Kognisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kognitif)
Model kognitif yang diilustrasikan oleh Robert Fludd (1619)

Kognisi adalah proses mental yang terjadi mengenai sesuatu yang didapatkan dari kegiatan berpikir tentang seseorang atau sesuatu.[1]

Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, bernalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, di antaranya adalah psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains, serta kecerdasan buatan.

Kepercayaan atau pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat memengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi perilaku/ tindakan mereka terhadap sesuatu. mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka.

Etimologis[sunting | sunting sumber]

Kata kognisi yang sudah dikembangkan sejak abad ke-15 diartikan sebagai "pemikiran dan kesadaran".[2] Istilah ini berasal dari kata benda Bahasa Latin, yakni cognitio ('pemeriksaan,' 'belajar,' atau 'pengetahuan'). Adapun berasal dari kata kerja cognosco, gabungan dari con ('dengan') dan gnōscō ('tahu'). Kata gnōscō ini serumpun dengan kata kerja Yunani, gi(g)nόsko (γι(γ)νώσκω, yang berarti 'Saya tahu,' atau 'persepsi').[3]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Istilah kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.[4] Istilah ini digunakan oleh filsuf untuk mencari pemahaman terhadap cara manusia berpikir.[5] Karya Plato dan Aristotle telah memuat topik tentang kognisi karena salah satu tujuan tujuan filsafat adalah memahami segala gejala alam melalui pemahaman dari manusia itu sendiri.

Aristoteles berfokus pada area kognitif yang berkaitan dengan memori, persepsi, dan citra mental. Dia memperhatikan dan memastikan bahwa studinya didasarkan pada bukti empiris, yaitu, informasi ilmiah yang dikumpulkan melalui pengamatan dan eksperimen yang teliti.[6]

Kognisi dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencermikan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20, atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut dan tidak untuk diimitasi.[7]

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kognisi maka berkembanglah psikologi kognitif yang menyelidiki tentang proses berpikir manusia. Proses berpikir tentunya melibatkan otak dan saraf-sarafnya sebagai alat berpikir manusia oleh karena itu untuk menyelidiki fungsi otak dalam berpikir maka berkembanglah neurosains kognitif. Neurosains kognitif ini merupakan bidang studi yang menghubungkan otak dan aspek-aspek lain sistem syaraf, khususnya otak dengan pemrosesan kognitif, dan akhirnya dengan perilaku.[8] Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh kedua bidang ilmu tersebut banyak dimanfaatkan oleh ilmu robot dalam mengembangkan kecerdasan buatan.

Proses kognitif menggabungkan antara informasi yang diterima melalui indra tubuh manusia dengan informasi yang telah disimpan di ingatan jangka panjang. Kedua informasi tersebut diolah di ingatan kerja yang berfungsi sebagai tempat pemrosesan informasi. Kapabilitas pengolahan ini dibatasi oleh kapasitas ingatan kerja dan faktor waktu.[9] Proses selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan yang telah dipilih. Tindakan dilakukan mencakup proses kognitif dan proses fisik dengan anggota tubuh manusia (jari, tangan, kaki, dan suara). Tindakan dapat juga berupa tindakan pasif, yaitu melanjutkan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya.

Perkembangan kognisi seseorang sangat dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan. Karena jelas apa yang dipikirkan seseorang (kognisi) akan berkaitan dengan apa yang dirasakannya (emosi).[10] Terdapat berbagai jenis reprentasi-reprentasi kognitif, misalnya: pikiran dan citranya dapat mempengaruhi emosi. Para ahli teori dibidang klinis menekankan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kognisi dengan suasana hati. Hal ini di mana suasana hati dipengaruhi oleh kognisi dan juga sebaliknya. Akan tetapi, asumsi bahwa kognisi mempengaruhi atau menentukan emosi menjadi kontroversial dengan adanya argumen Zajoric bahwa emosi secara potensial independen dari kognisi. Meskipun suasana panas karena pendekatan yang dipicu oleh masalah Zajonc ini telah berlalu, isu-isu yang dimunculkan tetap penting.[11]

