Fleksibilitas Kognitif: Perbedaan antara revisi

Tambah pranala
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi selanjutnya →
Konten dihapus Konten ditambahkan
VisualTeks wiki
Hrara (bicara | kontrib)
442 suntingan
Dibuat dengan menerjemahkan halaman "Cognitive flexibility"
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 7 Maret 2022 08.58

Fleksibilitas kognitif adalah karakteristik pribadi yang ditandai dengan kemampuan mental dalam menyesuaikan diri dengan aktivitasnya, beralih ke tugas yang berbeda, mempertahankan beragam konsep dalam waktu bersamaan, dan internalisasi perhatian pada aktivitas tersebut.[1] Istilah fleksibilitas kognitif mengacu pada salah satu kontrol kognitif.[2] Karakteristik ini merupakan dasar saraf dari perilaku adaptif dan fleksibel. Beberapa dekade lalu, mayoritas tes fleksibilitas berpijak pada asumsi ini. Kini, fleksibilitas koginitif dipandang sebagai seperangkat karakter otak yang memfasilitasi peralihan yang fleksibel, tetapi relevan dengan kondisi fungsional otak yang dinamis.

Fleksibilitas kognitif bervariasi sepanjang hidup seseorang.[3] Kondisi tertentu seperti gangguan obsesif-kompulsif sangat terkait dengan penurunan fleksibilitas kognitif. Mengingat fleksibilitas kognitif ialah komponen penting dari sebuah pembelajaran,[4] maka akan berdampak pada proses pembelajaran itu sendiri.

Dua pendekatan umum yang dapat digunakan untuk mempelajari fleksibilitas kognitif berfokus pada kemampuan bawah sadar untuk berpindah tugas dan kemampuan sadar untuk mengalami peralihan kognitif. Metode pengukuran fleksibilitas kognitif meliputi: A-not-B task, Dimensional Change Card Sorting Task, Multiple Classification Card Sorting Task, Wisconsin Card Sorting Task, dan tes Stroop. Penelitian Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) menunjukkan bahwa bagian otak tertentu akan diaktifkan ketika seseorang melakukan tugas fleksibilitas kognitif. Bagian tersebut meliputi: korteks prefrontal (PFC), ganglia basal, korteks cingulate anterior (ACC), dan korteks parietal posterior (PPC).[5] Studi yang meneliti individu di berbagai rentang usia dan defisit tertentu mengungkapkan bagaimana fleksibilitas kognitif berkembang dan berubah di dalam otak.

Definisi

American Psychological Association (APA) mendefinisikan fleksibilitas kognitif sebagai sebuah kemampuan untuk menilai secara objektif dan bertindak secara fleksibel. Karakter ini juga menyiratkan kemampuan dalam beradaptasi dan berpikir secara terbuka.

Fleksibilitas kognitif bervariasi sepanjang hidup seseorang.[1] Para peneliti secara khusus menggambarkan fleksibilitas kognitif sebagai kemampuan untuk mengalihkan pemikiran dan perhatian seseorang ke tugas berbeda, yang biasanya terkait dengan perubahan aturan atau tuntutan.[6] Sebagai contoh, saat mengurutkan kartu berdasarkan aturan, anak akan dianggap fleksibel secara kognitif apabila ia berhasil untuk beralih dari pengurutan kartu berdasarkan warna ke pengurutan berdasarkan jenis objek yang ada pada kartu.

Secara luas, fleksibilitas kognitif digambarkan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan pemikiran dari situasi lama ke situasi baru dan beradaptasi dengannya.[7] [8] Oleh karena itu, seseorang yang mampu mengelola keyakinan atau kebiasaan yang dipegangnya, maka dapat dianggap fleksibel secara kognitif. Selain itu, fleksibilitas kognitif juga mengacu pada kemampuan seseorang dalam meninjau dua aspek dari suatu objek, ide, atau situasi di waktu yang bersamaan.[9] Seperti anak yang mampu mengurutkan kartu berdasarkan warna dan jenis objek pada kartu secara bersamaan, maka fleksibilitas kognitif dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan seseorang dalam memahami dan menyadari beragam kemungkinan pilihan dan alternatif secara serentak dalam situasi tertentu.[10]

Faktor kontribusi

Terlepas dari kekhususan definisi, para peneliti pada umumnya sepakat bahwa fleksibilitas kognitif adalah komponen fungsi eksekutif, kognisi tingkat tinggi yang melibatkan kemampuan seseorang dalam mengendalikan pikirannya.[11] Fungsi eksekutif mencakup beragam aspek kognisi, di antaranya: hambatan, memori, stabilitas emosional, perencanaan, dan organisasi pemikiran.[6] Sehingga, mereka yang lebih mampu menekan aspek stimulus dan berfokus pada aspek yang lebih penting maka mereka juga lebih fleksibel secara kognitif. Dalam hal ini, mereka lebih baik dalam hal merencanakan, mengatur, dan menggunakan strategi memori tertentu.

