan saat itu bernama PT Minsuco International Finance oleh The Tje Min,[1] seorang bankir yang dikenal memiliki saham di sejumlah bank.[4][5] Operasinya baru dimulai pada 1994.[1] Tiga tahun kemudian, tepatnya pada April 1997, Siti Hediyati Hariyadi (Titiek) masuk dengan menjadi 50% pemegang saham perusahaan ini,[6] menggunakan PT Maharani Paramitra, perusahaan induk miliknya.[7] Sisanya adalah pemegang saham lainnya (termasuk dari pemilik lama), seperti 40% milik PT Minsuco Multi Usaha, 7,5% The Tje Min dan 2,5% Susanti Prawinoto.[8] Titiek kemudian mengganti nama perusahaan ini menjadi PT Maharani Intifinance beberapa saat kemudian pasca-akuisisi.[6] Tidak lama kemudian, pada 16 Juli 1997, Maharani Intifinance resmi melepas sekitar 49% sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, dengan harga Rp 500/saham. Kode sahamnya adalah MITI yang merupakan singkatan dari nama Maharani Intifinance, dan masih dipertahankan sampai sekarang.[9] Layanan yang ditawarkan oleh Maharani meliputi jasa pembiayaan baik untuk konsumer dan bisnis, yang kemudian dilengkapi sertifikasi ISO 9001.[9][10] Keuntungan Maharani Intifinance pada 1996 mencapai Rp 1 miliar, naik pada 1997 menjadi Rp 6 miliar; asetnya pada akhir 1997 mencapai Rp 230 miliar; dan jasa pembiayaan Maharani naik dari Rp 40 miliar pada 1994 menjadi Rp 134 miliar pada 1996.[8][11] Jasa pembiayaan itu terdiri dari anjak piutang Rp 114,8 miliar, pembiayaan konsumen 15,3 miliar dan sewa guna usaha (leasing) Rp 4 miliar.[8]

Tidak beberapa lama setelah Titiek masuk, gelombang krisis ekonomi 1997-1998 menjatuhkan kekuasaan ayahnya, Soeharto. Titiek kemudian mengundurkan diri dari jabatan Presiden Komisaris di perusahaan ini pada 30 April 1998 dengan alasan personal,[10][11] dan seminggu setelah kejatuhan ayahnya, harga saham Maharani Intifinance jatuh ke Rp 100/lembar dari sebelumnya sempat menyentuh Rp 900.[10][12] Kemudian, di tahun yang sama, Titiek melepas 25% sahamnya di PT Maharani Intifinance Tbk seharga Rp 757 miliar (Rp 25/saham), dengan alasan belum membaiknya prospek bisnis pembiayaan akibat krisis,[13] dan melepas saham terakhirnya di tahun 1999.[14] Nama PT Maharani Intifinance Tbk kemudian diganti menjadi PT Mandiri Intifinance Tbk di tahun tersebut (1998), kemungkinan untuk membersihkan nama dari citra Titiek.[9] Meskipun demikian, akibat krisis itu juga, bisnis pembiayaan Mandiri Intifinance sempat "seret" bergerak.[1] Pada tahun 1998, Mandiri Intifinance membukukan kerugian Rp 81,3 miliar dan Rp 8,84 miliar di tahun selanjutnya.[10]

Siwani Trimitra[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2000, masuklah keluarga William Soeryadjaya, lewat anaknya Edward yang pada Januari 2000 mengumumkan akuisisi PT Mandiri Intifinance. Edward sendiri berkolaborasi dengan PT Harawi Sekawan, perusahaan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dengan awalnya masing-masing membeli 8,25% dan 3,3% dan akan ditingkatkan menjadi 40% (untuk Edward lewat L&M Group Investments).[1] Pemilik baru sendiri memiliki visi mengembangkan Mandiri Intifinance menjadi perusahaan keuangan pemberi kredit mikro[15] untuk usaha kecil dan menengah, dan Edward akan dijadikan presiden direktur dari perusahaan ini.[16][17][18] Keduanya sendiri membeli saham itu dari PT Minusco Multi Usaha dan PT Mitra Millenium Utama, dan ketika pemilik lama melepaskan saham terakhirnya kepada Vogel Management Ltd. and PT Rifa Sekurindo, akhirnya pada 23 Maret 2000 nama perusahaan diganti menjadi PT Siwani Trimitra Tbk.[10][19] Tidak lama setelah itu, pada 4 Juli 2000, izin perusahaan pembiayaan Siwani Trimitra resmi dikembalikan ke pemerintah,[20] dan bisnis perusahaan menjadi penasihat investasi dan pengembangan investasi.[1]

