Gulden Hindia Belanda
Gulden Hindia Belanda | |
---|---|
Nederlands-Indische gulden | |
ISO 4217 | |
Kode | IDR |
Denominasi | |
Subsatuan | |
120, kemudian 100 | sen |
Uang kertas | |
Sering digunakan | ½ gulden, 1 gulden, 2½ gulden, 5 gulden, 10 gulden, 25 gulden, 50 gulden, 100 gulden. |
Uang koin | |
Sering digunakan | ½ sen, 1 sen, 2½ sen, 1/10 gulden, 1/4 gulden |
Jarang digunakan | 5 sen (hingga 1922), ½ gulden (hingga 1834), 1 gulden (hingga 1840) |
Demografi | |
Pengguna | Hindia-Belanda |
Emisi | |
Bank sentral | Javasche Bank |
Gulden Hindia-Belanda (Belanda: Nederlands-Indische gulden ) adalah mata uang yang digunakan Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Satuan
Koin yang dipakai adalah:
Nilai | Dari | Sampai |
---|---|---|
1/2 sen | 1856 | 1945 |
1 sen | 1855 | 1945 |
2 1/2 sen | 1856 | 1945 |
5 sen atau 1/20 gulden | 1854 | 1922 |
1/10 gulden | 1854 | 1945 |
1/4 gulden | 1826 | 1945 |
1/2 gulden | 1826 | 1834 |
1 gulden | 1821 | 1840 |
Setelah tahun 1912, Hindia juga pernah memiliki mata uang 1 gulden sebagai standar. Seperti di Belanda, itu juga gouden tientje (10 gulden emas). Uang kertas yang beredar adalah ½, 1, 2½, 5, 10, 25, 50 dan 100 gulden.
Sejarah
Pada masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), Nusantara sudah memiliki mata uang sendiri. Di masa Republik Batavia dan Kerajaan Holland, Nusantara menggunakan 1 gulden = 20 stuiver yang masing-masing senilai 4 duiten. Akibat inflasi, nominasi jatuh menjadi 1 gulden = 30 stuiver = 120 duiten. Pada tahun 1833, diputuskan bahwa satuan duiten tak lagi digunakan dan sebagai gantinya adalah 1 gulden = 120 sen. Lalu pada tahun 1854, nilai 1 gulden = 100 sen.
Sumatera dan Jawa memiliki mata uang sendiri: dolar Sumatera (hingga tahun 1824) dan rupiah Jawa (hingga tahun 1816). Namun, selama bertahun-tahun terjadi kekurangan uang karena tiadanya uang yang segera tersedia. Di Hindia-Belanda juga banyak uang logam Belanda yang beredar. Jumlah ini meningkat setelah pada tahun 1854 diketahui bahwa mata uang Belanda juga banyak di Hindia. Dari tahun itu pulalah dimulai pengendalian terhadap gulden Hindia yang lebih banyak.
Gulden yang menggambarkan Ratu Wilhelmina dengan rambut tergerai ditarik dari peredaran karena tak pantas bagi seorang puteri digambarkan seperti itu. Semasa penjajahan Jepang, gulden masih dicetak dalam bahasa Belanda. Tertulis pada uang tersebut De Japansche regering (berarti: "pemerintah Jepang"). Pada tahun 1944, rupiah Hindia-Belanda (dibagi-bagi dalam 100 sen) diperkenalkan, namun setelah perang diganti.
Setelah kemerdekaan Indonesia, mata uang pertama yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah RI adalah Oeang Repoeblik Indonesia, yang kemudian digantikan oleh rupiah. Hal itu menggantikan gulden selama-lamanya. Namun, Belanda menginginkan gulden sebagai mata uang digunakan kembali dan pada tahun 1946 dicetaklah uang kertas: 5, 10, 25, 50, 100, 500 dan 1000 gulden oleh Javasche Bank (yang juga disebut rupiah). Pada tahun 1948, uang kertas terakhir senilai ½, 1 dan 2½ gulden dicetak.
Hal serupa kelak terjadi pula di Papua Belanda. Setelah masuk wilayah Indonesia, mata uangnya juga diubah dari gulden menjadi rupiah.