Penting pula untuk menekan cara pendekatan kognitif tidak mengesampingkan pendekatan-pendekatan lain terhadap gangguan emosional seperti sosial atau biologis. Misalnya dapat dibuat hubungan antara disfungsi kognitif yang ditemukan pada penderita despresi dengan gangguan ritme denyut jantung.[11]

Kemampuan kognitif yang diwujudkan dengan perilaku kognitif. Perilaku kognitif tertuang dalam proses bagaimana individu mengenal lingkungannya lalu menjadikannya sebagai perbendaharaan psikis yang diperlukan dalam mengkondisikan hidup yang bermakna dan efektif.[10] Kognitif yang berkembang dalam pikiran manusia dapat mewakili pemikiran, perhatian, pengamatan, bayangan, perkiraan, dan penilaian seseorang terhadap lingkungannya. Tahapan ini dimulai dari usia 0 hingga usia dimana ia tidak mengalami perkembangan atau perubahan lagi.[10]

Fungsi-fungsi kognisi[sunting | sunting sumber]

Atensi dan kesadaran[sunting | sunting sumber]

Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan proses kognitif lainnya. Atensi terbagi menjadi atensi terpilih (selective attention)dan atensi terbagi (divided attention). Kesadaran meliputi perasaan sadar maupun hal yang disadari yang mungkin merupakan fokus dari atensi.[7]

Persepsi[sunting | sunting sumber]

Persepsi adalah rangkaian proses pada saat mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari pancaindra yang diterima dari rangsang lingkungan. Dalam kognisi rangsang visual memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Proses kognitif biasanya dimulai dari persepsi yang menyediakan data untuk diolah oleh kognisi.[12]

Ingatan[sunting | sunting sumber]

Ingatan adalah saat manusia mempertahankan dan menggambarkan pengalaman masa lalunya dan menggunakan hal tersebut sebagai sumber informasi saat ini. Proses dari mengingat adalah menyimpan suatu informasi, mempertahankan dan memanggil kembali informasi tersebut. Ingatan terbagi dua menjadi ingatan implisit dan eksplisit. Proses tradisional dari mengingat melalui pendataan penginderaan, ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.[7]

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Bahasa adalah menggunakan pemahaman terhadap kombinasi kata dengan tujuan untuk berkomunikasi. Adanya bahasa membantu manusia untuk berkomunikasi dan menggunakan simbol untuk berpikir hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan.[13] Dalam mempelajari interaksi pemikiran manusia dan bahasa dikembangkanlah cabang ilmu psikolinguistik.

Pemecahan masalah dan kreativitas[sunting | sunting sumber]

Pemecahan masalah adalah upaya untuk mengatasi hambatan yang menghalangi terselesaikannya suatu masalah atau tugas. Upaya ini melibatkan proses kreativitas yang menghasilkan suatu jalan penyelesaian masalah yang orisinil dan berguna.[14]

Pengambilan keputusan dan penalaran[sunting | sunting sumber]

Dalam melakukan pengambilan keputusan manusia selalu mempertimbangkan penilaian yang dimilikinya. Misalnya seseorang membeli motor berwarna merah karena kepentingan mobilitasnya, dan kesenangannya terhadap warna merah. Proses dari pengambilan keputusan ini melibatkan banyak pilihan. Untuk itu manusia menggunakan penalaran untuk mengambil keputusan. penalaran adalah proses evaluasi dengan menggunakan pembayangan dari prinsip-prinsip yang ada dan fakta-fakta yang tersedia. Penalaran dibagi menjadi dua jenis yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.[15]

Kognisi dalam ilmu psikologi[sunting | sunting sumber]

Dalam psikologi, istilah "kognisi" biasanya digunakan dalam pandangan pemrosesan informasi dari fungsi psikologis individu, dan demikian pula dalam rekayasa kognitif.[16] Dalam studi kognisi sosial, sebuah cabang psikologi sosial, istilah ini digunakan untuk menjelaskan sikap, atribusi, dan dinamika kelompok.

