Penyakit autoimun pada perempuan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penyakit autoimun adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel dan jaringan sehat dalam tubuhnya sendiri. Meskipun penyakit autoimun dapat terjadi pada siapa saja, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit ini, dengan sekitar 75% dari kasus penyakit autoimun terjadi pada perempuan. Penyebab pasti dari penyakit autoimun belum sepenuhnya dipahami, namun faktor-faktor genetik, lingkungan, dan hormonal diyakini berperan dalam perkembangan penyakit ini.[1]

Penyakit autoimun pada perempuan terjadi disebabkan perempuan memiliki peningkatan risiko dari penyakit autoimun mencapai empat kali lipat jika dibandingkan pria. Banyak penjelasan telah dikemukakan, termasuk hormon seks, kromosom X, mikrokimerisme, faktor lingkungan, dan mikrobioma. Namun, mekanisme bias seks autoimun ini masih perlu dibuktikan secara baik.[2]

Gejala[sunting | sunting sumber]

Penyakit autoimun dapat mempengaruhi berbagai sistem organ dalam tubuh, termasuk kulit, sendi, otot, sistem saraf, dan organ dalam lainnya. Gejala yang muncul dapat bervariasi tergantung pada jenis penyakit autoimun yang terjadi dan organ yang terkena. Beberapa gejala umum yang sering terjadi pada penyakit autoimun meliputi kelelahan, demam, nyeri sendi, ruam kulit, kerontokan rambut, penurunan berat badan, dan gangguan pada sistem organ tertentu.

Jenis Penyakit Autoimun yang Umum pada Perempuan[sunting | sunting sumber]

Beberapa jenis penyakit autoimun yang umum terjadi pada perempuan meliputi:[1]

  1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES): LES adalah penyakit autoimun kronis yang dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk kulit, sendi, ginjal, otak, dan organ dalam lainnya. Perempuan memiliki risiko 9 kali lebih tinggi untuk mengalami LES dibandingkan dengan pria.
  2. Tiroiditis Hashimoto: adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada kelenjar tiroid, yang mengakibatkan penurunan produksi hormon tiroid. Perempuan memiliki risiko 7 kali lebih tinggi untuk mengalami Tiroiditis Hashimoto dibandingkan dengan pria.
  3. Penyakit Graves: Penyakit Graves adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi yang merangsang kelenjar tiroid, menyebabkan produksi hormon tiroid yang berlebihan. Penyakit ini lebih umum terjadi pada perempuan daripada pria.[3]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]

Diagnosis penyakit autoimun seringkali merupakan tantangan karena gejala yang bervariasi dan mirip dengan penyakit lain. Dokter dapat melakukan serangkaian tes darah, tes gambaran radiologi, dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis. Pengobatan penyakit autoimun biasanya bertujuan untuk mengurangi peradangan, mengendalikan gejala, dan mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Terapi yang digunakan dapat meliputi obat antiinflamasi, kortikosteroid, imunosupresan, dan terapi biologis.

Penanganan[sunting | sunting sumber]

Obat kortikosteroid seperti prednisolon dan obat imunosupresan seperti azathioprine merupakan terapi yang umum digunakan untuk menekan respons imun tubuh yang berlebihan pada penyakit tersebut. Sementara itu, cholinesterase inhibitor, seperti pyridostigmine, bertujuan untuk meningkatkan komunikasi antara sel saraf dan otot. Namun, penggunaan jangka panjang dari obat-obatan tersebut dapat menimbulkan masalah terkait dengan efikasi, dosis, efek samping, dan biaya pengobatan yang perlu diperhatikan secara serius. Beberapa penelitian hewan coba menunjukkan bahwa ekstrak herbal Acalypha indica Linn (AI) memiliki efek yang hampir sama dengan pyridostigmine dalam mengatasi MG. Untuk meningkatkan efektivitasnya, pengembangan nanoteknologi dalam pengolahan ekstrak AI diharapkan dapat mengoptimalkan efek terapeutiknya dan mengurangi kemungkinan efek samping serta biaya penggunaannya.[3]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Meskipun penyebab pasti penyakit autoimun belum diketahui, beberapa langkah dapat diambil untuk mengelola penyakit ini dan mencegah flare-up. Ini termasuk menjaga gaya hidup sehat dengan mengonsumsi makanan seimbang, berolahraga secara teratur, mengelola stres, dan istirahat yang cukup. Penghindaran terhadap faktor-faktor pemicu yang diketahui juga dapat membantu mengurangi risiko flare-up.

Penyakit autoimun merupakan kondisi kronis yang mempengaruhi jutaan perempuan di seluruh dunia. Meskipun penyebab pastinya belum diketahui, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit autoimun dibandingkan dengan pria. Pemahaman tentang gejala, diagnosis, pengobatan, dan manajemen penyakit autoimun penting untuk memberikan perawatan yang tepat dan meningkatkan kualitas hidup perempuan yang terkena dampaknya.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Media, Kompas Cyber (2021-10-09). "Penyakit Autoimun Banyak Dialami Perempuan Usia Produktif, Kenali Penyebab dan Gejalanya". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  2. ^ Kronzer, Vanessa L.; Bridges, Stanley Louis; Davis, John M. (2020-12-01). "Why women have more autoimmune diseases than men: An evolutionary perspective". Evolutionary Applications. 14 (3): 629–633. doi:10.1111/eva.13167. ISSN 1752-4571. PMC 7980266alt=Dapat diakses gratis. PMID 33767739 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  3. ^ a b Purba, Jan Sudir (2019). "Penyakit Autoimun dan Terapi Herbal: Peran Nanoteknologi terhadap Efektivitas Obat Herbal". CDK Journal. 46. 
  4. ^ "Penyakit Autoimun: Penyebab dan Gejala yang Muncul". Eka Hospital. Diakses tanggal 2024-05-04.