Fleksibilitas kognitif juga dipandang para penelitu sebagai sebuah komponen dari klasifikasi ganda, seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh psikolog Jean Piaget. Dalam tugas klasifikasi ganda, peserta (utamanya anak-anak yang telah atau sedang mengembangkan keterampilan ini) perlu menggolongkan objek dengan berbagai cara yang berbeda secara serentak.[12] Demikian pula, mereka perlu mengelola pemusatan pikiran, yakni kecenderungan anak kecil untuk berfokus pada satu aspek dan objek saja.[13] Sebagai contoh, ketika anak-anak masih belia, kemungkinan mereka hanya dapat fokus pada satu aspek (misal: warna objek) dan tidak dapat fokus pada kedua aspek tersebut (misal: warna dan jenis objek). Sehingga, peneltian menunjukan apabila seseorang terkonsentrasi dalam pemikirannya, maka ia kemungkinan tidak lebih fleksibel secara kognitif.

Penelitian telah menunjukkan bahwa kognitif terkait dengan kemampuan kognitif lainnya, seperti intelegensi. kecakapan membaca, dan pemahaman bacaan.[12] [14]

Intelegensi mengacu pada kemampuan pemecahan masalah dalam situasi baru dan memungkinkan adanya kemampuan penalaran yang baik. Saat seseorang mampu bernalar dengan baik, maka mereka cenderung fleksibel

secara kognitif. Terlebih-lebih, mereka yang fleksibel secara kognitif terbukti mampu beralih tugas berbeda, sementara secara bersamaan mereka berpikir mengenai bunyi dan makna yang akan meningkatkan kecakapan dan pemahaman membaca mereka. Selain itu, fleksibilitas kognitif juga terbukti berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Contohnya saja, saat seseorang mampu mengalihkan pikirannya dari satu situasi ke situasi lainnya, maka hal tersebut akan mengurangi rasa stres yang ditimbulkan oleh situasi terkait.[15]

Peneliti di bidang ini umumnya berfokus pada perkembangan fleksibilitas kognitif di rentang usia 3-5 tahun.[16] Walau begitu, keterampilan ini termasuk konsep yang dapat dipelajari di seluruh rentang usia maupun situasi yang berbeda.[3] Sehingga, dari sederhana hingga kompleksnya tugas, penelitian menunjukan ada rentetan perkembangan keterampilan ini dari bayi hingga dewasa.

Penilaian

Berbagai penilaian dapat membantu membedakan aneka tingkat fleksibilitas kognitif di rentang usia yang berbeda. Berikut merupakan tes yang lazim digunakan untuk menilai perkembangan fleksibilitas kognitif sesuai rentang usianya..

A-not-B task

Dalam A-not-B task, anak-anak diperlihatkan objek yang tersembunyi di lokasi A dalam jangkauan mereka. Kemudian, mereka diminta untuk mencari objek tersebut di lokasi dan mereka menemukannya. Kegiatan ini diulang beberapa kali di lokasi yang sama. Selanjutnya, dilakukan uji kritis di mana saat anak menonton, objek disembunyikan di lokasi B (lokasi kedua yang mudah dijangkau anak). Para peneliti sepakat bahwa jenis tes ini merupakan tes sederhana yang secara efektif mampu mengukur fleksibilitas kognitif di masa bayi.[16] [17]

Tugas Penyortiran Kartu Berdasarkan Perubahan Dimensi

Tugas Penyortiran Kartu Berdasarkan Perubahan Dimensi

Dalam Tugas Penyortiran Kartu Berdasarkan Perubahan Dimensi (Inggris: Dimensional Change Card Sorting Task, disingkat DCCS), anak diminta untuk mengurutkan kartu berdasarkan satu dimensi (misal: warna), lalu kemudian beralih untuk mengurutkan dimensi yang kedua (misal: bentuk).[18] Anak-anak berusia tiga tahun umumnya hanya mampu mengurutkan kartu berdasarkan satu dimensi. Sementara, anak-anak berusia lima tahun dapat menyelesaikan tes ini dengan baik.[17] [19]