Kondisi Siwani pasca-akuisisi sendiri belum terlalu membaik, bahkan sempat terlambat menyerahkan laporan keuangan tahun 2000 sehingga terancam denda oleh BEJ.[21] Untuk menyehatkan bisnisnya yang sempat merugi menjadi Rp 136 miliar pada 2001, di bulan September tahun itu Siwani memulai bisnisnya dengan terjun di bidang bahan bakar. Lewat skema kerjasama dengan Pertamina, Siwani memperoleh hak membangun depo satelit di Tangerang dan Sidoarjo, pipanisasi BBM antara Manggis-Sanggaran di Bali, dan terminal transit BBM di Kuala Tanjung, Medan senilai US$ 180 juta.[22][23] Sayangnya, usaha Edward mengembangkan proyek ini gagal total, sehingga akhirnya untuk menyelamatkan bisnisnya masuklah Money Around International Ltd. sebagai pemegang saham. Bisnis Siwani sendiri kemudian masih penuh lika-liku,[24] dengan sempat tersangkut sengketa[25] dan dirumorkan akan diambilalih untuk backdoor listing PT Dianlia Setiamukti.[26]

Mitra Investindo[sunting | sunting sumber]

Dalam kondisi keuangan Siwani yang kurang baik tersebut, masuklah PT Caraka Berkat Sarana (didirikan 1993), yang bergerak di pertambangan granit di Bintan, Kepulauan Riau.[1] Lewat skema backdoor listing, pemegang saham PT Caraka kemudian mengakuisisi PT Siwani Trimitra Tbk dan me-merger PT Caraka dengannya.[24] Merger ini tuntas dilakukan pada 30 Januari 2006, dan bisnis Siwani berganti menjadi pertambangan granit. Kepemilikan sahamnya menjadi British Virgin Island Olive Crest Corporation 50,91%, Money Around International Ltd 9,35% (pemegang saham lama), PT Suryaraya Guna Perkasa 7,8%, Andreas Tjahjadi 2,33% dan publik 29,61%. Tidak lama kemudian, sejak 17 Maret 2006 sampai saat ini, nama perusahaan berganti menjadi PT Mitra Investindo Tbk. Target dari pasca-merger ini adalah peningkatan usaha granitnya menjadi 25% seiring peningkatan ekspor.[20][27] Tidak hanya itu, dengan awalnya menggandeng PT Aneka Tambang, Mitra Investindo sendiri berhasil menjadi kontraktor dan kemudian mengendalikan konsesi tambang granit di Bintan sejak 2009.[28] Bisnis granit MITI pada 2012 mencapai 1,6 juta ton dan pendapatan sekitar Rp 139 miliar.[29]

Tidak hanya itu, kemudian Mitra Investindo mulai terjun ke bisnis migas, dengan menguasai Lapangan Minyak Linda Sele, Papua dan membeli 1/3 saham Mentari Garung Energy Ltd, pemegang hak konsesi PSC Garung di Kalimantan yang masih dalam tahap eksplorasi. Pendapatan dari granit sendiri pada September 2015 mencapai Rp 87,3 miliar (dari granit) dan Rp 25,03 miliar (dari minyak). Kemudian, masuklah Interra Resources Ltd., perusahaan afiliasi Saratoga Investama Sedaya sebanyak 52,46% pada Agustus 2014 dengan skema rights issue. Di bawah Interra, bisnis perusahaan ini mulai difokuskan pada eksplorasi migas,[30][31] dan hendak melepas bisnis granitnya.[32] Baru kemudian pada 20 Desember 2016, tambang granitnya dilepaskan ke PT Sanmas Mekar Abadi senilai Rp 39 miliar.[33] Kemudian, pada Oktober 2017, Mitra Investindo juga mengakuisisi 23% kepemilikan PT Benakat Oil sebagai langkah memperluas bisnis di bidang migas.[34] Meskipun demikian, jalan Mitra Investindo untuk menjadi perusahaan migas tidak terlalu mulus, dengan pada 2018 merugi sebesar Rp 170 miliar karena kontraknya di penambangan migas dihentikan.[1][35] Akibat kinerja keuangannya yang tidak kunjung membaik dan harga sahamnya yang menyentuh Rp 50, sejak 11 Maret 2019 Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi pada perdagangan saham perusahaan ini.[36][37] Bahkan, untuk memulihkan keuangannya, MITI pun berusaha kembali mengeksplorasi peluang penambangan granit di Lampung dan Jawa Barat dengan hasil tambang 10.000 ton/tahun.[38]

