Kisaran, Asahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kisaran
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Utara
KabupatenAsahan
Kecamatan- Kota Kisaran Timur
- Kota Kisaran Barat
Peresmian ibu kota30 April 1980 (PP No.19 Tahun 1980)[1]
Luas
 • Total62,98 km2 (24,32 sq mi)
Populasi
 • Total143.235
 • Kepadatan2.274,29/km2 (5,890,4/sq mi)
Kisaran
Julukan: 
• Kota Karet • Kota Kebun • Kota Naga
Motto: 
Rambate Rata Raya
Kisaran di Sumatra
Kisaran
Kisaran
Letak Kisaran di Pulau Sumatra, Indonesia
Koordinat: 2°59′17″N 99°36′46″E / 2.98812°N 99.61288°E / 2.98812; 99.61288
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode Pos
21211-21229
Kode area telepon0623 (Kab. Asahan - Kota Tj. Balai)
Situs webwww.asahankab.go.id
Jalan utama di Kisaran pada tahun 1900-an (lokasi saat ini diperkirakan bundaran tugu pahlawan Kisaran)
Gapura selamat datang di Kota Kisaran

Kisaran (Jawi: كيسرن) adalah sebuah kawasan yang terletak di provinsi Sumatera Utara, sekaligus menjadi ibu kota dari Kabupaten Asahan. Ibukota kabupaten Asahan dipindahkan dari Tanjung Balai ke kota Kisaran pada 20 Mei 1968, dengan alasan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan karena letaknya yang strategis.[3] Kisaran meliputi dua kecamatan, yakni kecamatan Kota Kisaran Barat dan Kota Kisaran Timur. Kisaran berada di Jalan Raya Lintas Sumatra dan juga jalur Kereta Api Trans Sumatra Divre I Sumut & Aceh.[4]

Berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1982 status kota Kisaran sebelumnya adalah kota administratif[5], yang kemudian dihapuskan menjadi kecamatan biasa pada tahun 2003 karena tidak memenuhi persyaratan peningkatan daerah otonom.[6] Kota Kisaran mempunyai objek wisata yang menarik setelah rampungnya pembangunan Masjid Agung Haji Ahmad Bakrie (tahun 2015) yang berada di tepi Jalan Lintas Timur Sumatera, Medan-Rantau Parapat, di depan gedung Kantor Bupati Asahan. Disamping itu, Taman Alun-Alun Kisaran adalah taman sederhana nuansa alami, dengan pepohonan hijau dan sarana komplet yang tersebar di penjuru taman.[7]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

"Kisaran" diambil dari legenda Sei Silau, yang menjadi lokasi bertempurnya Naga Cina dengan Dundung/Sidat, dalam pertempuran itu sang naga kalah dan berkisar-kisar di aliran Sei Silau, maka warga sekitar melihatnya dan menamakan naga berkisar, dan lokasi kejadian itu dinamai dengan "KISARAN"[8]

Pengaruh Perkembangan Daerah: Seiring dengan perkembangan daerah tersebut sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, desa Sei Saran kemudian berkembang menjadi sebuah kota dan mengalami perubahan penulisan menjadi "Kisaran".

Pengaruh Kolonial Belanda: Selama masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Kisaran termasuk wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Nama-nama tempat di wilayah ini seringkali mengalami perubahan penulisan dan pengucapan sesuai dengan aturan dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, penamaan "Kisaran" mungkin juga dipengaruhi oleh pengaruh kolonial Belanda pada masa itu.

Daerah Kisaran pada awalnya merupakan daerah perkebunan yang didirikan oleh perusahaan perkebunan Belanda pada abad ke-19. Daerah ini dikenal sebagai "Nederlandsch-Indische Cultuur Maatschappij" (N.I.C.M.), yang mengembangkan perkebunan tembakau dan lada di daerah ini. Pada masa kolonial Belanda, Kisaran menjadi pusat administrasi yang tergabung dalam wilayah Kesultanan Asahan yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Daerah ini juga menjadi pusat aktivitas ekonomi dan perdagangan, terutama dalam bidang perkebunan dan perdagangan hasil bumi seperti tembakau, lada, dan pala.

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945, Kisaran tetap menjadi bagian dari wilayah Sumatera Utara. Pada tahun 1950-an, terjadi perubahan administratif di Indonesia, termasuk di daerah Kisaran. Pada tahun 1956, Kisaran dimekarkan menjadi sebuah kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Asahan.

