Mbaba Belo Selambar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Mbaba belo selambar)

Mbaba Belo Selambar yang berarti 'membawa sirih selembar" adalah salah satu ritual sebelum pernikahan dalam suku Karo.[1] Ritual ini merupakan bagian dari rangkaian ritus Pernikahan adat Karo.[1] Ritual ini dilaksanakan baik oleh pihak perempuan, maupun pihak laki-laki.[1]

Tentang Mbaba Belo Selambar[sunting | sunting sumber]

Dalam suku Karo, ritual pernikahan diawali dengan masa peminangan.[1] Masa ini dalam bahasa Karo disebut mbaba belo selambar.[1] Dalam ritual ini pula, peran laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan perempuan.[1] Maba belo selambar merupakan suatu ritual meminang seorang gadis.[1] Peminangan ini dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki.[1] Peminangan ini dilakukan untuk menanyakan kesediaan dari gadis tersebut dan keluarganya.[1] Keluarga yang dimaksud tidak hanya orangtuanya, tetapi juga sembuyak, anak beru, singalo bere-bere, dan kalimbubu.[1] Pada zaman dahulu acara mbaba belo selambar biasanya dilakasanakan pada malam hari setelah makan malam selesai.[1]

Dalam acara Mbaba Belo Selambar, dari pihak laki-laki maupun perempuan harus dihadiri oleh beberapa pihak yang wajib untuk menghadiri ritual tersebut.[2] Pihak yang harus hadir adalah laki-laki yang melamar, orang tua laki-laki, sembuyak, senina sikaku ranan, kalimbubu singalo ulu emas, dan anak beru.[2] Sedangkan bagi pihak perempuan, yang harus hadir adalah gadis yang dilamar, orang tua, sembuyak, senina sikaku ranan, kalimbubu singalo bere-bere, singalo perbibin, dan anak beru.[2]

Tata Cara Mbaba Belo Selambar[sunting | sunting sumber]

Mbaba Belo Selambar diawali dengan penyerahan kampil persentabin oleh pihak laki-laki (pelamar).[3] Pihak laki-laki ini harus menyiapkan enam buah kampil tersebut.[3] Isi dari kampil adalah rokok dan peralatan makan sirih.[3] Lima kampil yang telah disediakan pihak laki-laki diserahkan kepada pihak perempuan.[3] Satu kampil lainnya diberikan kepada kalimbubu singalo ulu emas.[3] Ritus Mbaba Belo Selambar dapat dikatakan selesai apabila sudah ada kesepakatan dan kesediaan dari pihak perempuan terhadap lamaran yang telah diberikan oleh pihak laki-laki.[3] Lalu, di dalam ritus ini dilakukan ersinget-singet. Dalam ersinget-singet, kedua belah pihak membicarakan hal-hal berikut berikut.[3]

  • Gantang Tumba atau unjuken (Tempat nasi) yang diserahkan kepada keluarga dari pihak perempuan adalah:
    • Gantang Tumba atau unjuken.[3]
    • Rudang-Rudang.[3]
    • Senina Sinaku Ranan.[4]
  • Penyerahan kepada kalimbubu tiga serangkai (telu sada dalanen), berupa:[4]
  • Hari pelaksanaan pesta pernikahan.[4]


  • Pertemuan antara pengantin dengan orang tua.[4]
  • Acara pesta.[4]
  • Tentang undangan.[4]

Setelah ersinget-singet selesai dibicarakan, maka selanjutnya akan diadakan kesepakatan bersama dengan cara melakukan sijalapen ( baisanya dengan keluarga dekat), yang terdiri dari:[4]

  • Siapa yang akan menikah (si empo atau si sereh).[4]
  • Orang tua (simupus).[4]
  • Sembuyak.[4] Senina ku ranan.[4]
  • Anak beru tua.[4]
  • Anak beru cekoh baka tutup.[4]
  • Anak beru menteri.[4]

Setelah acara sijalapen selesai, anak beru pihak laki-laki menyerahkan pundun dan penindih pudun.[5] Pundun dan penindih pundun adalah daun nipah yang diikat.[5] Kedua benda ini adalah tanda kesepakatan yang telah tercapai.[5] Kedua benda ini diberikan kepada pihak perempuan sebanyak lima buah. Isi dari ini kedua benda ini merupakan tentang pelaksanaan nganting manuk.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia)Bangun, Tridah. 1986. Adat dan Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Karo.Jakarta: Kesaint Blanc.
  2. ^ a b c (Indonesia)Ginting, Malem Ukur. 2008. Adat Karo.Medan: Sirulo.
  3. ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Bangun, Roberto. 1989. Mengenal orang Karo.Jakarta: Yayasan Pendidikan Bangun.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Indonesia)Ginting, Nalinta. 1984. Turi-turin Beru Rengga Kuning: Turi-turin Adat Budaya Karo.Deli Tua: Toko Buku Kobe.
  5. ^ a b c d (Indonesia)Tambun, P. 1952. Adat-Istiadat Karo.Jakarta: Balai Pustaka.