Kognisi manusia sadar dan tidak sadar, konkret atau abstrak, serta intuitif (seperti pengetahuan tentang bahasa) dan konseptual (seperti model bahasa). Kognisi ini mencakup proses seperti memori, asosiasi, pembentukan konsep, pengenalan pola, bahasa, perhatian, persepsi, tindakan, pemecahan masalah, dan citra mental.[17] Secara tradisional, emosi tidak dianggap sebagai proses kognitif, tetapi sekarang banyak penelitian yang dikembangkan untuk memeriksa psikologi kognitif emosi; penelitian juga difokuskan pada kesadaran seseorang akan strategi dan metode kognisinya sendiri, yang disebut metakognisi. Psikologi kognitif adalah bidang psikologi yang didedikasikan untuk memeriksa bagaimana orang berpikir, menjelaskan bagaimana dan mengapa kita berpikir seperti yang kita lakukan dengan mempelajari interaksi antara pemikiran manusia, emosi, kreativitas, bahasa, dan pemecahan masalah, di samping proses kognitif lainnya.[18]

Teori Piaget dalam perkembangan kognitif[sunting | sunting sumber]

Selama bertahun-tahun, sosiolog dan psikolog telah melakukan studi tentang perkembangan kognitif, yakni konstruksi pemikiran manusia atau proses mental.

Metakognisi merupakan proses berpikir dan memahami pola di balik sebuah peristiwa

Jean Piaget adalah salah satu orang paling penting dan berpengaruh di bidang psikologi perkembangan. Dia percaya bahwa manusia itu lebih unik dibandingkan dengan hewan. Hal ini karena menusia memiliki kapasitas untuk melakukan "penalaran simbolis abstrak". Karyanya dapat dibandingkan dengan Lev Vygotsky, Sigmund Freud, dan Erik Erikson yang juga merupakan kontributor besar di bidang psikologi perkembangan. Kini, Piaget dikenal dalam mempelajari perkembangan kognitif pada anak-anak, setelah mempelajari tiga anaknya sendiri dan perkembangan intelektual mereka. Hingga ia akan sampai pada teori perkembangan kognitif yang menggambarkan tahap perkembangan masa kanak-kanak.[19]

Tipe tes umum pada kognisi manusia[sunting | sunting sumber]

Ilustrasi eksperimen posisi serial dalam mengingat informasi. Dimana, informasi yang diberikan di tengah urutan cenderung sulit diingat.

Posisi serial[sunting | sunting sumber]

Percobaan posisi serial bertujuan untuk menguji teori memori yang menyatakan bahwa ketika informasi diberikan secara serial, kita cenderung mengingat informasi di awal urutan, yang disebut primacy effect, dan informasi di akhir urutan, disebut recency effect. Akibatnya, informasi yang diberikan di tengah urutan biasanya dilupakan, atau tidak diingat dengan mudah. Penelitian ini memprediksi bahwa recency effect lebih kuat daripada primacy effect, karena informasi yang paling baru dipelajari masih berada dalam working memory ketika diminta untuk diingat kembali. Informasi yang dipelajari terlebih dahulu masih harus melalui proses temu kembali (retrieval process). Eksperimen ini berfokus pada proses memori manusia.[20]

Keunggulan Kata[sunting | sunting sumber]

Eksperimen keunggulan kata menyajikan subjek dengan kata, atau huruf, untuk jangka waktu singkat, yaitu 40 ms. Kemudian mereka diminta untuk mengingat huruf yang berada di lokasi tertentu dalam kata. Secara teori, subjek harus lebih mampu mengingat huruf dengan benar ketika disajikan dalam sebuah kata daripada ketika disajikan secara terpisah. Eksperimen ini berfokus pada ucapan dan bahasa manusia.[21]

Brown-Peterson[sunting | sunting sumber]

Dalam percobaan Brown-Peterson, peserta secara singkat disajikan dengan trigram dan dalam satu versi percobaan tertentu. Kemudian mereka diberi tugas distraktor, mereka diminta untuk mengidentifikasi apakah urutan kata-kata yang disajikan sebenarnya benar atau bukan kata-kata (karena salah eja, dll). Setelah tugas distraktor, mereka diminta untuk mengingat trigram yang diberikan sebelum tugas distraktor. Secara teori, semakin lama tugas distraktor, semakin sulit bagi peserta untuk mengingat trigram dengan benar. Eksperimen ini berfokus pada memori jangka pendek manusia.[22]

