Duampanua, Pinrang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Duampanua
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPinrang
Pemerintahan
 • CamatAndi Ikbal Babe Tanri.,S,Sos.,M.S.P
Populasi
 • Total50,226 jiwa
 • Kepadatan156,79/km2 (40,610/sq mi)
Kode Kemendagri73.15.06
Kode BPS7315070
Luas291.86km²
Desa/kelurahan10 desa
5 kelurahan

Duampanua adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Daerah ini juga merupakan kecamatan kedua terluas wilayahnya setelah Kec. Lembang dan kecamatan kedua dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Kec. Watang Sawitto menjadikan Duampanua salah satu kecamatan terbesar di Kab. Pinrang. Duampanua juga kaya akan SDA yang besar di wilayahnya, keberagaman penduduk juga sangat beragam di kecamatan ini. Pusat pemerintahan di tingkat kecamatan berada di Kel. Lampa dan pusat kegiatan terbesar masyarakat berada di Kel. Pekkabata. Di kecamatan ini juga terdapat bangunan bersejarah yaitu Saoraja Bola Camming Batulappa di Bungi yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Batulappa masa sebelum kemerdekaan dan sejarahnya tidak lepas dari Kecamatan Duampanua.

Sejarah Duampanua[sunting | sunting sumber]

Kecamatan Duampanua tidak lepas dari sejarah Akkarungngeng Ri Batulappa (Kerajaan Batulappa) 1665-1960, ketika Arung Batulappa Kesembilan naik tahta pada tahun 1665 yakni Puang Baso Puang Buttu Kanan generasi kesepuluh dari Tomanurung Palipada, masa itu Belanda telah meletakkan upaya penguasaannya di kerajaan-kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan sekarang, yang diawali dengan penandatangan Perjanjian Bongaya 18 November 1667 di Makassar antara Belanda yang diwakili Cornelis Spelman dengan I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangeppe Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla' Pangkana Sombayya Gowa XIV (Raja Gowa Ke 16).

Penandatanganan Perjanjian Bongaya (Bongaais Verdrag) 1667 tersebut, kelihatannya Belanda belum dapat menata Pemerintahannya sebagai wilayah jajahannya yang lain, karena munculnya perlawanan kerajaan-kerajaan lokal seperti perlawanan Batara Gowa I Sangkilang. Oleh karena itu, pengaruh langsung Belanda kepada Kerajaan-Kerajaan lokal Sulawesi Selatan termasuk Kerajaan Batulappa. ini berarti Kerajaan Batulappa sebuah kerajaan yang berdaulat, dalam mengurus pemerintahannya sendiri beliau memimpin Kerajaan Batulappa hingga 1700 hinga Arung memimpin di Batulappa sampai generasi ke-17 di tahun 1960. Baso Puang Buttu Kanan, sebagai Raja Kerajaan Batulappa, kawin dengan seorang perempuan keturunan Batulappa bernama Besse Pinrang, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama Puang Wellangrungi yang kelak menjadi Raja Kerajaan Batulappa yang kesepuluh.

Pada masa pemerintahan beliau, pusat kerajaan Batulappa yang sebelumnya terletak di gunung Tirasa di pindahkan ke Batulappa. Pada akhir abad ke XIX, kerajaan Batulappa dipimpin oleh Baso Puang Moseng Arung Temmate, Puang Baso adalah cucu Arung Batulappa ke 12 Puang Sompa Arung Batulappa dari perkawinannya dengan Fatima Enrekang, ibunya adalah Buku anak kandung Puang Sompa yang kawin dengan Datu Lanrisang dari Jampue. Ia memerintah di kerajaan Batulappa sebagai Raja ke 14 yang berpusat di Bungi.

Beliau dalam masa pemerintahannya berhasil memindahkan pusat Kerajaan Batulappa ke Bungi. Oleh karna itu, Baso Puang Moseng biasa dikenal dengan gelar Babae ri Batulappa dan Bulurompenna Bungi Pinrang. Bungi menjadi ibukota Kerajaan dari tahun 1840-1960.

Kantor Arung Batulappa beserta Saoraja dibangun di Bungi pada masa pemerintahan Andi Tanri Petta Arungnge Krg. Lolo Arung Batulappa XV. Di Bungi terdapat peninggalan Kerajaan Batulappa yakni Saoraja Camming/Saoraja Batulappa di Bungi.

Kemudian setelah proklamasi Republik Indonesia bersama dengan kerajaan kerajaan di Sulawesi Selatan Kerajaan Batulappa menyatakan bergabung kedalam Indonesia, dan daerah-daerah di indonesia yang masih berbentuk monarki menjadi dan diteruskan status sebagai daerah swapraja atau pemerintahan sendiri dari tahun 1945-1960.

