Sistem mato

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sistem Mato adalah sistem bagi hasil usaha yang digunakan oleh Rumah Makan Padang dalam menjalankan usaha. Dalam Bahasa Minangkabau mato berarti poin. Mato tiap karyawan berbeda tergantung pada posisi atau peran dan kinerja dalam usaha rumah makan tersebut. Sebagai contoh seorang juru masak memiliki mato yang lebih besar dari tukang hidang karena tugasnya lebih rumit yaitu menjamin kualitas cita rasa masakan supaya mempertahankan khas masakan Minangkabau namun tetap disukai oleh konsumen. Mato digunakan sebagai dasar menghitung pembagian keuntungan ke masing-masing karyawan. Sistem mato berbeda dengan sistem gaji atau upah bulanan karena pembagian keuntungannya dilakukan setiap 100 hari sekali.[1]

Pengelolaan[sunting | sunting sumber]

Dalam pengelolaan rumah makan padang, pada umumnya dikenal pihak pemodal dan pihak pengelola. Pihak pemodal adalah pihak yang berinvestasi menggunakan modal (uang, bangunan, tanah, gedung), ia tidak banyak terlibat dalam operasional sehari-hari. Sedangkan pihak pengelola adalah pihak yang terlibat secara langsung dalam operasional sehari-hari. Pihak operasional ini terdiri dari lebih banyak kelompok yaitu juru masak (terdiri dari koki I dan koki II), keuangan (kasir kepala dan beberapa kasir), dan pelayanan atau palung.

Pembagian keuntungan atau bagi hasil antara pihak pemodal dan pihak pengelola bervariasi, umumnya digunakan prinsip persentase 50:50, 55:45, 45:55 dan seterusnya sesuai kesepakatan kedua pihak. Kadang kala ketika kondisi rumah makan mengalami kerugian pihak pemodal akan menanggung persentase yang lebih besar (contohnya antara pemodal: pengelola pembagian saat kondisi menguntungkan adalah 55:45 dan saat rugi menjadi 70:30), hal ini dikarenakan pihak pengelola dianggap sudah melakukan pekerjaan yang lebih keras sehingga akan semakin terbebani jika menanggung kerugian lebih besar.

Juru masak memegang peran yang vital karena cita rasa masakan bergantung pada keterampilannya mengolah bahan baku menjadi masakan khas minang yang disukai konsumen. Juru masak didampingi oleh dua kelompok asisten yang bertugas sebagai koki I dan II. Koki I bertugas meramu bumbu masak dan memasak sedangkan koki II bertugas berbelanja bahan baku, menyiapkan bahan, membersihkan bahan baku serta peralatan masak.

Pada bagian keuangan rumah makan Padang umumnya terdiri dari satu kasir kepala dan beberapa asisten kasir. Tugasnya selain menerima dan mengawasi transaksi pembayaran dari konsumen, juga berbelanja bahan baku dari juru masak, melakukan pembayaran kepada pihak ketiga, serta melakukan perhitungan hasil usaha untuk karyawan. Bagian kasir juga melayani bon dari karyawannya yang hendak meminjam uang.

Bagian terakhir yaitu unit pelayanan atau “palung” dalam istilah Minangkabau merupakan karyawan yang bertugas melayani pesanan makanan dan minuman dari konsumen, menata dan menyajikannya di meja, menjaga meja makan dan peralatan makan tetap bersih dan rapi, dan menjaga kebersihan ruangan. Pada umumnya unit pelayanan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama melayani pesanan makanan dari konsumen dan peralatan makan yang ada di meja makan. Kelompok ini yang sering terlihat di televisi sebagai orang yang membawa banyak piring pesanan (8 – 10 piring) tanpa terjatuh sehingga dibutuhkan keterampilan. Hal ini menjadi ciri khas dari Rumah Makan Padang yang mendunia dan berbeda dengan rumah makan lainnya. Sedangkan kelompok kedua bertugas menjaga kebersihan meja dari kotoran dan sisa makanan, membersihkan piring dan peralatan makan yang kotor, merapikan ruangan, meja, kursi, dan membersihkan lantai.

Perhitungan mato[sunting | sunting sumber]

Baik di daerah asalnya di Minang (Sumatera Barat) atau di daerah perantauannya, rumah makan Padang menggunakan sistem Mato sebagai pedoman penghitungan hasil usaha kepada karyawan berdasarkan posisi dan kinerja yang dihitung selama 100 hari kerja.

  • Koki kepala: 6,0 – 7,0 mata/poin
    • Koki I: 4,0 – 5,0 mata/poin
    • Koki II: 2,0 – 3,5 mata/poin
  • Kasir kepala: 5,0 – 5,5 mata/poin
    • Kasir: 3,0 – 4,0 mata/poin
  • Palung: 4,0 – 4,5 mata/poin
  • Pelayan: 3,0 – 3,5 mata/poin
  • Cuci piring: 2,0 – 2,5 mata/poin

Perhitungan laba bersih[sunting | sunting sumber]

Perhitungan laba bersih pada rumah makan Padang hampir sama dengan perhitungan laba pada rumah makan lain, yang berbeda adalah penyertaan komponen zakat dalam menghitung laba bersih dan periode waktu yang digunakan untuk menghitung laba yaitu 100 hari. Sehingga setelah 100 hari, untuk menghitung laba bersih diperoleh dengan menjumlahkan semua pendapatan dikurangi semuan pengeluaran atau beban operasional dan akan menghasilkan laba kotor usaha. Laba kotor usaha kemudian dikurangi dengan zakat sebesar 2,5% dari laba kotor, selanjutnya akan diperoleh laba bersih usaha.

  • Laba kotor = Pendapatan – beban operasional
  • Laba bersih = laba kotor – (2,5% dikali dengan laba kotor)

Laba bersih kemudian dibagi berdasarkan persentase kesepakatan antara pemodal dengan pengelola rumah makan. Misalkan kesepakatan pembagian pemodal dengan pengelola adalah 55:45, maka 45% bagian pengelola akan dibagi hasilnya sesuai perhitungan mato masing-masing karyawan (juru masak, manajer, kasir, dan palung). Sistem bagi hasil ini menempatkan para pekerja di rumah makan padang sesuai dengan fungsi, berat ringan pekerjaan, dan status pekerja di rumah makan tersebut.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]