Rentang ingatan[sunting | sunting sumber]

Selama percobaan rentang ingatan, setiap subjek disajikan dengan urutan rangsangan dari jenis yang sama, seperti kata yang menggambarkan benda, angka, huruf yang bunyinya mirip, dan huruf yang bunyinya tidak sama. Setelah diberi rangsangan, subjek diminta untuk mengingat kembali urutan rangsangan yang diberikan sesuai dengan urutan pemberiannya. Dalam satu versi eksperimen tertentu, jika subjek mengingat daftar dengan benar, panjang daftar bertambah satu untuk jenis materi itu, dan sebaliknya jika salah mengingatnya. Teori tersebut menjelaskan bahwa orang memiliki rentang ingatan sekitar tujuh item untuk angka, sama pula untuk huruf yang terdengar berbeda dan kata-kata pendek. Rentang ingatan diproyeksikan lebih pendek dengan huruf yang terdengar mirip dan dengan kata-kata yang lebih panjang.[23]

Pencarian visual[sunting | sunting sumber]

Paradigma pencarian visual telah menjadi pilar penelitian dalam perhatian visual selama lebih dari 20 tahun. Dalam percobaan pencarian visual yang khas, pengamat disajikan dengan tampilan yang berisi sejumlah item. Setiap percobaan, pengamat harus menentukan apakah item target tertentu ada atau tidak di antara item pengecoh. Jumlah item (ukuran set) bervariasi dari percobaan ke percobaan. Tugasnya antara lain mencakup pencarian untuk beberapa jenis target (misalnya, mencari item vertikal atau horizontal hijau), mencari beberapa contoh dari satu jenis (misalnya, apakah ada satu atau dua item vertikal merah?), dan mencari properti lebih dari satu item (misalnya, apakah ada sepasang garis yang membentuk sudut lancip?).[24]

Metakognisi[sunting | sunting sumber]

Selama 30 tahun terakhir metakognisi telah menjadi salah satu bidang utama penelitian perkembangan kognitif. Kegiatan penelitian dalam metakognisi dimulai dengan John Flavell, yang dianggap sebagai 'bapak bidang' dan setelah itu sejumlah besar penelitian empiris dan teoritis yang berhubungan dengan metakognisi mulai dikembangkan.[25]