Berkas:Multiple Classification Card Sorting Task 3.jpg
Tugas Penyortiran Kartu Klasifikasi Ganda

Tugas Penyortiran Kartu Klasifikasi Ganda

Dalam Tugas Sortasi Kartu Klasifikasi Ganda (Inggris: Multiple Classification Card Sorting Task), anak-anak diperlihatkan kartu dan diminta untuk mengurutkannya berdasarkan dua dimensi yang berbeda (misalnya berdasarkan warna, seperti kuning dan biru, dan jenis objek, seperti hewan dan makanan) secara bersamaan ke dalam empat tumpukan dalam sebuah matriks (misal: hewan kuning, makanan kuning, hewan biru dan makanan biru). Tes ini nampak lebih sulit karena anak-anak berusia tujuh tahun tidak mampu menyortir kartu berdasarkan dua dimensi secara bersamaan. Sedangkan, anak-anak berusia 11 tahun mampu menyelesaikan tes ini dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan fleksibilitas kognitif di rentang usia 7-11 tahun.[9] [12]

Berkas:Wisconsin Card Sorting Test.jpg
Tes Penyortiran Kartu Wisconsin

Tes Penyortiran Kartu Wisconsin

Tes Penyortiran Kartu Wisconsin (Inggris: Wisconsin Card Sorting Test, disingkat WCST) digunakan untuk menentukan kompetensi individu dalam penalaran abstrak dan kemampuan mengubah strategi pemecahan masalah bila diperlukan.[20]

Dalam tes ini, sejumlah kartu berisi angka dengan warna, jumlah, dan bentuk yang berbeda disajikan ke hadapan para peserta. Para peserta diminta mencocokkan kartu, tetapi tidak pelu menunjukkan cara mencocokannya. Di mana mereka akan diberi tahu apakah kecocokan itu benar ataukah salah. Tes ini menilai kemampuan individu untuk beralih ke aturan yang sesuai. Anak-anak dengan rentang usia 9-11 tahun biasanya menunjukkan fleksibilitas kognitif yang memadai untuk menyelesaikan tes ini.[17]

Tes Stroop

Tes Stroop disebut juga sebagai Tes Penamaan Warna (Inggris: Color-word Naming Test). Dalam tes ini, terdapat tiga jenis kartu. "Kartu warna" adalah urutan tempelan warna sesuai dengan warna pada kartu kata. Sementara, "kartu kata" terdiri dari daftar kata-kata untuk warna (contoh: merah, hijau, kuning, biru) yang dicetak dengan tinta hitam. Sedangkan, "kartu warna-kata" adalah daftar kata yang dicetak dengan warna yang berbeda dengan makna katanya (contoh: kata MERAH dicetak dengan warna tinta kuning). Dalam tes ini, peserta diminta untuk menyebutkan warna (kartu warna), membaca dengan keras kata warna (kartu kata), dan menyebutkan warna tinta tulisan dengan mengindahkan arti katanya (kartu warna-kata). Waktu (dalam detik) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas inilah skor dari tes.[21] Biasanya, "kartu warna-kata" akan menghabiskan durasi yang lama dan menghasilkan banyak kesalahan. Dalam situasi ini, orang dewasa akan cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk mengidentifikasinya dibandingkan anak-anak. Hal ini terjadi karena orang dewasa lebih sensitif terhadap warna sebenarnya dari kata tersebut.

Dasar saraf

Mekanisme yang melandasi fleksibilitas kognitif sedang diteliti saat ini. Pemahamannya cukup sulit karena fungsi otak terdistribusi menunjukkan perannya dalam berbagai cara.Studi pada manusia menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (Inggris: functional magnetic resonance imaging, disingkat fMRI) dan studi pada hewan menggunakan optogenetika menunjukkan bahwa fleksibilitas kognitif bergantung pada beragam bagian otak yang bekerja secara bersamaan.Bagian tersebut meliputi: korteks prefrontal (PFC), korteks cingulate anterior (ACC), korteks parietal posterior (PPC), ganglia basal, dan talamus.[5] [22] [23]