Legenda 1[sunting | sunting sumber]

Menurut legenda yang berkembang di masyarakat setempat, Kisaran awalnya merupakan sebuah desa yang terletak di sekitar aliran Sungai Silau yang dikenal sebagai "Sei Saran". Konon, pada zaman dahulu kala, daerah tersebut sering dilanda oleh banjir yang membuat masyarakat setempat menderita. Penduduk desa pun mengadakan pertemuan dan memutuskan untuk memohon pertolongan kepada Dewa yang diyakini sebagai pengendali air.[9]

Mereka mengadakan ritual dan memohon agar air sungai tidak lagi mengganggu mereka. Setelah beberapa waktu, permohonan mereka dijawab dan air sungai menjadi tenang, tidak lagi membanjiri desa mereka. Sebagai ucapan terima kasih kepada Dewa, desa tersebut kemudian diberi nama "Sei Saran", yang dalam bahasa Melayu atau bahasa Batak Toba berarti "air yang tenang".

Seiring dengan perkembangan waktu, nama "Sei Saran" kemudian mengalami penyederhanaan menjadi "Kisaran" dalam penggunaan sehari-hari. Legenda ini menjadi salah satu cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari identitas budaya dan sejarah masyarakat di Kisaran.

Legenda 2[sunting | sunting sumber]

Menurut kisah yang sudah ada sejak turun-temurun, pada sekitar abad XVII, bukit Katarina adalah tempat bertempurnya panglima perang kerajaan Cina dengan Raja Maria Pane ke-7 dari Buntu Pane Asahan, bernama Datuk Daurung. Kemudian setelah bertarung adu kesaktian, tidak ada yang kalah dan menang, maka masing-masing mengeluarkan aji pamungkas, yaitu menjelma menjadi seekor ular naga dan ikan dundung. Keduanya lalu terjun ke sungai Silau.[8]

Mereka bertempur dengan mengandalkan kesaktian masing-masing. Akan tetapi, ular naga jelmaan Panglima Perang Cina dapat dipukul jatuh, tertusuk sanai (patil) dari ikan dundung jelmaan Datuk Daurung. Naga itu meraung-raung menahan sakit dan menggelepar, yang akhirnya terkulai hanyut dan terkapar di hilir sungai Silau tidak seberapa jauh dari bukit itu.

Setelah ratusan tahun kemudian, menurut cerita secara turun temurun dan sudah menjadi semacam legenda di masyarakat, ular naga jelmaan Panglima Perang Cina siuman dari pingsannya yang cukup lama. Diiringi hujan lebat, petir sambung menyambung sehingga terjadilah banjir besar.

Kemudian ular naga tersebut berkisar-kisar (berenang-renang) dan menghanyutkan diri menelusuri Sungai Silau sampai hilir sungai Asahan di kota Tanjung Balai. Selanjutnya menuju ke Selat Malaka.

Perkampungan di kawasan tempat naga berkisar tersebut akhirnya disebut dengan nama Kampung Kisaran Naga. Sekarang menjadi Kelurahan Kisaran Naga dan kota yang berada di dekat sungai Silau disebut dengan nama Kisaran.

Batas wilayah[sunting | sunting sumber]

Kota ini memiliki batas wilayah dengan kecamatan lainnya, yakni:

Utara Kecamatan Rawang Panca Arga, Kecamatan Air Joman dan Kecamatan Pulo Bandring
Timur Kecamatan Air Joman dan Kecamatan Sei Dadap
Selatan Kecamatan Sei Dadap dan Kecamatan Pulo Bandring
Barat Kecamatan Pulo Bandring

Demografi[sunting | sunting sumber]

Penduduk[sunting | sunting sumber]

Pada Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah penduduk Kisaran sebanyak 123.956 jiwa, dan pada tahun 2021 sebanyak 143.235 jiwa.[2]

Kecamatan Jumlah Penduduk
(2010)
Jumlah Penduduk
(2021)
Kota Kisaran Barat 55.175 60.724
Kota Kisaran Timur 68.781 82.511
Total 123.956 143.235

Agama[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010, mayoritas penduduk Kisaran menganut agama Islam yakni 83,65%, kemudian Kristen sebanyak 11,33% (Protestan 10,57% dan Katolik 0,76%). Selanjutnya penganut agama Buddha sebanyak 4,46%, Hindu sebanyak 0,07%, Konghucu dan lainnya 0,49%.[10] Agama Islam umumnya dianut sebagian besar warga Jawa, Batak Mandailing, dan Angkola, Melayu, Minangkabau, Banjar, Aceh, dan lainnya. Agama Kristen kebanyakan dianut warga Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias, dan sebagian Tionghoa, Angkola dan Mandailing. Agama Buddha dan Konghucu umumnya adalah warga Tionghoa yang kebanyakan berada di kecamatan Kota Kisaran Barat. Untuk sarana rumah ibadah di Kisaran hingga tahun 2021, terdapat 81 masjid, 85 musala, 36 gereja Protestan, dan 9 vihara.[2]

