Patah hati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 April 2013 19.28 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 8 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q1369657)
Hati patah di tengah menjadi simbol patah hati[1]

Patah hati adalah suatu metafora umum yang digunakan untuk menjelaskan sakit emosional atau penderitaan mendalam yang dirasakan seseorang setelah kehilangan orang yang dicintai, melalui kematian, perceraian, putus hubungan, terpisah secara fisik atau penolakan cinta.

Patah hati biasanya dikaitkan dengan kehilangan seorang anggota keluarga atau pasangan hidup, meski kehilangan orang tua, anak, hewan peliharaan, orang yang dicintai atau teman dekat bisa "mematahkan hati seseorang", dan sering dialami ketika sedih dan merasa kehilangan. Frasa ini mengarah pada sakit fisik yang dirasakan seseorang di dada sebagai dampak kehilangan tersebut, tetapi ada pula perpanjangannya yang meliputi trauma emosional ketika perasaan tersebut tidak dialami sebagai wujud sakit somatik. Meskipun "patah hati" biasanya tidak memberi kerusakan fisik apapun pada jantung, ada sebuah kondisi bernama "sindrom patah hati" atau kardiomiopati Takotsubo, yaitu ketika sebuah insiden traumatik mendorong otak untuk menyalurkan zat-zat kimia ke jaringan jantung yang melemah.

Pandangan filosofis

Bagi banyak orang, mengalami patah hati adalah sesuatu yang mungkin tidak diketahui sebelumnya, karena dibutuhkan waktu bagi suatu kehilangan emosional atau fisik untuk diketahui sepenuhnya. Seperti yang dikatakan Jeffrey Moussaieff Masson:

Manusia tidak selalu sadar dengan apa yang mereka rasakan. Seperti hewan, mereka tidak mampu mengungkapkan perasaan mereka dalam bentuk kata-kata. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak punya perasaan. Sigmund Freud pernah berspekulasi bahwa seorang pria bisa jatuh cinta dengan seorang wanita selama enam tahun dan tidak menyadarinya sampai beberapa tahun kemudian. Pria seperti itu, dengan semua kebaikannya di dunia, tidak bisa mengungkapkan apa yang ia tidak ketahui. Ia memiliki perasaan tersebut, namun ia tidak mengetahuinya. Ini mungkin terdengar seperti paradoks — paradoksikal karena ketika kita memikirkan suatu perasaan, kita memikirkan sesuatu yang kita sadari sedang dirasakan. Sebagaimana Freud maksudkan dalam artikelnya tahun 1915, The Unconscious: "Tentu saja kita perlu menyadari esensi sebuah emosi. Namun kita tidak mengetahui bahwa kita bisa 'memiliki' perasaan yang tidak kita ketahui."[2]

Sindrom patah hati

Dalam berbagai legenda dan cerita fiksi, tokoh utama meninggal setelah mengalami kehilangan yang luar biasa. Namun bahkan dalam dunia nyata, seseorang bisa meninggal akibat patah hati. Sindrom patah hati umumnya dianggap sebagai akibat kematian seseorang yang pasangan hidupnya sudah duluan meninggal, namun penyebabnya tidak selalu jelas. Kondisi ini bisa dipicu oleh tekanan emosional mendadak akibat putus hubungan traumatik atau kematian orang yang dicintai.[3] Sindrom patah hati secara klinis berbeda dengan serangan jantung, karena pasien memiliki sedikit faktor risiko yang mendorong penyakit jantung dan sebelumnya sehat sebelum pelemahan otot-otot jantung. Tingkat kesembuhan para penderita "sindrom patah hati" lebih cepat daripada penderita serangan jantung dan kesembuhan penuh pada jantung bisa tercapai dalam waktu dua minggu.[4]

Pemahaman psikologis dan neurologis

Sebuah studi memperlihatkan bahwa patah hati terasa menyakitkan sebagaimana sakit fisik yang mendalam. Penelitian tersebut mendemonstrasikan bahwa daerah otak yang sama yang cepat tanggap dengan pengalaman menyakitkan teraktifkan ketika seseorang mengalami penolakan sosial, atau kehilangan sosial pada umumnya. "Hasil ini memberikan arti baru bahwa penolakan sosial memang 'menyakitkan'," kata psikolog sosial Universitas Michigan, Ethan Kross.[5][6] Penelitian Michigan melibatkan korteks somatosensori sekunder dan insula posterior dorsal.

Psikolog dan penulis Dorothy Rowe menceritakan kembali tentang apa yang ia pikirkan mengenai patah hati sebagai sebuah klise kosong sampai ia mengalaminya sendiri ketika dewasa.[7][8] Patah hati kadang bisa mendorong seseorang mencari bantuan medis untuk mengetahui gejala fisiknya, dan kemudian dikaitkan dengan kelainan somatoform.[9]

Proses neurologis yang terlibat dalam persepsi sakit hati belum diketahui, namun diduga melibatkan korteks singulat anterior otak, yang dapat berstimulasi secara berlebihan ke saraf vagus ketika terjadi tekanan sehingga menyebabkan sakit, mual, atau pengencangan otot di bagian dada.[10]

Lihat pula

3
The unnamed parameter 2= is no longer supported. Please see the documentation for {{columns-list}}.

Catatan kaki

  1. ^ Green, Terisa (2003). The tattoo encyclopedia: a guide to choosing your tattoo. Simon and Schuster. hlm. 113. 
  2. ^ Jeffrey Moussaieff Masson, General McCarthy: When Elephants Weep: The Emotional Lives of Animals ISBN 0-385-31428-0
  3. ^ Stein, Rob (February 10, 2005). "Study Suggests You Can Die of a Broken Heart". Washington Post. Diakses tanggal 2006-09-23. 
  4. ^ ""Broken Heart" Syndrome: Real, Potentially Deadly but Recovery Quick". Johns Hopkins Medicine. February 9, 2005. Diakses tanggal 2006-09-23. 
  5. ^ Diane Swanbrow (25 March 2011). "Study illuminates the 'pain' of social rejection". University of Michigan News Sevice. Diakses tanggal 3 Nov 2011. 
  6. ^ "Social rejection shares somatosensory representations with physical pain" (free PDF). Proceedings of the National Academy of Science. 108 (15): 6270–5. 12 April 2011. doi:10.1073/pnas.1102693108. PMID 21444827. Diakses tanggal 3 Nov 2011. 
  7. ^ Rowe, Dorothy (1983). Depression: The Way Out of Your Prison. hlm. 210–229. 
  8. ^ Rowe, Dorothy (5 June 2010). "Why on earth would I want to be young?". Daily Telegraph. Diakses tanggal 3 Nov 2011. I never again want to discover that 'heartbreak' and 'heartache' aren't empty clichés but words, first, for the knife in the heart that follows the discovery of betrayal, and, second, for the dull ache of the heavy stone above my heart. 
  9. ^ "Overview of Somatoform Disorders". Merck Manual of Home Health. Stress can cause physical symptoms even when no physical disorder is present....Sometimes a physical symptom appears to be a metaphor for an emotional experience, as when people with a “broken heart” have chest pain. 
  10. ^ Emery, Robert; Coan, Jim (March 2010). "What causes chest pain when feelings are hurt?". Scientific American Mind.