Bagian yang aktif selama proses fleksibilitas kognitif tergantung pada jenis tugas dan beragam faktor yang digunakan untuk menilai perilaku tersebut. Faktor yang dimaksud antara lain: inhibisi, atensi, memori kerja, seleksi respons, dan kontrol tujuan.[6] Beberapa penelitian yang menggunakan paradigma pengalihan tugas menunjukkan kompleksitas jaringan yang terlibat dalam fleksibilitas kognitif. Aktivasi PFC dorsolateral contohnya, muncul selama gangguan set tugas yang tidak relevan.[24] Lebih jauh, studi lain menunjukkan bahwa tingkat keabstrakan pada jenis peralihan memengaruhi berbagai wilayah di PFC. Seperti: apakah peserta diminta untuk melakukan peralihan set kognitif, peralihan respons, peralihan stimulus atau persepsi. Set peralihan akan menghendaki peralihan antara aturan tugas, seperti dengan WCST yang dianggap paling abstrak. Perallihan respons menghendaki pemetaan respon yang berbeda, seperti tombol lingkaran kanan dan tombol kiri persegi, begitupun sebaliknya. Sedangkan, peralihan set stimulus atau persepsi menghendaki peralihan sederhana antara lingkaran dan persegi. Aktivasi akan muncul berdasarkan tingkat keabstrakan peralihan set dari anterior ke posterior dalam PFC, di mana aktivasi paling anterior timbul sebagai akibat peralihan stimulus atau persepsi.[22] Ganglia basal aktif selama seleksi respons dan PPC, bersamaan dengan aktifnya persimpangan frontal inferior selama representasi, sehingga memperbarui set tugas yang disebut dengan pengalihan umum domain.[25]

Perkembangan

Anak-anak dapat dianggap sangat tidak fleksibel ketika diuji menggunakan tes fleksibilitas kognitif tradisional, tetapi hal ini bukanlah hal yang mengejutkan mengingat adanya banyak proses kognitif yang terlibat fleksibilitas mental dan beragam perkembangan kemampuan tersebut. Seiring bertambahnya usia, anak-anak menunjukkan kemajuan fleksibilitas kognitif sebagai hasil dari perkembangan jaringan frontoparietal di orang dewasa, pematangan koneksi sinaptik, peningkatan mielinisasi, dan volume grey matter yang terjadi sejak lahir hingga pertengahan dua puluhan.[26]

Penurunan fleksibilitas kognitif

Berkurangnya fleksibilitas kognitif dapat dijumpai di berbagai gangguan neuropsikiatri, seperti anoreksia nervosa, gangguan obsesif-kompulsif, skizofrenia, autisme, dan pada sebagian orang dengan ADHD.[27] [28] Masing-masing gangguan ini menunjukkan berbagai aspek ketidakfleksibelan kognitif. Sebagai contoh, mereka yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif akan mengalami kesulitan dalam mengalihkan fokus perhatian, yang juga menghambat respons motoriknya.[29] Sementara itu, pada anak-anak dengan autisme, kurangnya fleksibiltas kognitif terlihat manakala mereka kesulitan menyesuaikan diri dengan tugas yang dinamis. Pengobatan potensial mungkin mengacu pada modulasi neurokimia. Sedangkan, remaja dengan anoreksia nervosa ditandai dengan dengan penurunan kemampuan peralihan set tugas, yang mungkin dikaitkan dengan kondisi pematangan tidak lengkap dari korteks prefrontal akibat malnutrisi.[30] Selain itu, orang dengan adiksi tertentu juga dapat mengalami penurunan fleksibilitas kognitif. Hal ini disebabkan karena mereka tidak dapat menanggapi secara fleksibel sebuah rangsangan yang sebelumnya terkait dengan obat.[31]

Penuaan

Lansia seringkali mengalami penurunan fleksibilitas kognitif. Hal ini terjadi karena penuaan otak akan menyebabkan perubahan secara fisik dan fungsional. Perubahan tersebut menghasilkan penurunan kecepatan pemrosesan, fungsi sensorik pusat, integritas white matter, dan volume otak. Bagian otak yang terkait dengan fleksibilitas kognitif, seperti PFC dan PC mengalami atrofia (terhentinya pertumbuhan) atau penyusutan seiring bertambahnya usia, tetapi juga menunjukkan adanya aktivasi terkait tugas yang lebih besar dibandingkan individu yang lebih muda.[32] Dalam hal ini, atrofia meningkatkan aliran darah dan metabolisme yang diukur sebagai respons BOLD (blood-oxygen-level dependence, dideteksi dengan fMRI). Penelitian menunjukkan bahwa latihan dan senam aerobik mampu menginduksi plastisitas yang berfungsi menunda penurunan fungsi eksekutif otak di usia tua.[33]

