Gintangan, Blimbingsari, Banyuwangi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gintangan

Kantor Desa Gintangan
Peta lokasi Desa Gintangan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenBanyuwangi
KecamatanBlimbingsari
Kode pos
68462
Kode Kemendagri35.10.25.2004
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²


Gintangan adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

Desa Gintangan dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Rogojampi. Kemudian saat pemekaran diresmikan pada 9 Januari 2017 maka Desa Gintangan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Blimbingsari.

Pembagian wilayah[sunting | sunting sumber]

Desa Gintangan terdiri dari 4 dusun, yaitu:

  • Dusun Gumukagung
  • Dusun Kedungbaru
  • Dusun Kedungsari
  • Dusun Krajan

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Gintangan, nama sebuah desa di Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang. Berawal dari sebuah dukuh yang sudah berdiri sebelum Perang Semesta Blambangan di Bayu (1771-1774), Gintangan telah ada jauh sebelumnya.

Menurut cerita rakyat, Gintangan berasal dari nama ‘Gontang' dan disebut menjadi ‘Gontangan’, yang memiliki arti Bumbung Bambu untuk wadah air. Yakni wadah air yang digunakan oleh tokoh bernama Sulung Agung.

Dalam cerita itu, Sulung Agung adalah seorang pelarian Perang Bayu yang kemudian bersembunyi dan menetap di hutan wilayah tersebut. Saat babat alas, dia memakai bumbung bambu yang oleh masyarakat setempat disebut Gontang untuk mengambil air di sebuah sungai.

Jika cerita rakyat tersebut benar, maka Gintangan yang diyakini berasal dari kata Gontang, baru ada pasca Perang Bayu tahun 1771-1774.

Menurut Kamus Bahasa Using Hasan Ali, secara topomini, nama Gintangan mirip dengan dua kata yang bermakna hampir sama. Yang pertama adalah kata ‘Gintungan’, yakni nama jenis pohon yang kayunya tahan air, Schleichera trijuga.

Jenis pohon inilah yang dulu diyakini banyak terdapat di lokasi tersebut. Adapun jika dihubungkan dengan cerita rakyat di atas, maka bambu Gontang bukan bambu asli daerah ini melainkan bambu yang dibawa oleh Sulung Agung yang berasal dari tempat lain.

Yang kedua, masih menurut Kamus Bahasa Using Hasan Ali, adalah kata ‘Gelintingan’ yang berarti Tiduran (berbaring, istirahat). Maknanya bisa dua hal, yakni tiduran (berbaring, istirahat) karena rakyat sudah sejahtera sehingga bisa beristirahat dengan tenang. Atau dapat diartikan beristirahat usai perang. Jika kemungkinan istirahat seusai perang, maka cerita rakyat diatas dapat dibenarkan bahwa tokoh Sulung Agung beristirahat di hutan ini usai perang Bayu.

Kita dapat melihat keterangan dalam Babad Tawangalun, Kerajaan Balambangan mengalami masa keemasannya. Rakyat dapat menikmati kedamaian dan kesejahteraan. Lahan-lahan pertanian baru dibuka sehingga hasil panen melimpah. Negeri Balambangan menjadi gemah ripah loh jinawi. Apakah karena itu rakyat sejahtera sehingga dapat tidur nyenyak dan makan kenyang?.

Masa pemerintahan Prabu Tawangalun II di Macanputih terjadi antara tahun 1655-1691. Dalam Suluk Balumbung disebutkan bahwa sepuluh tahun pertama adalah masa konsolidasi dan pembangunan kekuatan. Sementara pada tahun 1674-1676, tanah Jawa bagian barat saat itu sedang dilanda kemarau panjang dan gagal panen.

Sejarawan Belanda, De Graff menyatakan bahwa Jawa Timur khususnya Balambangan tidak mengalami bencana kelaparan seperti di Jawa Tengah (Mataram). Dikabarkan bahwa Balambangan dapat menjual beras dengan harga lebih mahal kepada kompeni.

Dari keterangan itu dapat disimpulkan bahwa pada masa Prabu Tawangalun II itulah Balambangan mencapai zaman kemakmuran dan rakyat bisa hidup sejahtera, makan kenyang dan tidur nyenyak. Maka dapat diperkirakan saat itulah tokoh Sulung Agung melakukan babat hutan dan mendirikan desa ini.

Lalu, siapakah nama asli dari tokoh Sulung Agung?, Secara bahasa, Sulung berarti yang tua atau yang pertama (anak pertama/tertua) yang bermakna pengarep (pemuka/pemimpin. Dan kata Agung tentu adalah karakternya sebagai Pemimpin Besar. Dengan demikian, Sulung Agung tentu bukan nama asli melainkan julukan dari seorang pemimpin besar kala itu yang memerintahkan pembangunan desa di hutan tersebut (kemungkinan juga desa-desa lainnya).

Kita boleh saja menebak-nebak siapa nama asli tokoh tersebut, yang jelas keturunannya tetap menjadi pemuka desa pada masa-masa selanjutnya.

Desa Gintangan sudah ada 98 Tahun sebelum perang Bayu dan diperkirakan sudah ada sejak zaman keemasan kerajaan Balambangan tahun 1655-1691.

Desa Gintangan diperkirakan telah berdiri pada tahun 1655 bersamaaan dengan dibukanya Alas Sudimara menjadi desa Macanputih, atau pada tahun 1674-1676 saat Balambangan mencapai puncak kemakmurannya.

Spirit menyejahterakan rakyat seperti Sulung Agung merupakan karakter asli masyarakat Desa Gintangan dahulu dan akan terus menurun pada generasi sesudahnya hingga pada masa yang akan datang.

Oleh: M Hidayat Aji Wirabhumi, pemerhati sejarah Blambangan.

Hasil kajian dalam ‘Sarasehan Sejarah, Adat, dan Cagar Budaya Desa Gintangan, pada 24 Agustus 2018.

Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Lembaga pendidikan formal di Desa Gintangan adalah sebagai berikut:

  • SD Negeri 1 Gintangan
  • SD Negeri 2 Gintangan
  • MI Miftahul Huda Gumuk Agung Gintangan
  • MTs Gintangan

Pranala luar[sunting | sunting sumber]