KPH.Suryakusuma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

KPH. Suryakusuma terlahir dengan nama kecil BRM. Samekto pada tanggal 9 Oktober 1873 adalah putera pertama dari permaisuri KGPAA Mangkunegara V yang notabene adalah kakak dari RMA. Suryasuparta. Keberadaannya sebagai seorang Pangeran yang memiliki hak waris terhadap tahta Mangkunegaran menjadi pekerjaan rumah yang misterius berhubung segala hal yang bersangkut paut dengan kedudukannya sebagai pewaris tahta tidak ditemukan dalam literatur secara memadai. Ketika KGPAA Mangkunegara V wafat, KPH. Suryakusuma berusia 23 tahun, suatu usia yang tidak dibilang sebagai remaja lagi.

Sebagai cucu dari KGPAA Mangkunegara IV, KPH Suryakusuma selalu mengikuti kakeknya sewaktu KGPAA Mangkunegara IV memberikan ajaran-ajarannya.

Pewaris Tahta Kerajaan[sunting | sunting sumber]

Tidak adanya literatur yang secara umum diketahui apalagi dicetak menjadikan sesuatu yang ditengarai sebagai suatu kemisteriusan lambat laun mengemuka di areal publik. Perebutan, pergeseran dan pelenyapan para pesaing serius dalam blantika kekuasaan Jawa sebenarnya sudah bukan barang baru karena sudah menjadi rahasia umum yang mengharuskan masyarakat untuk berdiam menerima apa adanya segala informasi yang datang dari kelas penguasa. Para kelas penguasa pada sisi tataran tertentu memang membutuhkan dukungan dan legitimasi bagi jabatan dan kekuasaan yang dipegangnya dan untuk hal ini mereka dengan tangkas dan lihay melakukan intervensi dan hegemoni terhadap wacana dalam masyarakat beserta manipulasinya aneka informasi.

Dalam beberapa literatur yang beredar sebagai journal atau berita dalam media cetak, sepeninggal kematian Mangkunegara V yang misterius, sang raja digantikan oleh adiknya menjadi Mangkunegara VI. Keterangan dari juru kunci Astana Nayu yang sempat beredar di media cetak bahwa putera mahkota meninggal semasa kecil, mungkin dapat dipahami karena keterbatasan informasi namun informasi ini tidak menutup kemungkinan adanya salah paham dan pengetahuan yang serba terbatas yang berimbas menjadi suatu keyakinan yang dianggap benar.

Hubungan Mangkunegara VI dengan putera putera kakaknya sedikit banyak dapat dilihat dari kesaksian Partini putri sulung Mangkunegara VII yang lahir di istana Mangkunegaran. Kalau hubungan antara paman dan keponakan tidak harmonis, secara logika dapat dipastikan bahwa yang berkaitan dengan keponakannya pasti dikenakan larangan. Kenyataan adalah lain.

Gelar Pangeran[sunting | sunting sumber]

Sebagai sebuah nama yang melengkapi gelar bangsawan dalam kedudukannya, Suryakusuma merupakan nama yang pernah dipergunakan oleh para leluhur Mangkunegaran seperti; Amangkurat IV, Mangkunegara I, Pangeran Arya Mangkunegara yang kesemuanya menunjukan suatu penjenjangan bagi yang bersangkutan untuk menjadi Raja.

Sebagai putera laki laki yang sulung dari Mangkunegara V, KPH. Suryakusuma sewaktu ayahandanya meninggal belum menjadi Pangeran Prangwadana atau putra mahkota. Sebagaimana biasanya sebagai calon penerus Prangwadana, KPH. Suryakusuma dikirim ke negeri Belanda untuk belajar bersamaan dengan misi kesenian, sebagai calon penerus trah Mangkunegaran, KPH Suryakusuma menggemari hal yang berhubungan dengan sejarah dan kebudayaan. Di Belanda, ia bertemu dengan wanita Belanda, Catharina Bertha yang akhirnya menjadi istrinya.

Kontroversi Tahta Adipati[sunting | sunting sumber]

Bergesernya tahta Adipati dari Mangkunegara V ke Mangkunegara VI adalah pekerjaan rumah publik yang tetap menyimpan suatu misteri. Seolah olah riwayat pergantian Mangkunegara III ke Mangkunegara IV menjadi terulang kembali. Keduanya kakak beradik dengan perbedaan kalau yang pertama adalah kakak beradik kandung sedang yang kedua belakangan adalah kakak beradik sepupu.

Keberadaan kakak beradik dalam suatu kerajaan pada akhir abad 18 menjadi suatu fenomena yang lepas dari pantauan padahal disini sebenarnya dapat dicermati dengan saksama bahwa faktor Belanda yang bermain di tengah tengah kemelut kekuasaan dan politik Jawa tidak bisa ditinggalkan begitu saja.Di Kasunanan, Kasultanan dan di Mangkunegaran trend kakak beradik silih berganti memegang pemerintahan mulai muncul dipermukaan.

Belanda sebagai kekuatan perusak dalam tatanan politik Jawa selalu mendapatkan partner dari kalangan Jawa yang handal dan senantiasa sukses dalam mencapai target penggulingan-penggulingan berkedok. Dimana tempat di dunia ini dalam suatu sistem kerajaan, kendali suatu kerajaan/negara tidak semata-mata hanya terbatas pada diri raja. Disamping sang raja ada yang nama nya Patih atau Pedana Menteri yang memiliki kewenangan dalam mengatur tata pemerintahan dan menjadi tangan kanan dari sang Raja.

Tatanan kerajaan sebagaimana disebutkan oleh Mangkunegara III bahwa Mangkunegaran sudah ditata "Kados Adeging Praja Ingkang Sejati" ini menunjukan bahwa Mangkunegaran pada zaman Mangkunegara V sudah menjalankan sistem tata pemerintahan seperti kraton lain yang memberdayakan peran sentral dari seorang Patih. Adanya pembagian Patih Njaba dan Patih nJero, ini adalah pertanda bahwa aturan suksesi di Mangkunegaran sudah tertata dengan saksama.

Suatu pertanyaan " Mengapa KPH Suryakusuma tidak menggantikan ayahandanya sebagai Mangkunegara VI?" Terhadap hal ini adalah suatu kelayakan untuk meninjaunya pada sekitar teori "hasrat kekuasaan" yang selalu menjadi gejolak segitiga kekuatan dalam memperebutkan objek yang sama (Lihat: Pangeran Sambernyawa, Benturan Kekuatan Dalam perebutan Tahta Mataram 1718-1757, Jakarta 2011).

Aktivitas Pergerakan[sunting | sunting sumber]

Sebagai putera tertua Mangkunegara V, ayahnya mengirimkannya untuk belajar di negeri Belanda bersamaan dengan pengiriman duta kesenian ke negeri Kincir Angin.

Referensi[sunting | sunting sumber]