Suku bangsa[sunting | sunting sumber]

Penduduk di Kisaran memiliki latar belakang suku bangsa yang berbeda-beda, yang didominasi oleh suku Jawa, Batak, dan Melayu. Data Badan Pusat Statistik dari hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, persentasi penduduk Kisaran (Kisaran Barat dan Kisaran Timur) berdasarkan suku bangsa yakni suku Jawa sebanyak 49,87%. Kemudian Batak sebanyak 32,03%. Suku Batak dalam Sensus 2010 di Kisaran sebagian besar adalah Batak Angkola, Toba, Mandailing, dan sebagian Karo dan Pakpak.[11] Penduduk dari suku Melayu sebanyak 4,88%, kemudian Minangkabau sebanyak 4,47%, Banjar sebanyak 1,29%, Aceh sebanyak 0,56%. Suku lain sebanyak 6,90%, sebagian besar ialah Tionghoa, dan selebihnya Nias, Sunda, dan suku lainnya.[11]

No Suku Jumlah 2010 %
1 Jawa 66.510 49,87%
2 Batak 42.715 32,03%
3 Melayu 6.502 4,88%
4 Minangkabau 5.968 4,47%
5 Banjar 1.719 1,29%
6 Aceh 742 0,56%
7 Lainnya* 9.199 6,90%
Kisaran 133.355 100%

Catatan: Suku lainnya, sebagian besar adalah Tionghoa, dan selebihnya suku lain seperti Nias, Sunda dan lain-lain.

Transportasi[sunting | sunting sumber]

Tokoh[sunting | sunting sumber]

Fasilitas kesehatan[sunting | sunting sumber]

Rumah Sakit :

Puskesmas :

Pusat Perbelanjaan[sunting | sunting sumber]

  • Pasar Inpress
  • Pajak Diponegoro
  • Pajak Kartini
  • Pajak Bakti
  • dan Sekitaran Area Pusat Kota Lainnya seperti di Jl. Imam Bonjol, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. HOS Cokroaminoto, Jl. Dr. Sutomo, Jl. Ir. Juanda, dan lainnya

Galeri kota kisaran[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 1980 Tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Asahan Dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung Balai Ke Kota Kisaran". Sekretariat Negara Republik Indonesia. 30 April 1980. Diakses tanggal 21 Mei 2024. 
  2. ^ a b c "Kabupaten Asahan Dalam Angka 2022" (pdf). www.asahankab.bps.go.id. hlm. 97, 170, 213. Diakses tanggal 9 Maret 2022. 
  3. ^ Rahmad (Juni 2020). Sejarah Kota Kisaran Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (edisi ke-1). Penerbit: Garudhawaca. ISBN 978-6-236-52100-7. 
  4. ^ A. Argus, Array, ed. (29 November 2023). "Dua Kecamatan di Kabupaten Asahan dengan Kelurahan Terbanyak". Tribun-Medan.com. 
  5. ^ "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1982 Tentang Pembentukan Kota Administratif Kisaran" (pdf). Sekretariat Negara Republik Indonesia. 9 Juni 1982. Diakses tanggal 21 Mei 2024. 
  6. ^ "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 33 Tahun 2003 (33/2003) Tentang Penghapusan Kota Administratif Kisaran, Kota Administratif Rantau Prapat, Kota Administratif Batu Raja, Kota Administratif Cilacap, Kota Administratif Purwokerto, Kota Administratif Klaten, Kota Administratif Jember, dan Kota Administratif Watampone" (pdf). Sekretariat Negara Republik Indonesia. 8 Juli 2003. Diakses tanggal 21 Mei 2024. 
  7. ^ Sugiono (12 Mei 2023). "Masjid Agung H Achmad Bakrie Kisaran: Sebuah Destinasi Wisata Religius dengan Konsep Melayu yang Memukau". www.timenews.co.id. Diakses tanggal 21 Mei 2024. 
  8. ^ a b Soetrisman M.E., R. (2009). Legenda Kisaran Naga: (Cerita Rakyat Asal Mula Nama Kisaran). Cerita Rakyat Sumatera Utara (Kabupaten Asahan). Indonesia: Yogyakarta: Araska. ISBN 978-602-8669-36-8. 
  9. ^ "Inilah Asal-Usul Nama Kisaran". www.asahansatu.co.id. 22 September 2017. 
  10. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di Kabupaten Asahan". www.sp2010.bps.go.id. BPS. Diakses tanggal 23 Maret 2022. 
  11. ^ a b "Kabupaten Asahan Dalam Angka 2010". asahankab.bps.go.id. hlm. 78–79. Diakses tanggal 23 Maret 2022. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Koordinat: 2°59′0″N 99°37′0″E / 2.98333°N 99.61667°E / 2.98333; 99.61667