Portal:Surakarta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Budaya
Budaya
Budaya (k)
Filsafat
Filsafat
Filsafat (k)
Geografi
Geografi
Geografi (k)
Ilmu
Ilmu
Ilmu (k)
Indonesia
Indonesia
Indonesia (k)
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat (k)
Matematika
Matematika
Matematika (k)
Sejarah
Sejarah
Sejarah (k)
Seni
Seni
Seni (k)
Teknologi
Teknologi
Teknologi (k)
Tokoh
Tokoh
Tokoh (k)
edit  

Portal Surakarta

Surakarta, juga disebut Solo atau Sala, adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755.

Gambar pilihan

Gladag Langen Bogan
Gladag Langen Bogan
Credit: Flickr
Pusat jajanan Galabo di kala malam

Artikel pilihan

Mataram Baru
Mataram Baru

Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang berdiri tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Perjanjian antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Pada tanggal 13 Februari 1755 pihak VOC yang sudah mengalami kebangkrutan berhasil mengajak Pangeran Mangkubumi berdamai untuk bersatu melawan pemberontakan Raden Mas Said yang tidak mau berdamai. Semula Pangeran Mangkubumi bersekutu dengan Raden Mas Said. Perjanjian Giyanti yang ditanda-tangani oleh Pakubuwana III, Belanda, dan Mangkubumi, melahirkan dua kerajaan baru yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi sebagai raja di separuh wilayah Mataram mengambil gelar Sultan Hamengkubuwana, sedangkan raja Kasunanan Surakarta mengambil gelar Sunan Pakubuwana. Seiring dengan berjalannya waktu, negeri Mataram yang dipimpin oleh Hamengkubuwana kemudian lebih terkenal dengan nama Kasultanan Yogyakarta, sedang negeri Mataram yang dipimpin oleh Pakubuwana terkenal dengan nama Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama Praja Mangkunegaran. Sebagai penguasa, Raden Mas Said bergelar Adipati Mangkunegara. Wilayah Surakarta berkurang lebih jauh lagi setelah usainya Perang Diponegoro pada tahun 1830, di mana daerah-daerah mancanegara diberikan kepada Belanda sebagai ganti rugi atas biaya peperangan.

Di awal masa kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - 1946), Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran sempat menjadi Daerah Istimewa. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi Karesidenan, menyatu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Selengkapnya...)

Biografi pilihan


Ki Manteb Soedharsono
Ki Manteb Soedharsono (lahir: Sukoharjo, 1948) adalah seorang dalang wayang kulit ternama yang dari Jawa Tengah. Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, ia pun dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan. Ia juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.

Saat ini Ki Manteb berdomisili di Dusun Sekiteran, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim. Ia dilahirkan di desa Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.

Ki Hardjo Brahim adalah seniman tulen yang tidak memiliki pekerjaan lain kecuali mendalang. Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.

Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan. Itulah sebabnya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Sala. Namun sejak kecil Manteb sudah laris sebagai dalang sehingga pendidikannya pun terbengkalai. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sekolah demi untuk mendalami karier mendalang.

Untuk meningkatkan keahliannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.

Pada tahun 70 dan 80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya. Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.

Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan. Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal. Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.

Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, namun juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya. Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja. Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.

Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.

Ketika Ki Narto Sabdo meninggal dunia tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan. Soedharko kemudian bertemu murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu. Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam acara khitanan putra Soedharko.

Sejak itu, hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin akrab. Sudarko pun bertindak sebagai promotor pergelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb. Pergelaran tersebut diselenggarakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.

Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun 90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.

Selain gaya pedalangan yang atraktif, Ki Manteb juga dikenal sebagai pelopor dalam hal manajemen keuangan. Honor hasil pentas tidak dihabiskan langsung, melainkan dikelola oleh istrinya, Sri Suwarni (wafat: 2005) yang bertindak sebagai manajer.

Ki Manteb memiliki banyak kru dalam setiap pementasannya. Ia juga membutuhkan biaya perawatan untuk armada dan peralatan mendalangnya. Untuk itu diperlukan manajemen yang baik agar tidak mengulangi pengalaman buruk para dalang lainnya, misalnya semasa muda hidup berlimpah karena laris, namun setelah tua menderita kekurangan.


Gambar pilihan

Tahukah Anda...

  • ... bahwa 17 Februari 1745 merupakan hari jadi Kota Solo?
  • ... bahwa Solo merupakan kota terpadat ke-8 di Indonesia?
  • ... bahwa Solo memiliki kota kembar Montana, Bulgaria?

Portal terkait

Portal Surakarta

Geografi: Asia • Indonesia • Jawa

Agama: Buddhisme • Hindu • Islam • Kristen • Katolik

Budaya: Wayang •

Dalam berita

http://www.eventsolo.com/ FB

...berita sebelumnya

Yang dapat Anda lakukan

Umum
  • Mendaftarkan artikel-artikel bertopik Surakarta berdasarkan kepentingannya
  • Mengembangkan satu artikel bertopik Surakarta hingga menjadi Artikel Pilihan
  • Membuat artikel-artikel baru yang bertopik Surakarta atau yang berhubungan dengan Surakarta.
  • Membuat daftar-daftar seputar Surakarta, mis: Daftar sekolah, daftar museum, daftar rumah sakit, dll.
  • Mengembangkan artikel yang masih mengandung templat rintisan.
  • Menambahi gambar-gambar seputar Surakarta
  • Memperbarui berita terkini di Portal:Surakarta
5 kecamatan & 51 kelurahan Solo
  • Mengembangkan artikel kelurahan dan kecamatan yang masih berupa rintisan
  • Menstandarkan dan melengkapi kotak info masing-masing dengan info terbaru
  • Membuat peta per kelurahan di Surakarta dan mencantumkannya di tiap artikel kelurahan
  • Daftar kelengkapan: foto kantor kecamatan/kelurahan, kepala wilayah, jumlah penduduk, etimologi, sejarah singkat, batas-batas, kampung.

Panduan memberi nilai kualitas dan kepentingan:

  • Kelas/kualitas: "AP" atau "AB" jika sudah terpilih melalui prosedur masing-masing, "Stub" jika masih rintisan (pendek), "Daftar" jika berupa daftar, "A" jika merupakan bekas AP atau AB, "B" jika sudah bagus, cukup panjang, lengkap dengan referensi, "C" jika sudah cukup panjang, tapi masih kurang referensi/gaya bahasa perlu perbaikan.
  • Kepentingan: rujuk pada en.wiki jika ada interwikinya, biarkan kosong jika ragu-ragu, ubah jika dirasa tidak sesuai.

ProyekWiki terkait

ProyekWiki Surakarta
Anda diundang untuk berpartisipasi di ProyekWiki Solo, sebuah ProyekWiki yang didedikasikan untuk mengembangkan artikel-artikel Surakarta.

Topik

Kategori

Wikipedia dalam bahasa yang digunakan di Surakarta

Bahasa Indonesia           Bahasa Jawa           Jawa Banyumasan           Bahasa Sunda          
Bahasa Inggris           Bahasa Melayu           Bahasa Aceh           Bahasa Banjar           Bahasa Bugis           Bahasa Tionghoa

Proyek Wikimedia terkait

Bersihkan tembolok server