Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Iklim Indonesia secara keseluruhan adalah iklim tropis. Perairan yang hangat di wilayah Indonesia sangat berperan dalam menjaga suhu di darat tetap konstan, dengan rerata suhu 28 °C di wilayah pesisir, 26 °C di wilayah pedalaman dan dataran tinggi, serta 23 °C di wilayah pegunungan. Perubahan suhu antarmusim di Indonesia pun tidak begitu signifikan. Selain itu, perbedaan antara lama waktu siang dan malam pun tidak terlalu mencolok. Di wilayah yang dilewati garis khatulistiwa, perbedaan waktu siang terpanjang dengan waktu siang terpendek adalah kurang dari 1 menit. Di wilayah paling selatan Indonesia yaitu Pulau Ndana, perbedaan waktu siang terpanjang dengan waktu siang terpendek adalah 78 menit (1 jam 18 menit).[1] Sedangkan di wilayah paling utara Indonesia yaitu Pulau Rondo, perbedaan waktu siang terpanjang dengan waktu siang terpendek adalah 42 menit.[2] Oleh karena lama durasi waktu siang yang cenderung sama sepanjang tahun, tetumbuhan dan tanaman dapat tumbuh sepanjang tahun di wilayah Indonesia.[3]
Faktor utama yang mempengaruhi iklim Indonesia bukan merupakan suhu udara ataupun tekanan udara, melainkan curah hujan. Rerata kelembapan di wilayah Indonesia berkisar pada angka 65% hingga 90%. Kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia adalah sedang dengan arah angin yang dapat diprediksi sebagai akibat pergerakan angin muson, yaitu angin muson timur yang bertiup dari arah tenggara pada bulan Mei hingga September dan angin muson barat yang bertiup dari arah barat dan barat laut pada bulan November hingga Maret.
Terdapat beberapa jenis iklim yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu sebagian besar beriklim hutan hujan tropis yang mempunyai tingkat presipitasi atau curah hujan tertinggi, kemudian diikuti dengan iklim muson tropis, serta iklim sabana tropis yang mempunyai tingkat presipitasi atau curah hujan terendah.[a] Namun, selain iklim-iklim tersebut, Indonesia pun memiliki iklim laut dan iklim tanah tinggi subtropis di beberapa wilayah dataran tinggi di Indonesia, umumnya pada ketinggian 1500 hingga 3500 m di atas permukaan laut (mdpl). Selain itu, Indonesia juga memiliki iklim tundra yakni di wilayah pegunungan di Papua.[4]
Pergerakan angin muson sangat berpengaruh terhadap intensitas curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Pada umumnya, angin muson barat yang membawa banyak uap air bergerak dari arah barat dan barat laut Indonesia pada bulan November hingga Maret, sehingga terjadilah musim penghujan; angin muson timur yang bersifat kering bergerak dari arah tenggara Indonesia pada bulan Mei hingga September, sehingga terjadilah musim kemarau. Akan tetapi, pola angin muson ini juga dapat berubah sebagai akibat dari adanya pola arah angin lokal, terutama di wilayah kepulauan Maluku. Pola angin tahunan yang berosilasi ini berkaitan erat dengan posisi Indonesia yang merupakan isthmus atau tanah genting yang menjadi penghubung antara dua benua, yakni Asia dan Australia. Pada bulan Oktober hingga Maret, tekanan udara yang tinggi terjadi di Gurun Gobi dan menyebabkan pergerakan angin muson dari daratan Asia menuju arah Australia yang bertekanan udara rendah, karena melewati Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, angin muson ini membawa banyak uap air, sehingga terjadilah musim penghujan di Indonesia. Pada bulan April hingga September, tekanan udara yang tinggi terjadi di daratan Australia dan menyebabkan pergerakan angin muson menuju daratan Asia yang bertekanan udara rendah, dan angin muson ini bersifat kering dan dingin, sehingga terjadilah musim kemarau di Indonesia.[3]
Pola angin umum[5] yang berinteraksi dengan kondisi topografi lokal menghasilkan variasi curah hujan yang signifikan di seluruh kepulauan Indonesia. Umumnya, wilayah barat dan utara Indonesia mengalami tingkat presipitasi yang tinggi, karena wilayah tersebut merupakan wilayah pertama yang mendapatkan curah hujan akibat angin muson barat. Hal ini dapat diketahui dari rerata curah hujan sebesar 2000 milimeter per tahun serta tingkat kelembapan yang lebih tinggi di wilayah Sumatra, bagian barat Jawa, Kalimantan, bagian utara Sulawesi, Maluku Utara, dan bagian utara Papua. Sementara itu, bagian timur Jawa, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, serta bagian selatan Papua mengalami tingkat presipitasi yang lebih rendah yakni dengan rerata curah hujan di bawah 1200 milimeter per tahun.[3]
Meskipun perubahan suhu tidak terlalu signifikan antarmusim di Indonesia, ketinggian permukaan daratan tetap mempengaruhi perubahan suhu udara yakni penurunan 1,2 derajat celsius setiap kali naik 100 meter di atas permukaan laut.[6] Oleh karena perubahan suhu yang disebabkan oleh ketinggian muka daratan, wilayah Pegunungan Jayawijaya tertutupi oleh salju atau es. Namun, jumlah sebaran es yang menutupi pegunungan tersebut terus menyusut akibat pemanasan global.[7]
Templat:Reflist Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan