Rasisme di Korea Selatan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Rasisme di Korea Selatan''' telah diakui oleh para cendekiawan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai masalah sosial yang besar.<ref name=Park>{{citatio...'
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 14 Maret 2021 09.06

Rasisme di Korea Selatan telah diakui oleh para cendekiawan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai masalah sosial yang besar.[1][2]

Gambaran

Meningkatnya imigrasi ke Korea Selatan sejak tahun 2000-an memicu ekspresi rasisme yang lebih terbuka, serta kritik terhadap ekspresi tersebut.[1][3] Surat kabar sering melaporkan dan mengkritik diskriminasi terhadap imigran dalam berbagai bentuk, seperti bayaran yang lebih rendah daripada upah minimum, gaji yang tak kunjung dibayar, kondisi kerja yang tidak aman, kekerasan fisik, dan pencemaran nama baik.[1]

Dalam Survei World Values 2017-2020, dari 1.245 warga Korea Selatan yang disurvei, 15,2% melaporkan bahwa mereka tidak menerima seseorang yang berbeda ras sebagai tetangga.[4] Hal ini merupakan penurunan tajam dari Survei World Values 2010-2014, di mana dari 1200 warga Korea Selatan yang disurvei, 34,1% menyatakan tidak mau bertetangga dengan seseorang dari ras yang berbeda.[5] Dalam survei 2010-2014, 44,2% melaporkan bahwa mereka tidak menginginkan "imigran/pekerja asing" sebagai tetangga.[3][6] Pada laporan 2017-2020, angka ini turun menjadi 22,0%.[7]

Sikap rasis lebih sering ditujukan terhadap imigran dari negara Asia lain serta Afrika, dan lebih jarang ditujukan terhadap imigran Eropa dan kulit putih dari Amerika Utara yang kadang-kadang dapat menerima "perlakuan yang terlalu baik".[1][8] Diskriminasi serupa juga dilaporkan menyasar anak-anak dari ras campuran, orang Korea Tiongkok, dan imigran dari Korea Utara.[8]

Sejarah

Para ahli percaya bahwa identitas nasional Korea yang kuat berasal dari tradisi "seribu tahun garis keturunan leluhur yang 'murni', persamaan bahasa, adat istiadat, dan sejarah"[9] dan kian menguat selama dan setelah penjajahan Jepang pada abad ke-20. Upaya Jepang untuk melenyapkan bahasa, budaya, dan sejarah Korea telah membangun etnosentrisme dan etnonasionalisme sebagai cara yang ditempuh rakyat Korea untuk merebut kembali dan mempertahankan kedaulatan mereka.

Krisis keuangan Asia 1997 adalah salah satu peristiwa yang membentuk sikap kebanyakan orang Korea terhadap pendatang dan orang asing. Pada krisis 1997, IMF memaksa Korea Selatan untuk mengambil bailout dan dampak buruknya terhadap ekonomi Korea berupa penutupan lembaga keuangan, 5% pekerja kehilangan pekerjaan, dan menurunnya pendapatan sebagian besar penduduk.[10]

Catatan kaki

  1. ^ a b c d Park, Keumjae (2014), "Foreigners or multicultural citizens? Press media's construction of immigrants in South Korea", Ethnic and Racial Studies, 37 (9): 1565–1586, doi:10.1080/01419870.2012.758860 
  2. ^ "The strange, contradictory privilege of living in South Korea as a Chinese-Canadian woman". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-05. 
  3. ^ a b Kim, Yugyun; Son, Inseo; Wie, Dainn; et al. (19 Juli 2016), "Don't ask for fair treatment? A gender analysis of ethnic discrimination, response to discrimination, and self-rated health among marriage migrants in South Korea", International Journal for Equity in Health, 15 (1): 112, doi:10.1186/s12939-016-0396-7, PMC 4949882alt=Dapat diakses gratis, PMID 27430432 
  4. ^ "World Values Survey Wave 7 (2017-2020)". Worldvaluessurvey.org (dalam bahasa Inggris). 
  5. ^ "World Values Survey Wave 6 (2010-2014)". Worldvaluessurvey.org (dalam bahasa Inggris). 
  6. ^ "World Values Survey (2010-2014)". World Values Survey Association. 2015-04-18. hlm. 72. 
  7. ^ "World Values Survey Wave 7 (2017-2020)". Worldvaluessurvey.org (dalam bahasa Inggris). 
  8. ^ a b Campbell, Emma (2015), "The end of ethnic nationalism? Changing conceptions of national identity and belonging among young South Koreans", Nations & Nationalism, 21 (3): 483–502, doi:10.1111/nana.12120 
  9. ^ H.S. Moon, Katharine (Oktober 2015). "South Korea's Demographic Changes and their Political Impact" (PDF). 
  10. ^ "Why South Korean Businesses Can Legally Refuse to Serve Foreigners". Bloomberg.com (dalam bahasa Inggris). 2016-03-11.