Pada masa RI, wilayah daerah Swapraja Batulappa atau Kerajaan Batulappa menjadi bagian di dalam Negara Indonesia Timur yang merupakan Negara Bagian RIS. Pada masa kerajaan, Batulappa membawahi beberapa Distrik dan Lili' serta daerah-daerah di utara Distrik Bungi (ibukota swapraja) pada 23 November 1890-1945 Kerajaan Batulappa berbatasan dengan Sawitto (dipisahkan oleh Sungai Sadang) diselatan, Enrekang di timur, Selat Makassar dan Binuang dibarat.

Sekarang, bekas wilayah Swapraja Batulappa menjadi bagian Kabupaten Pinrang.

Wilayah[sunting | sunting sumber]

Kecamatan Dampanua pada awalnya merupakan tujuh kecamatan pertama sejak 1960 pembentukan Kabupaten Pinrang wilayah Kecamatan Duampanua merupakan bekas wilayah dari bekas Swapraja Batulappa. Seiring dengan perkembangan waktu dan untuk memenuhi pembangunan kemajuan daerah maka Kecamatan Duampanua dimekarkan menjadi:

  • Kecamatan Cempa
  • Kecamatan Batulappa

Pusat Pemerintahan Kecamatan[sunting | sunting sumber]

Ibukota Kecamatan berada di Kelurahan Lampa, kantor camat dan rumah jabatan camat berada di Lampa, sedangkan Pekkabata merupakan pusat ekonomi dan pusat kegiatan masyarakat, Pekkabata merupakan daerah kedua yang padat dan ramai setelah Kota Pinrang di Kecamatan Watang Sawitto.

Pemerintahan[sunting | sunting sumber]

Pemerintahan Kecamatan Duampanua meliputi dan membawahi atas 5 Kelurahan & 10 Desa

  • Kelurahan Lampa
  • Kelurahan Pekkabata
  • Kelurahan Tatae
  • Kelurahan Data
  • Kelurahan Bittoeng
  • Desa Bungi
  • Desa Massewae
  • Desa Kaballangang
  • Desa Katomporang
  • Desa Paria
  • Desa Maroneng
  • Desa Buttusawe
  • Desa Barugae
  • Desa Bababinanga
  • Desa Kaliang

Batas Wilayah[sunting | sunting sumber]

  • Disebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang
  • Disebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cempa & Kecamatan Patampanua
  • Disebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batulappa
  • Disebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Sebagai Daerah Swapraja[sunting | sunting sumber]

Batulappa yang sebelumnya meliputi wilayah di sebelah utara Kabupaten Pinrang sekarang, menjadi sebuah Daerah Swapraja dengan ibukota berada di Distrik Bungi (masa Swapraja 1945-1960) didalam lingkup Daerah Parepare, Negara Indonesia Timur.

Swapraja yang berarti daerah yang memiliki status ini dapat dan berhak mengurus pemerintahan sendiri dan sistemnya yang dapat dikelola dan diatur pemerintahannya sesuai dengan sistem pemerintahan lokal. Setelah kemerdekaan maka Batulappa kemudian menjadi dan diteruskan statusnya menjadi Daerah Swapraja Batulappa.

Tercatat dalam sejarah Batulappa bahwa ada tiga penguasa dari Swapraja Batulappa terhitung sejak Batulappa menjadi Zelfbestuur dari HindiaBelanda dan sekaligus Arung Batulappa yakni:

  1. I Tjoma Arung Batulappa 1875-1941 Petta Matinroe ri Bungi, Petta Cuma menandatangani Verklaring (Kontrak perjanjian dengan Belanda pada tahun 1891 dan menerima Verklaring dari Gubernur Jenderal Hindiabelanda Joannes Benedictus van Heutsz pada 19 Juli 1906
  2. Andi Tanri Petta ArungngE Karaeng Lolo, Petta Matinroe ri Bungi, Arung Batulappa XVI 1941-1945 (Zelfbestuurder Batoelapa di Bungi sejak 23 Juni 1941-1945), sebelumnya menjabat Sullewatang Batulappa dan Arung Malolo Batulappa (Putra Mahkota) di masa pemerintahan Nenek beliau, I Tjoma Arung Batulappa XV 1875-1941
  3. Andi Mangga Petta Matinroe ri Bungi, Arung Batulappa XVII 1945-2002

Hingga pembentukan Kabupaten Pinrang di tahun 1960, Swapraja Batulappa, Swapraja Sawitto, Swapraja Suppa, & Swapraja Kassa menjadi bagian dari kabupaten pinrang hingga sekarang, dan masa swapraja berakhir pada 1960.