Implikasi bagi pendidikan dan pembelajaran umum

Aplikasi di bidang pendidikan

Fleksibilitas kognitif dan keterampilan fungsi eksekutif lainnya sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembelajaran kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah studi meneliti dampak intervensi kognitif pada anak-anak di kelas prasekolah menemukan bahwa anak-anak yang menerima intervensi selama 1-2 tahun secara signifikan mengungguli rekan-rekannya. Anak-anak tersebut mencapai skor akurasi 85% pada tes kontrol penghambatan (disiplin diri), fleksibilitas kognitif, dan memori kerja dibandingkan anak-anak seusianya.[34] Sebaliknya, anak-anak yang tidak terpapar intervensi hanya menunjukkan akurasi sebesar 65%. Pendidik yang terlibat dalam penelitian ini akhirnya memilih untuk menerapkan teknik pelatihan keterampilan kognitif daripada kurikulum yang dikembangkan oleh wilayah bersangkutan.

Indikasi lebih lanjut terkait peran fleksibilitas kognitif di bidang pendidikan menyoroti sebuah anggapan bahwa metode pengajaran siswa berdampak pada sifat dan pembentukan struktur kognitif yang akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyimpan dan mengakses informasi dengan mudahnya.[4] Tujuan utama pendidikan ialah membantu siswa belajar, menerapkan dan beradaptasi dengan situasi baru secara tepat. Hal ini tercermin dalam integrasi fleksibilitas kognitif ke dalam kebijakan pendidikan tentang pedoman akademik dan harapan. Contohnyas seperti Common Core State Standards Initiative, yakni sebuah reformasi pendidikan berbasis standar yang dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kelulusan sekolah menengah. Dalam pedoman ini, pendidik diharapkan mampu menyajikan pembelajaran yang mengacu pada kognitif tingkat tinggi, seperti bertanya kepada siswa terkait pemahaman konseptualnya.[35] Pedoman ini menjadi esensi dari fleksibilitas kognitif, sementara gaya mengajar yang mendukung tujuan ini akan mampu mendorong pemahaman tentang informasi yang kompleks dan nonlinier.[36] Studi tandingan telah menunjukkan bahwa ketika materi pembelajaran disampaikan dengan cara yang terlampau sederhana, maka peserta didik mengalami kegagalan terkait transfer ilmu pengetahuan ke domain baru.

Dampak pada pengajaran dan desain kurikulum

Hypertext adalah pendekatan pendidikan alternatif yang diinformasikan melalui fleksibilitas kognitif. Komputer memungkinkan kompleksitas data untuk disajikan dalam format multidimensi dan koheren yang membiarkan pengguna untuk dapat mengakses data tersebut sesuai kebutuhan. Internet menjadi salah satu contoh hypertext yang lazim digunakan, di mana penyajian informasinya termuat dalam format interkoneksi (misal: hyperlink). Dalam hal ini, dokumen hypertext menyangkut node (informasi) dan pranala yang mengubungkan node-nodenya. Aplikasi untuk pendidikan guru berisi rekaman video dari guru terampil yang dapat dipelajari oleh guru pemula, di mana sesi ini memuat instruksi video. Dalam contoh ini, guru pemula menerima sebuah dokumen hypertext yang memungkinkan pelajar untuk mengakses konten secara mandiri. Hiperteks fleksibilitas kognitif (Inggris: cognitive flexibility hypertext, disingkat CFH) menyajikan materi "tiga dimensi" dan "terbuka" bagi pelajar, sehingga memungkinkan mereka untuk dapat memadukan informasi baru dengan pengetahuan yang telah didapat sebelumnya. [37] Penelitian lebih lanjut diperlukan guna membuktikan potensi CFH sebagai alat pembelajaran di ruang kelas, dengan hipotesis bahwa alat tersebut mampu menciptakan transfer ilmu lintas domain pada siswa.

Para peneliti di bidang ini menyarankan gaya mengajar yang memadukan antara aktivitas pemecahan masalah dalam kelompok dan kegiatan yang mendukung pemikiran tingkat tinggi.[38] Proses ini akan memungkinkan guru untuk membuka pelajaran dengan sebuah pertanyaan. Selanjutnya, siswa berdiskusi dengan guru dan rekan-rekannya. Pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan dari diskusi ini menunjukkan bahwa siswa secara aktif melakukan brainstorming dan mengingat kembali pengetahuan yang ia dapat sebelumnya. Pada tahap ini, guru kemudian memberi kondisi khusus dari masalah yang sedang dibahas sehingga siswa dan rekan-rekannya dapat saling menyesuaikan pengetahuan mereka dan menghasilkan sebuah solusi.

