Gong Sekati Cirebon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bangunan Mande Karesmen pada kompleks keraton Kasepuhan terlihat para Wiyaga (penabuh gamelan) sedang berdiskusi disela-sela prosesi penabuhan gong Sekati pada Idul Fitri 2014, dari jajaran Wiyaga terlihat Ki Waryo (anak dari Ki Empek) duduk paling kanan, Ki Adnani dan kemudian Ki Encu

Gong Sekati Cirebon (bahasa Indonesia: gamelan Sekati Cirebon) merupakan satu buah set alat musik yang pergunakan di wilayah budaya Cirebon dan sekitarnya yang biasanya terdiri dari bonang, gong dan lainnya. Keberadaan Gong Sekati di Cirebon sangat erat kaitannya dengan dakwah dan syiar Islam.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pangeran Sulaeman Sulendraningrat dalam bukunya Sejarah Cirebon menjelaskan bahwa setelah wafatnya Pangeran Sebrang Lor (Sultan Demak kedua) pada tahun 1521,[1] Ratu Ayu, putri Sunan Jati (Sultan Cirebon kedua) dan istri dari Pangeran Sebrang Lor (Sultan Demak kedua) kemudian membawa gamelan dakwah yang disebut "Sukahati" (bahasa Indonesia: kebahagian karena ikhlas) ke wilayah Cirebon dari Demak sebagai benda untuk mengenang mendiang suaminya. Budayawan Cirebon meyakini bahwa Gong Sukahati (bahasa Indonesia: gong Sekati) merupakan alat musik gamelan dakwah pertama yang dibawa masuk ke Cirebon dari Demak.[2] Sementara Cirebon sudah memiliki gamelan dakwahnya sendiri disaat yang sama.

Gong Sekati dan syiar Islam[sunting | sunting sumber]

Gong Sekati erat kaitannya dengan syiar Islam terutama pada masa Wali Sanga sebut saja satu diantaranya adalah Gong Sukahati (bahasa Indonesia: gamelan Sekati), di masa lalu masyarakat Cirebon banyak yang ingin melihat pertunjukan gong Sekati dikarenakan gong (bahasa Indonesia: gamelan) merupakan kesenian yang sangat diminati, diceritakan bahwa pada masa tersebut para wali memperkenankan masyarakat untuk melihat pertunjukan gong sekati dengan syarat membaca dua kalimat syahadat terlebih dahulu tanpa harus diyakini isinya, setelah masuk pada pagelaran gong sekati masyarakat kemudian diperkenalkan dengan dunia Islam melalui lakon-lakon (bahasa Indonesia: Cerita) yang dibawakan, pada babak yang disertai lakon inilah para wali menjelaskan tentang Islam, Keislaman dan inti dari ajarannya, bagi masyarakat yang kemudian menemukan kecocokan dengan ajaran Islam dan memutuskan untuk memeluk agama Islam, mereka kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat dengan penuh pemaknaan bahwa tuhan yang menaungi alam semesta hanya ada satu saja yaitu Allah swt dan nabi Muhammad diutus sebagai rasulnya bagi seluruh umat manusia.

أشهد أن لا اله الا الله وأشهد ان محمد رسول
Asyhadu an-laa ilaaha illallaah Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah
Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah.

Pendekatan ini dilakukan untuk memenuhi unsur syariah bahwa tidak boleh memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam dan yang diperbolehkan adalah mengajarkan perihal keislaman kepada mereka. sesuai dengan keterangan dari Al-qur'an dan Hadist.

لَا إكْرَاه فِي الدِّين قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْد مِنْ الْغَيّ
Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan
(QS. Al Baqarah: 256)

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Apakah kalian tidak mentadabburi (mengkaji) Al Qur’an? Andaikan Al Qu’an bukan diturunkan dari sisi Allah, tentu akan banyak pertentangan di dalamnya
(QS. An Nisa: 82)

كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِىٌّ يَخْدُمُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَرِضَ ، فَأَتَاهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُهُ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ « أَسْلِمْ » . فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهْوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَسْلَمَ ، فَخَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Dia duduk di dekat kepalanya, lalu dia mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.
(HR. Bukhari no. 1356)

Pemaknaan bahwa mereka yang telah memutuskan untuk memeluk Islam adalah orang-orang telah tercerahkan dan kelak akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat inilah yang selaras dengan makna nama Sukahati tersebut yang berarti (kebahagiaan karena ikhlas)

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Muljaya, Prof. DR Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
  2. ^ Sulendranigrat, P.S. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka