Jurnalisme lingkungan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jurnalisme lingkungan merupakan pengumpulan, verifikasi, produksi, distribusi, dan pameran informasi mengenai peristiwa terkini, tren, dan isu-isu yang terkait dengan dunia non-manusia.[1]

Prinsip jurnalisme lingkungan hidup sama dengan prinsip jurnalisme lainnya, yang menjadi pembeda adalah isu sentral dalam pemberitaan.

Jurnalisme lingkungan hidup menitikberatkan peliputan dan produksi teks berita pada realitas lingkungan hidup seperti kerusakan lingkungan akibat tangan manusia, kearifan lokal, konservasi limbah, penggunaan sumber daya alam.

Sehingga memahami jurnalisme lingkungan sebagai jurnalisme konvensional lainnya yang harus taat etika dan menyampaikan fakta tetapi bertitik tekan pada kasus lingkungan hidup dan sadar etika lingkungan hidup.[2]

Jurnalisme lingkungan baik berita dan jurnalis wajib memiliki materi pengetahuan tentang lingkungan dan nilai budaya dari masyarakat atau kasus lingkungan tersebut.

Jurnalisme lingkungan tidak sekedar mempelajari melalui teori atau hanya mengikuti arahan dan kursus. Karena jurnalisme lingkungan memerlukan kepekaan, pembelajaran khusus, dan keahlian tertentu dalam memberitakan persoalan-persoalan lingkungan secara profesional.[3]

Jurnalisme lingkungan diharapkan dapat mengangkat fakta dan memberi banyak masukan bagi solusi persoalan lingkungan.

Peran masyarakat dalam mengatasi persoalan lingkungan sangat penting untuk diangkat oleh jurnalisme lingkungan.[4]

Perkembangan jurnalisme lingkungan juga memungkinkan orang untuk aktif dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan dengan melalui ekonomi dan keuntungan lainnya.

Konstruksi Kepentingan[sunting | sunting sumber]

Karya jurnalisme sangat dominan dalam bentuk teks berita, baik dalam karya cetak (media cetak),elektronik (audio dan audio visual) hingga dalam bentuk online. Secara tampilan dan gaya penulisan mempunyai kekhasan dan karakteristik tersendiri, tetapi secara isu sering mempunyai similaritas dari ketiga tipikalnya. Namun, yang menjadi perhatian utama adalah teks berita sebagai karya utama jurnalisme tadi; sebab perlu diakui karya jurnalisme adalah realitas kedua.[5]

Dalam bahasa sederhana seperti pendapat Eriyanto, bahwa karya jurnalisme lewat teks berita mengalami proses konstruksi yang sarat kepentingan. Dari hasil produksi teks berita inilah, media massa terkadang terlalu “berlebihan” dalam mengapresiasi tuntutan khalayak sebagai sumber informasi.

Hal ini sering dikatakan sebagai orientasi media massa dimana dapat kita petakan dengan menilai news value (nilai berita) dari sebuah teks berita di media massa. Untuk itu akan sangat memudahkan memulai sebuah penilaian terhadap teks berita ketika berupaya memahami ukuran serta elemen yang digunakan oleh media massa dalam menilai sebuah peristiwa.

Elemen ini berhubungan dengan orientasi media dengan khalayaknya. Menurut Shoemaker dan Reese, nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak yang merupakan prosedur standar peristiwa apa yang bisa disebarkan kepada khalayak.[6]

Nilai Berita[sunting | sunting sumber]

Nilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan yang dianggap ideologi profesional wartawan dimana memberi prosedur bagaimana peristiwa yang begitu banyak disaring dan ditampilkan. Secara Umum, nilai berita dapat dipecah sebagai berikut:

  1. Prominance : nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya
  2. Human Interest : peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu lebih banyak mengandung unsur haru, sedih, dan menguras emosi khalayak.
  3. Conflict/Controversy : peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa biasa-biasa saja.
  4. Unusual  : berita mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi.
  5. Proximity  : peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosional dengan khalayak.

