Suraprabhawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Singhawikramawardhana)
Suraprabhawa
Sri Adi Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhupati Ketubhuta
Maharaja Majapahit ke 10
Berkuasa Majapahit (1466-1468)
PendahuluGirishawardhana
PenerusBhre Kertabhumi
Informasi pribadi
KelahiranDyah Suraprabhawa
Kematianc. 1474
Nama takhta
Pāduka Çri Mahārāja Rājādhirājā Prajaikanātha Çrimacchrī Bhattarā Prabhu Dyah Suraprabhāwa Çri Singhawikramawarddhana
AyahWijayaparakramawardhana Dyah Kertawijaya
IbuJayawardhanī Dyah Jayeswari, Bhre Daha
PasanganRajasawardhanadewi Dyah Sripura, Bhre Singhapura
Anak

Suraprabhawa atau Singhawikramawardhana Dyah Suraprabhawa adalah maharaja Majapahit yang memerintah tahun 1466-1468, bergelar Sri Adi Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhupati Ketubhuta. Tokoh ini identik dengan Bhre Pandansalas dalam Pararaton yang naik takhta tahun 1466.

Asal-usul Suraprabhawa[sunting | sunting sumber]

Dyah Suraprabhawa juga dianggap identik dengan Bhre Pandansalas, tercatat namanya dalam prasasti Waringin Pitu (1447) sebagai putra bungsu Dyah Kertawijaya. Istrinya bernama Rajasawardhanadewi Dyah Sripura yang identik dengan Bhre Singhapura. Peninggalan sejarah Suraprabhawa setelah menjadi raja berupa prasasti Pamintihan tahun 1473.

Dalam Pararaton ditemukan beberapa orang yang menjabat sebagai Bhre Pandansalas. Yang pertama adalah Raden Sumirat putra Raden Sotor (saudara tiri Hayam Wuruk). Raden Sumirat bergelar Ranamanggala menikah dengan Surawardhani adik Wikramawardhana. Dari perkawinan itu lahir Ratnapangkaja, Bhre Mataram, Bhre Lasem, dan Bhre Matahun. Ratnapangkaja kemudian kawin dengan Suhita (raja wanita Majapahit, 1427-1447) putri Wikramawardhana. Bhre Pandansalas yang pertama tersebut setelah meninggal dicandikan di Sri Wisnupura di Jinggan.

Bhre Pandansalas yang lain diberitakan menjadi Bhre Tumapel, kemudian menjadi raja Majapahit tahun 1466. Istrinya menjabat Bhre Singhapura, putri Bhre Paguhan, putra Bhre Tumapel, putra Wikramawardhana.

Diberitakan dalam Pararaton, setelah Bhre Pandansalas menjadi raja selama dua tahun, keponakannya Bhre Kertabhumi melakukan kudeta untuk mengambil alih kekuasaan pada tahun 1468.

Pemberontakan Bhre Kertabhumi[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1466, Girisawardhana wafat dan digantikan oleh Suraprabhawa, adiknya. Hal ini menyebabkan kembali perebutan kekuasaan dengan anak-anak Rajasawardhana. Sehingga pada tahun 1468, anak bungsu Rajasawardhana yaitu Bhre Kertabhumi melakukan pemberontakan terhadap Suraprabhawa, karena ia adalah salah satu putra Rajasawardhana, yang merasa lebih berhak atas takhta Majapahit dibanding pamannya itu. Akibat serangan Bhre Kertabhumi, Dyah Suraprabhawa dan keluarganya, termasuk anak-anaknya yaitu Dyah Wijayakarana, Dyah Wijayakusuma, Dyah Ranawijaya melarikan diri ke daerah Keling, Kediri. Menghimpun kekuatan dan menjadi penguasa Keling (Daha) dengan gelar Girindrawardhana.

Pararaton tidak menyebut dengan jelas kalau Kertabhumi adalah raja yang menggantikan Singhawikramawardhana (Dyah Suraprabhawa).

Kematian Suraprabhawa[sunting | sunting sumber]

Pararaton tidak menyebutkan dengan pasti kapan Bhre Pandansalas alias Suraprabhawa meninggal. Ia hanya diberitakan meninggal di dalam keraton, dan merupakan paman dari Kertabhumi.

Tahun kematian Suraprabhawa kemudian ditemukan dalam prasasti Trailokyapuri yang dikeluarkan oleh putranya, Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Menurut prasasti tersebut, Suraprabhawa alias Singhawikramawardhana meninggal tahun 1474.[1]

Kemudian Dyah Ranawijaya menjadi raja Majapahit tahun 1474, ia mengaku sebagai pewaris tahta Singhawikramawardhana. Hal ini dapat diperkuat adanya unsur kata Giripati dalam gelar abhiseka Singhawikramawardhana yang sama artinya dengan Girindra, yaitu raja gunung.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Didahului oleh:
Girishawardhana
Raja Majapahit
1466—1474
Diteruskan oleh:
Girindrawardhana
  1. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 448-451.