Aplikasi pembelajaran di luar ranah kelas

Aplikasi fleksibilitas kognitif di luar ranah kelas ialah padavideo game. Peneliti Belanda mengamati bahwa pemain game tembak menembak orang pertama (Inggris: first-person shooter, disingkat FPS) seperti Call of Duty dan Battlefield, menunjukkan "fleksibilitas mental" yang lebih besar pada serangkaian tindakan daripada individu non-gamer.[39] Para peneliti berpendapat bahwa meskipun bermain video game tergolong kontroversial, tetapi memanfaatkan efek dari permainan ini dapat menghasilkan keuntungan yang sama di berbagai populasi. Sebagai contoh pada lansia yang menghadapi penurunan kognitif. Sehingga, hal tersebut relevan secara sosial.

Beberapa program daring yang dipasarkan untuk mereka yang ingin meningkatkan kemampuan kognitif telah dibuat untuk meningkatkan "kebugaran otak".[40] [41] [42]

Catatan kaki

Referensi

  1. ^ a b Scott, William A. (December 1962). "Cognitive complexity and cognitive flexibility". Sociometry. 25 (4): 405–414. doi:10.2307/2785779. JSTOR 2785779. 
  2. ^ Cooper-Kahn, Joyce; Dietzel, Laurie C. (2008). "What is executive functioning?". ldonline.org. National Center for Learning Disabilities and WETA-TV. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-20. 
  3. ^ a b Chelune, Gordon J.; Baer, Ruth A. (1986). "Developmental norms for the Wisconsin Card Sorting Test". Journal of Clinical and Experimental Neuropsychology. 8 (3): 219–228. doi:10.1080/01688638608401314. PMID 3722348. 
  4. ^ a b Boger-Mehall, Stephanie R. (1996). "Cognitive flexibility theory: implications for teaching and teacher education". learntechlib.org. Association for the Advancement of Computing in Education. hlm. 991–993. Diarsipkan dari versi asli tanggal March 9, 2018. Diakses tanggal November 18, 2012. 
  5. ^ a b Leber, A B; Turk-Browne N B; Chun M M (9 September 2008). "Neural predictors of moment-to-moment fluctuations in cognitive flexibility". Proceedings of the National Academy of Sciences. 105 (36): 13592–7. doi:10.1073/pnas.0805423105. PMC 2527350 alt=Dapat diakses gratis. PMID 18757744. 
  6. ^ a b c Miyake, A; Friedman, N P; Emerson, M J.; Witzki, A H; Howerter, A; Wagner, T (2000). "The unity and diversity of executive functions and their contributions to complex "frontal lobe" tasks: A latent variable analysis". Cognitive Psychology. 41 (1): 49–100. doi:10.1006/cogp.1999.0734. PMID 10945922. 
  7. ^ Moore, Adam; Malinowski, Peter (2009). "Mediation, mindfulness, and cognitive flexibility". Consciousness and Cognition. 18 (1): 176–186. doi:10.1016/j.concog.2008.12.008. PMID 19181542. 
  8. ^ Deak, G O (2003). "The development of cognitive flexibility and language abilities". Advances in Child Development and Behavior Volume 31. Advances in Child Development and Behavior. 31. hlm. 271–327. doi:10.1016/s0065-2407(03)31007-9. ISBN 9780120097319. PMID 14528664. 
  9. ^ a b Bigler, R S; Liben, L S (1992). "Cognitive mechanisms in children's gender stereotyping: Theoretical and educational implications of a cognitive-based intervention". Child Development. 63 (6): 1351–1363. doi:10.1111/j.1467-8624.1992.tb01700.x. PMID 1446556. 
  10. ^ Martin, M M; Rubin, R B (1995). "A new measure of cognitive flexibility". Psychological Reports. 76 (2): 623–626. doi:10.2466/pr0.1995.76.2.623. 
  11. ^ "Executive Function Fact Sheet". National Center for Learning Disabilities and WETA-TV. 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-02. Diakses tanggal 2012-12-31. 
  12. ^ a b c Cartwright, K B (2002). "Cognitive development and reading: The relation of reading-specific multiple classification skill to reading comprehension in elementary school children". Journal of Educational Psychology. 94: 56–63. doi:10.1037/0022-0663.94.1.56. 
  13. ^ Piaget, J (1972). "The mental development of the child". Dalam Weiner, I B; Elkind, D. Readings in Child Development. John Wiley & Sons, Inc. hlm. 271–279. ISBN 978-0-471-92573-6. 