Dalam kondisi tersebut, kemudian masuklah PT Prime Asia Capital sebagai pemegang saham mayoritas, yang pada Februari 2021 memiliki 69,5% sahamnya lewat private placement. Sejak Mei 2021, bisnis perusahaan pun diubah kembali dari migas ke pelayaran dan pengangkutan kapal. Perusahaan ini lalu menjalin kerjasama dengan PT Pelayaran Samudra Karana Line[39] dan mengakuisisi PT Wasesa Line dari PT Prime Asia Capital sebesar Rp 70 miliar.[40] Dengan pengalihan bisnis yang bisa memperbaiki kinerjanya itu, dari awalnya hendak di-delisting,[41] pada 29 Juni 2021 saham MITI bisa diperdagangkan kembali di BEI.[42] Dengan perbaikan itu, maka pendapatan MITI mencapai Rp 46,30 miliar dan asetnya menjadi Rp 157,2 miliar, naik dari periode sebelumnya.[43]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i LapTahunan MITI 2021
  2. ^ PROFIL MANAJEMEN
  3. ^ Dicaplok Prime Asia & 2 Tahun 'Mati Suri', Saham MITI Meroket
  4. ^ Sjamsul Nursalim Dapat Surat Lunas Dengan Syarat
  5. ^ BLBI Extraordinary Crime ; Satu Analisis Historis dan Kebijakan
  6. ^ a b Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 11,Masalah 38-45
  7. ^ Anak Soeharto dan Beragam Fasilitas Bisnis
  8. ^ a b c JP/Maharani set to allot Rp 226b for financing
  9. ^ a b c dan Profil Singkat MITI (Mitra Investindo Tbk)
  10. ^ a b c d e Indonesian Capital Market Directory
  11. ^ a b Korupsi Kepresidenan
  12. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 11,Masalah 11-12
  13. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 10,Masalah 20-27
  14. ^ Indonesian Business: The Year in Review
  15. ^ Far Eastern Economic Review, Volume 163
  16. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 13,Masalah 5-6
  17. ^ Begini harusnya bisnis!: 5 kunci emas pengusaha spektakuler Indonesia
  18. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 13,Masalah 1-2
  19. ^ Tempo, Volume 29,Masalah 1-6
  20. ^ a b Lapkeu MITI, 2006
  21. ^ Tempo, Volume 30,Masalah 12-18
  22. ^ Proyek Bermodal Minus
  23. ^ Keluarga Soeryadjaya Masih Berkibar Di Deretan Orang Terkaya Indonesia
  24. ^ a b Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 19,Masalah 14-19
  25. ^ KoranTempo - Siwani Trimitra Disomasi Gerald Tugo
  26. ^ MITI Makin Asyik Aje[pranala nonaktif permanen]
  27. ^ Pindah ke Bisnis Pertambangan, Siwani Trimitra Resmi Merger
  28. ^ MITI Ambil Alih Izin Pertambangan Batu Granit di Bintan
  29. ^ Mitra Investindo Siap Kuasi Reorganisasi Rp 271 Miliar
  30. ^ Interra Bantu Mitra Investindo Akuisisi Blok Migas
  31. ^ Mitra Investindo Jual Aset Tambang Granit Rp 39 Miliar
  32. ^ Ingin Fokus ke Migas, Saham Mitra Investindo Diburu
  33. ^ Mitra Investindo (MITI) Spin Off Tambang Granit
  34. ^ Mitra Investindo (MITI) Rampungkan Akuisisi Benakat Bulan Ini
  35. ^ Masih Alami Kerugian, Mitra Investindo Tak Bagi Dividen
  36. ^ Berita & Agenda
  37. ^ Sempat Vakum 2 Tahun dari Bursa, Ini Kinerja Saham MITI
  38. ^ MITI Kembali Bergantung Pada Tambang Granit
  39. ^ Usai Ganti Bisnis, Mitra Investindo Akuisisi Usaha Pelayaran pada 2022
  40. ^ Caplok Perusahaan Pelayaran, Mitra Investindo (MITI) Siap Rights Issue
  41. ^ Nasib Saham Mitra Investindo, Sudah Kena 'Tato', Masuk Kriteria 'Delisting' Pula
  42. ^ BEI Cabut Status Suspensi Perdagangan Saham ATIC dan MITI
  43. ^ MITRA INVESTINDO RAIH PENJUALAN Rp46,30 MILIAR HINGGA DESEMBER 2021

Pranala luar[sunting | sunting sumber]