Kerajaan Tarowang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kerajaan Tarowang adalah salah satu kerajaan Suku Makassar yang pernah berkuasa di wilayah Kabupaten Jeneponto. Mitologi di Kabupaten Jeneponto mengisahkan bahwa raja pertama di Kerajaan Tarowang adalah Tumanurung. Asal-usul mengenai nama Kerajaan Tarowang tidak memiliki informasi yang jelas. Pada masa awal kekuasaannya, Kerajaan Tarowang memiliki sistem pemerintahan sendiri. Dalam sejarah, Kerajaan Tarowang pernah mengalahkan kerajaan dari Jawa yang mengalahkan Kerajaan Bantaeng. Namun, Kerajaan Tarowang akhirnya berada dalam kendali kekuasaan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.

Kerajaan Tarowang memiliki hubungan kebangsawanan dengan Kerajaan Arungkeke melalui pernikahan para raja dan bangsawannya. Salah satu peninggalan tradisi dari Kerajaan Tarowang di Kabupaten Jeneponto adalah Je'ne-je'ne sappara.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sejarah berdirinya Kerajaan Tarowang memiliki mitologi yang sama dengan kerajaan-kerajaan dari Suku Makassar lainnya di Kabupaten Jeneponto. Kerajaan-kerajaan ini meyakini bahwa pendiri kerajaan mereka adalah Tumanurung.[1] Dalam naskah-naskah Lontarak, informasi untuk toponimi Kerajaan Tarowang sangat terbatas. Isi naskah hanya menyajikan silsilah raja-rajanya saja.[2]

Kedudukan[sunting | sunting sumber]

Kerajaan Tarowang merupakan salah satu dari enam kerajaan lokal yang pernah berkuasa di wilayah Kabupaten Jeneponto.[3] Pada awal pendiriannya, Kerajaan Tarowang memiliki sistem pemerintahannya sendiri. Kedudukan Kerajaan Tarowang sebagai kerajaan setingkat dengan Kerajaan Binamu, Kerajaan Bangkala, Kerajaan Garassi, Kerajaan Sapanang dan Kerajaan Arungkeke.[4] Namun, Kerajaan Tarowang bersama dengan kerajaan-kerajaan tersebut kemudian berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.[5]

Hubungan dengan kerajaan lain[sunting | sunting sumber]

Kerajaan Tarowang memiliki hubungan kebangsawanan dengan Kerajaan Arungkeke. Raja Kerajaan Tarowang yang bernama Patta Dulung Arung Arujung menikahi bangsawan Kerajaan Arungkeke. Nama istrinya adalah Maryam Daeng Rawang. Istrinya adalah bangsawan di daerah Rawang. Dari pernikahan ini, terlahir lima orang anak.[6] Karena itu, strata kebangsawanan antara Kerajaan Arungkeke dan Kerajaan Tarowang adalah sejajar.[7]

Peninggalan tradisi[sunting | sunting sumber]

Je'ne-je'ne sappara[sunting | sunting sumber]

Je’ne-je’ne sappara adalah kegiatan mandi-mandi yang diadakan tiap tanggal 7 sampai 14 pad bulan Safar. Selama masa tersebut, tradisi ini hanya diadakan setahun sekali. Kegiatan inti dari Je’ne-je’ne sappara adalah appasempa yang diartikan secara harfiah sebagai mengadu manusia. Tradisi ini untuk memperingati sejarah pertarungan antara dua kerajaan yaitu Kerajaan Tarowang dengan kerajaan dari Jawa. Pertarungan ini kemudian diselesaikan dengan saling mengadu manusia. Hasil pertarungan ini menentukan pihak yang menang. Pertarungan ini dilakukan setelah utusan kerajaan dari Jawa mengalahkan utusan dari Kerajaan Bantaeng. Sebelumnya Kerajaan Tarowang pernah memenangkan sebuah pertempuran dengan kerajaan dari Jawa. Sehingga pihak Kerajaan Tarowang menganggap pertarungan kembali sebagai sebuah pantangan. Akhirnya, Kerajaan Tarowang menawarkan untuk mengadakan pertarungan. Pertarungan ini kembali dimenangkan oleh Kerajaan Tarowang.[8]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Salim, M. A. M., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pantai Birta Ria Kassi Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 43. ISBN 978-623-94120-1-2. 
  2. ^ Hadrawi, Muhlis (2017). "Bangkala dan Binamu: Suatu Kajian Naskah Lontara' Dalam Sosial-Politik Jeneponto Kuno" (PDF). Etnosia: Jurnal Etnografi Indonesia. 2 (2): 132. 
  3. ^ Rijal, S., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pulau Libukang Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 40. ISBN 978-623-94120-0-5. 
  4. ^ Rijal, S., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Tanjung Mallasoro Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 40. ISBN 978-623-94120-3-6. 
  5. ^ Arifin, M., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Jeneponto Tahun 2018-2033 (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 39. ISBN 978-602-51991-9-6. 
  6. ^ Arifin, M., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pantai Tamarunang Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 41. ISBN 978-623-94120-5-0. 
  7. ^ Nasruddin, dkk. Sejarah dan Budaya Lokal dari Sulawesi sampai Bima (PDF). Jakarta Pusat: Gunadarma Ilmu. hlm. 418. ISBN 978-602-1347-45-4. 
  8. ^ Irsan R., dan Talli, A. H. (2021). "Tradisi Je'ne-Je'ne Sappara Di Desa Balangloe Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto Perspektif Hukum Islam". Shautuna. 2 (3): 645.