  14. ^ Colzanto, L S; van Wouwe, N C; Lavender, T J; & Hommel, B (2006). "Intelligence and cognitive flexibility: Fluid intelligence correlates with feature "unbinding" across perception and action". Psychonomic Bulletin & Review. 13 (6): 1043–1048. doi:10.3758/BF03213923. PMID 17484433. 
  15. ^ Han, H D; Park, H W; Kee, B S; Na, C; Na, D E; Zaichkowsky, L (1998). "Performance enhancement with low stress and anxiety modulated by cognitive flexibility". Psychiatry Investigation. 7 (3): 221–226. doi:10.4306/pi.2011.8.3.221. PMC 3182387 alt=Dapat diakses gratis. PMID 21994509. 
  16. ^ a b Zelazo, P D; Frye, D (1998). "Cognitive complexity and control: II. The development of executive function in childhood". Current Directions in Psychological Science. 7 (4): 121–126. doi:10.1111/1467-8721.ep10774761. 
  17. ^ a b c Kirkham, N Z; Cruess, L; Diamond, A (2003). "Helping children apply their knowledge to their behavior on a dimension-switching task". Developmental Science. 6 (5): 449–476. doi:10.1111/1467-7687.00300. 
  18. ^ Fisher, A (2011). "Automatic shifts of attention in the Dimensional Change Card Sort Task: Subtle changes in task materials lead to flexible switching" (PDF). Journal of Experimental Child Psychology. 111-119. 108 (1): 211–219. doi:10.1016/j.jecp.2010.07.001. PMID 20674930. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal July 17, 2019. Diakses tanggal December 14, 2012. 
  19. ^ Zelazo, P D; Frye, D; Rapus, T (1996). "An age-related dissociation between knowing rules and using them". Cognitive Development. 11 (1): 37–63. doi:10.1016/S0885-2014(96)90027-1. 
  20. ^ Biederam J, Faraone S, Monutaeux M, et al. (2000). "Neuropsychological functioning in nonreferred siblings of children with attention deficit/hyperactivity disorder". Journal of Abnormal Psychology. 109 (2): 252–65. doi:10.1037/0021-843X.109.2.252. PMID 10895563. 
  21. ^ Jensen, A R (1965). "Scoring the Stroop test". Acta Psychologica. 24 (5): 398–408. doi:10.1016/0001-6918(65)90024-7. PMID 5841721. 
  22. ^ a b Kim, C; Johnson N F; Cilles S E; Gold B T (Mar 30, 2011). "Common and distinct mechanisms of cognitive flexibility in prefrontal cortex". Journal of Neuroscience. 31 (13): 4771–9. doi:10.1016/j.brainres.2012.06.013. PMC 3411858 alt=Dapat diakses gratis. PMID 22750124. 
  23. ^ Rikhye, R; Gilra A; Halassa M (Nov 19, 2018). "Thalamic regulation of switching between cortical representations enables cognitive flexibility". Nature Neuroscience. 21 (12): 1753–1763. doi:10.1038/s41593-018-0269-z. PMC 7225728 alt=Dapat diakses gratis. PMID 30455456. 
  24. ^ Hyafil, A; Summerfield C; Koechlin E (2009). "Two mechanisms for task switching in the prefrontal cortex". Journal of Neuroscience. 29 (16): 5135–5142. doi:10.1523/JNEUROSCI.2828-08.2009. PMC 6665449 alt=Dapat diakses gratis. PMID 19386909. 
  25. ^ Yehene, E; Meiran N; Soroker N (Jun 2008). "Basal ganglia play a unique role in task switching within the frontal-subcortical circuits: evidence from patients with focal lesions". Journal of Cognitive Neuroscience. 20 (6): 1079–93. doi:10.1162/jocn.2008.20077. PMID 18211234. 
  26. ^ Morton, JB; Bosma R; Ansari D (2009). "Age-related changes in brain activation associated with dimensional shifts of attention: An fMRI study". NeuroImage. 46 (1): 249–256. doi:10.1016/j.neuroimage.2009.01.037. PMID 19457388. 
  27. ^ Steinglass, J E; Walsh B T; Stern Y (May 2006). "Set shifting deficit in anorexia nervosa". Journal of the International Neuropsychological Society. 12 (3): 431–5. doi:10.1017/s1355617706060528. PMID 16903136. 
  28. ^ Etchepareborda, M C; Mulas F (Feb 2004). "[Cognitive flexibility, an additional symptom of attention deficit hyperactivity disorder. Is it a therapeutically predictive element?]". Revista de Neurología (dalam bahasa Spanyol). 38 (Suppl 1): S97–102. PMID 15011162. 
