Hewan melata dalam Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hewan melata dalam Islam disebutkan dalilnya dalam Al-Qur'an dan Hadis. Penyebutannya sebanyak 6 kali dalam Al-Qur'an dengan istilah dābbah atau ad-dawāb. Sementara dalam hadis, hewan melata menjadi pertanda azab bagi sebuah umat dari Bani Israil dan sebagai salah satu pertanda dimulainya hari kiamat.

Dalil[sunting | sunting sumber]

Al-Qur'an[sunting | sunting sumber]

Berbagai jenis hewan di dalam Al-Qur'an disebut dengan dābbah yang merupakan kata turunan dari ad-dawāb. Kata ad-dawāb merupakan kata umum untuk menyatakan hewan melata.[1] Penyebutan hewan melata di dalam Al-Qur'an sebanyak enam kali yakni pada Surah Al-Hajj ayat 18, Surah An-Nur ayat 45, Surah Fatir ayat 28, Surah Asy-Syura ayat 29, Surah Al-Jasiyah ayat 4, dan Surah Hud ayat 6.[2]

Di dalam Al-Qur'an, pembahasan tentang ciri dan bentuk hewan dinyatakan dalam Surah An-Nur ayat 45. Ayat ini berisi pernyataan awal bahwa Allah menciptakan segala jenis hewan dari bahan dasar penyusun berupa air.[3] Kelanjutan ayat kemudian membahas mengenai beragam jenis hewan termasuk hewan yang berjalan dengan perutnya.[4] Tafsir Al-Mukhtasar mengartikan berjalan di atas perut pada ayat sebagai sebuah perumpamaan terhadap hewan melata secara umum.[5]

Penyebutan hewan melata di dalam Al-Qur'an hanya dalam bentuk kawanan tanpa menyebutkan nama hewan secara spesifik. Ayat yang mewakilinya adalah Surah Asy-Syura ayat 29.[6] Dalam Surah Fatir ayat 28, hewan melata disebutkan bersama dengan hewan ternak.[7]

Pemberitaan[sunting | sunting sumber]

Azab bagi Bani Israil[sunting | sunting sumber]

Sebuah hadis dari Abdurrahman bin Hasnah menjelaskan bahwa Muhammad menjelaskan tentang pengazaban satu umat Bani Israil yang diubah menjadi hewan melata di tanah. Penjelasan ini disebutkan dalam hadis riwayat Ahmad bin Hanbal, Ibnu Hibban dan Ath-Thahawi. Dinyatakan bahwa pengazaban ini dikisahkan ketika Sahabat Nabi memasak dhab. Akhirnya, Muhammad memerintahkan untuk membuang masakan dhab tersebut karena takut bahwa hewan melata yang dimaksud adalah dhab.[8]

Salah satu pertanda hari kiamat[sunting | sunting sumber]

Sebuah hadis dari Abudllah bin Amr bin Ash menyatakan bahwa tanda paling awal dari dimulainya hari kiamat ialah terbitnya Matahari dari arah barat. Hadis ini riwayatkan dalam banyak perawi termasuk Imam Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[9] Kemudian tanda berikutnya ialah keluarnya seekor hewan melata dari dalam Bumi. Tanda ini disiratkan dalam Surah An-Naml ayat 82. Hewan melata ini akan mengatakan bahwa manusia dahulu tidak tidak meyakini ayat-ayat Allah. Ada pendapat yang menyatakan bahwa lokasi keluarnya hewan melata ini di tengah padang pasir dan ada pula yang berpendapat bahwa ia keluar dari Bukit Shafa di Makkah.[10]

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, menyebutkan bahwa bersama hewan melata ini terdapat cincin milik Nabi Sulaiman dan tongkat milik Nabi Musa. Kedua benda ini menjadi pembeda antara orang kafir dan orang mukmin bagi penduduk yang tinggal dekat dengan genangan air. Cincin Nabi Sulaiman mengekang hidung orang kafir, sementara tongkat Nabi Musa mencerahkan wajah orang mukmin.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ LPMAQ dan LIPI 2012, hlm. 9.
  2. ^ LPMAQ dan LIPI 2012, hlm. 27.
  3. ^ Muchtaromah, dkk. 2020, hlm. 1.
  4. ^ Muchtaromah, dkk. 2020, hlm. 1-2.
  5. ^ Muchtaromah, dkk. 2020, hlm. 21-22.
  6. ^ LPMAQ dan LIPI 2012, hlm. 25.
  7. ^ LPMAQ dan LIPI 2012, hlm. 20.
  8. ^ Muchtaromah, dkk. 2020, hlm. 46.
  9. ^ Kafi 2016, hlm. 180.
  10. ^ a b Kafi 2016, hlm. 181.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]