Standar Utama[sunting | sunting sumber]

Standar utama dari konstruksi atas realitas dari karya jurnalisme termasuk dalam menyajikan pemberitaan bertema lingkungan hidup. Hal ini yang sering menghasilkan kontraproduktif ketika dibenturkan dengan etika jurnalisme secara umum. Orientasi yang berbeda dari kedua aspek harapan pasar dan kewajiban taat etika menghasilkan karya jurnalisme menghasilkan keberpihakan cenderung pada pasar, karena lebih berlandas keberlanjutan dari institusi pencetak karya jurnalisme sendiri. Dalam bahasa media sering dianalogikan sebagai rating dan oplah demi kelanggengan institusi media.[7]

Hal ini juga sejalan dengan kondisi pada jurnalisme lingkungan hidup. Wacana pemberitaan berita lingkungan dipengaruhi oleh kombinasi faktor spatial, temporal dan kultural. Pada pemberitaan lingkungan hidup, hal ini dapat kita lihat secara mudah. Sebagai contoh; peliputan bencana yang hadir sebagai drama kehidupan yang penuh darah dan gelimpangan ketimbang menghadirkan liputan berisi data mengenai konten bencana.[8]

Banyak sekali kesalahan data dengan menghadirkan prediksi-prediksi yang sering tanpa dasar, bahkan berlomba- lomba memberikan berita non faktual yang lebih tidak jelas sumbernya. Hal ini diperparah dengan masuknya infotainment dalam mengeksploitasi berita tentang lingkungan hidup terutama bencana.

[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Media, Culture And The Environment". Routledge & CRC Press (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-05-23. 
  2. ^ "Mengenal Jurnalisme Lingkungan Hidup | UGM PRESS - Badan Penerbit dan Publikasi Universitas Gadjah Mada". UGM Press (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-05-23. 
  3. ^ Yanuary, Dina Aqmarina; Gumilar, Gumgum (2018). "Konstruksi Realitas Wartawan Pikiran Rakyat Mengenai Pengarusutamaan Isu Lingkungan". Jurnal Kajian Jurnalisme (dalam bahasa Inggris). 1 (2). doi:10.24198/jkj.v1i2.21341. ISSN 2549-1946. 
  4. ^ Agustina, Dwi Pela (2019-03-12). "Integritas Aktivis Lingkungan Hidup dalam Mewujudkan Jurnalisme Lingkungan Hidup yang Berkualitas". Calathu: Jurnal Ilmu Komunikasi (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 9–22. doi:10.37715/calathu.v1i1.773. ISSN 2656-8519. 
  5. ^ Yanuary, Dina Aqmarina; Gumilar, Gumgum (2018). "Konstruksi Realitas Wartawan Pikiran Rakyat Mengenai Pengarusutamaan Isu Lingkungan". Jurnal Kajian Jurnalisme (dalam bahasa Inggris). 1 (2). doi:10.24198/jkj.v1i2.21341. ISSN 2549-1946. 
  6. ^ Yanuary, Dina Aqmarina; Gumilar, Gumgum (2018). "Konstruksi Realitas Wartawan Pikiran Rakyat Mengenai Pengarusutamaan Isu Lingkungan". Jurnal Kajian Jurnalisme (dalam bahasa Inggris). 1 (2). doi:10.24198/jkj.v1i2.21341. ISSN 2549-1946. 
  7. ^ Trijono, Lambang (2011-11-01). "Reaktualisasi Politik Demokrasi: Politik Agensi dan Revitalisasi Kelembagaan Demokrasi". Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (dalam bahasa Inggris). 15 (2): 93–110. doi:10.22146/jsp.11387. ISSN 2502-7883. 
  8. ^ Iqbal, Muhamad; Saefullah, Ujang; Muchtar, Khoiruddin (2020-06-28). "Penerapan Jurnalisme Lingkungan Detik.com: Studi Kasus Berita Matinya Ikan Paus di Wakatobi". Warta Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (dalam bahasa Inggris). 3 (01): 34–44. ISSN 2686-0724.