Harimau jawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 April 2013 09.30 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 35 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q200381)
Harimau Sunda
Foto Harimau Sunda yang diambil pada tahun 1938

Kritis, kemungkinan punah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Subspesies:
P. t. sondaica
Nama trinomial
Panthera tigris sondaica
Peta wilayah Harimau Sunda
Seekor harimau Sunda ditembak di Malingping, Lebak (tahun 1941)

Harimau Sunda adalah jenis harimau yang hidup di Kepulauan Sunda. Harimau ini dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Ada kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini. Terakhir kali ada sinyalemen dari harimau Sunda ialah pada tahun 1972. Pada tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Pada tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverfikasi.[1] [2]

Faktor yang dianggap menjadikan Harimau Sunda punah adalah kerusakan habitat akibat tekanan penduduk dan perburuan intensif pada awal abad ke-20.

Di akhir tahun 1998 telah diadakan Seminar Nasional Harimau Sunda di UC UGM yang berhasil menyepakati untuk dilakukan "peninjauan kembali" atas klaim punahnya satwa ini. Hal tersebut karena bukti-bukti temuan terbaru berupa jejak, guratan di pohon, dan rambut, yang diindikasikan sebagai milik harimau Sunda. Secara mikroskopis, struktur morfologi rambut harimau Sunda dapat dibedakan dengan rambut Macan Tutul. Oleh karena itu hingga sekarang masih dilakukan usaha pembuktian eksistensi satwa penyandang status punah ini.

Rampokan macan (litografi berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard)

Di akhir abad ke-19, harimau ini masih banyak berkeliaran di Pulau Jawa. Pada tahun 1940-an, harimau Sunda hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil. Ada usaha-usaha untuk menyelamatkan harimau ini dengan membuka beberapa taman nasional. Namun, ukuran taman ini terlalu kecil dan mangsa harimau terlalu sedikit. Pada tahun 1950-an, ketika populasi harimau Sunda hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman Nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun kemudian angka ini kian menyusut. Pada tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau yang tinggal di Taman Nasional Meru Betiri. Walaupun taman nasional ini dilindungi, banyak yang membuka lahan pertanian disitu dan membuat harimau Sunda semakin terancam dan kemudian diperkirakan punah pada tahun 80-an.

Harimau Sunda mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari pada Harimau Sumatera dan Harimau Bali. Harimau Sunda jantan mempunyai berat 150-200 kg dan panjangnya kira-kira 2.50 meter. Betina berbobot legih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan. Besar tubuh harimau Sunda ini diduga karena adanya kompetisi dengan macan tutul dan ajak. Disamping itu ada hukum: semakin menjauhi garis Khatulistiwa maka ukuran tubuh harimau akan semakin besar, kecuali harimau bali.

Di samping harimau Sunda, ada dua jenis harimau yang punah di abad ke-20, yaitu Harimau Bali dan Harimau Kaspia. Secara biologis, harimau Sunda mempunyai hubungan sangat dekat dengan harimau bali. Beberapa ahli biologi bahkan menyatakan bahwa mereka adalah satu spesies. Namun, banyak [siapa?] juga yang membantah pernyataan ini.[butuh rujukan]

Penelitian terakhir

Sensus terakhir tentang keberadaan harimau Sunda dilakukan selama 1 tahun, yaitu sejak tahun 1999-2000. Survey selama 12 bulan ini berlangsung di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, atas permintaan langsung kepala taman nasional, Indra Arinal, dan didukung oleh direktur konservasi flora dan fauna, Ir. Koes Saparjadi, karena adanya laporan dari beberapa orang staf taman nasional serta warga setempat yang menduga bahwa harimau Sunda masih ada.

Sebanyak 12 staf taman nasional dilatih dengan dibekali 20 unit kamera, selain itu juga mendapat bantuan dari yayasan "The Tiger Foundation" berupa 15 unit kamera infra merah dalam rangka memfasilitasi upaya sensus.

Hasil sensus mengatakan: Tidak ada harimau Sunda, hanya sedikit mangsa, banyak pemburu liar.[3]

Referensi

Lihat pula