'Metakognisi' adalah konsep yang telah digunakan untuk merujuk pada berbagai proses epistemologis. Metakognisi pada dasarnya berarti kognisi tentang kognisi; yaitu, mengacu pada kognisi tingkat kedua: pemikiran tentang pikiran, pengetahuan tentang pengetahuan atau refleksi tentang tindakan. Jadi jika kognisi melibatkan persepsi, pemahaman, ingatan, dan sebagainya, maka metakognisi melibatkan pemikiran tentang persepsi, pemahaman, ingatan, dll.[25]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kendra, Cherry (2020). "The Importance of Cognition in Determining Who We Are". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-20. 
  2. ^ Metashir, Zahra Abud (2017). Teacher Cognition (PDF). University of Al-Qadissiya. hlm. 2–3. Archived from the original on 2018-04-20. Diakses tanggal 2021-12-20. 
  3. ^ Prakash, Kolla Bhanu; Kanagachidambaresan, G. R.; Srikanth, V.; Vamsidhar, E. (2021-04-06). Cognitive Engineering for Next Generation Computing: A Practical Analytical Approach (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. hlm. 2–3. ISBN 978-1-119-71108-7. 
  4. ^ Cambridge Cognition (2015). "What Is Cognition & Cognitive Behaviour - Cambridge Cognition". www.cambridgecognition.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-18. 
  5. ^ Sternberg, Robert J. (2012). Cognitive Psychology (PDF). Karin Sternberg, Jeffery Scott Mio (edisi ke-6th ed). Belmont, Calif.: Wadsworth/Cengage Learning. hlm. 23. ISBN 1-111-34476-0. OCLC 751498793. 
  6. ^ Matlin, Margaret W. (2013). Cognition (PDF) (edisi ke-8th ed). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons. hlm. 4. ISBN 978-1-118-14896-9. OCLC 800352582. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-18. Diakses tanggal 2021-12-18. 
  7. ^ a b c Hidayah, Nurul (2015-08-11). Modul TOT Motivasi Berprestasi: : Pembelajaran yang Memberdayakan. Deepublish. hlm. 32. ISBN 978-623-209-527-4. 
  8. ^ Labibah, Hafsah (2019). "Konsep Neurosains, Neurobehaviour, dan Neuroplastisitas TerkaitDengan Perkembangan Kognitif". Universitas Jember: 1. 
  9. ^ Bhinnety, Magda. "Struktur dan Proses Memori". Buletin Psikologi. 16 (2): 74–75. 
  10. ^ a b c Marinda, Leny (2020). "TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET DAN PROBLEMATIKANYA PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR" (PDF). An-Nisa: Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman. 13 (1): 118. ISSN 2086-0749. 
  11. ^ a b Matlin, Margareth W (2016). Kognitif (PDF). Bandar Lampung: Harakindo Publishing. hlm. 3–7. ISBN 978-602-1689-88-2. 
  12. ^ Alizamar; Couto (2016). Psikologi Persepsi dan Desain Informasi (PDF). Yogyakarta: Media Akademi. hlm. 3–5. ISBN 978-602-74482-6-1. 
  13. ^ Hasbullah, M (2020-03-27). "Hubugan Bahasa, Semiotika dan Pikiran dalam berkomunikasi". Al-Irfan : Journal of Arabic Literature and Islamic Studies. 3 (1): 106–124. doi:10.36835/al-irfan.v3i1.3712. ISSN 2622-9838. 
  14. ^ Maulidya, Anita (2018). "BERPIKIR DAN PROBLEM SOLVING" (PDF). Sekolah Tinggi Agama Islam Raudhatul Akmal (STAI.RA): 11–29. 
  15. ^ Sumadiyasa, I Wayan (2018). "Preferensi Dan Kognisi". pdfcoffee.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-18. 
  16. ^ Blomberg, Olle (2011-01-06). "Conceptions of Cognition for Cognitive Engineering". THE INTERNATIONAL JOURNAL OF AVIATION PSYCHOLOGY. 21: 85–104. doi:10.1080/10508414.2011.537561. 
  17. ^ Remole, Arnulf (1979-05). "Sensation and Perception by S. Coren, C. Porac, and L. M. Ward". Optometry and Vision Science (dalam bahasa Inggris). 56 (5): 338–339. ISSN 1538-9235. 
  18. ^ College of The Canyons. Cognitive Psychology (PDF). California: College of The Canyons. hlm. 7–9. 
  19. ^ Cherry, Kendra (2020). "Jean Piaget's Life and Contributions to Psychology". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-18. 
  20. ^ Surprenant, Aimée M. (2001-05-01). "Distinctiveness and serial position effects in tonal sequences". Perception & Psychophysics (dalam bahasa Inggris). 63 (4): 737–745. doi:10.3758/BF03194434. ISSN 1532-5962. 
  21. ^ Krueger, Lester E. (1992-11-01). "The word-superiority effect and phonological recoding". Memory & Cognition (dalam bahasa Inggris). 20 (6): 685–694. doi:10.3758/BF03202718. ISSN 1532-5946. 
  22. ^ Nairne, James S (1999). "Short-Term Forgetting of Order Under Conditions of Reduced Interference" (PDF). THE QUARTERLY JOURNAL OF EXPERIMENTAL PSYCHOLOGY. 52A (1): 241–251. doi:10.1080/713755806. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-07-30. Diakses tanggal 2021-12-18. 
  23. ^ May, Cynthia P.; Hasher, Lynn; Kane, Michael J. (1999-09-01). "The role of interference in memory span". Memory & Cognition (dalam bahasa Inggris). 27 (5): 759–767. doi:10.3758/BF03198529. ISSN 1532-5946. 
  24. ^ Wolfe, Jeremy (1998-01-01). "What Can 1 Million Trials Tell Us About Visual Search?". Psychological Science - PSYCHOL SCI. 9: 33–39. doi:10.1111/1467-9280.00006. 
  25. ^ a b Louca, Eleonora (2003-03-01). "The concept and instruction of metacognition". Teacher Development. 7: 9. doi:10.1080/13664530300200184.