  29. ^ Chamberlain, S R; Blackwell A D; Fineberg N A; Robbins T W; Sahakian B J (May 2005). "The neuropsychology of obsessive compulsive disorder: the importance of failures in cognitive and behavioural inhibition as candidate endophenotypic markers". Neuroscience & Biobehavioral Reviews. 29 (3): 399–419. doi:10.1016/j.neubiorev.2004.11.006. PMID 15820546. 
  30. ^ Bühren, K; Mainz V; Herpertz-Dahlmann B; Schäfer K; Kahraman-Lanzerath B; Lente C; Konrad K (2012). "Cognitive flexibility in juvenile anorexia nervosa patients before and after weight recovery". Journal of Neural Transmission. 119 (9): 1047–1057. doi:10.1007/s00702-012-0821-z. PMID 22644538. 
  31. ^ Stalnaker, T A; Takahashi Y; Roesch MR; Schoenbaum G (2009). "Neural substrates of cognitive inflexibility after chronic cocaine exposure". Neuropharmacology. 56 (Suppl 1): 63–72. doi:10.1016/j.neuropharm.2008.07.019. PMC 2647515 alt=Dapat diakses gratis. PMID 18692512. 
  32. ^ Greenwood, P M (Nov 2007). "Functional plasticity in cognitive aging: review and hypothesis". Neuropsychology. 21 (6): 657–73. doi:10.1037/0894-4105.21.6.657. PMID 17983277. 
  33. ^ Masley, S; Roetzheim R; Gualtieri T (2009). "Aerobic exercise enhances cognitive flexibility". Journal of Clinical Psychology in Medical Settings. 16 (2): 186–193. doi:10.1007/s10880-009-9159-6. PMID 19330430. 
  34. ^ Diamond, A.; Barnett, W S; Thomas, J; Munro, S (2007). "Preschool Program Improves Cognitive Control". Science. 318 (5855): 1387–1388. doi:10.1126/science.1151148. PMC 2174918 alt=Dapat diakses gratis. PMID 18048670. 
  35. ^ "Common Core State Standards Initiative Standards-Setting Criteria" (PDF). corestandards.org. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-06-13. 
  36. ^ Chikatla, S; Rebecca Reese (2007). "Cognitive Flexibility Theory". University of South Alabama. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 15, 2012. Diakses tanggal November 18, 2012. 
  37. ^ Duffy, Thomas M.; Spiro, Rand (1992). "5". Dalam David Jonassen. Constructivism and the Technology of Instruction: A Conversation (edisi ke-1st). Routledge. hlm. 57–75. ISBN 978-0805812725. 
  38. ^ Stephens, Elizabeth Campbell (1995). The design, development, and evaluation of Literacy education: application and practice (LEAP): an interactive hypermedia program for English/language arts teacher education (Tesis Ph.D. thesis). University of Houston. OCLC 32965213. 
  39. ^ Colzato, L S; van Leeuwen, P; van den Wildenberg, W; Hommel, B (2010). "DOOM'd to switch: superior cognitive flexibility in players of first person shooter games". Frontiers in Psychology. 1: 8. doi:10.3389/fpsyg.2010.00008. PMC 3153740 alt=Dapat diakses gratis. PMID 21833191.  See also: "Shooter video games improve mental flexibility". news.leiden.edu. Leiden University. 2010-04-29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-04. 
  40. ^ Klimova, Blanka (September 2017). "Online brain training programs for healthy older individuals". Dalam Frasson, Claude; Kostopoulos, George. Brain function assessment in learning: first international conference, BFAL 2017, Patras, Greece, September 24–25, 2017: proceedings. Lecture Notes in Computer Science. 10512. Cham: Springer-Verlag. hlm. 48–56. doi:10.1007/978-3-319-67615-9_4. ISBN 9783319676142. OCLC 1003854463. 
  41. ^ Tetlow, Amber M.; Edwards, Jerri D. (December 2017). "Systematic literature review and meta-analysis of commercially available computerized cognitive training among older adults". Journal of Cognitive Enhancement. 1 (4): 559–575. doi:10.1007/s41465-017-0051-2. 
  42. ^ García-Betances, Rebeca Isabel; Cabrera-Umpiérrez, María Fernanda; Arredondo, María T. (January 2018). "Computerized neurocognitive interventions in the context of the brain training controversy". Reviews in the Neurosciences. 29 (1): 55–69. doi:10.1515/revneuro-2017-0031. PMID 28822228. 

Tautan eksternal

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fleksibilitas_Kognitif&oldid=20803327"