Lompat ke isi

Penglihatan burung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dengan mata yang menghadap ke depan, elang botak memiliki penglihatan binokular yang luas.

Penglihatan adalah indra yang paling penting untuk burung, karena penglihatan yang baik bersifat sangat menentukan bagi penerbangan yang aman, dan kelompok burung memiliki sejumlah adaptasi yang memberikan keunggulan visual dari kelompok vertebrata lainnya; merpati dideskripsikan sebagai "dua mata dengan sayap".[1] Mata burung mirip dengan mata reptil, memiliki otot siliaris yang dapat mengubah bentuk lensa mata secara lebih cepat dan lebih luas daripada mata mamalia. Burung memiliki mata yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan hewan lain dalam kingdom animalia dengan ukuran tubuh yang sama besar, dan sebagai akibat dari matanya yang besar tersebut, gerakannya terbatasi oleh tulang rongga mata.[1] Di samping mempunyai dua kelopak mata sebagaimana biasa ditemukan pada vertebrata, mata burung juga dilindungi oleh membran ketiga yang transparan dan dapat digerak-gerakkan. Anatomi internal mata burung sama dengan vertebrata lain, namun memiliki struktur tambahan yang hanya ada pada burung, yakni pekten okuli.

Penglihatan burung, tidak sebagaimana pada manusia, namun serupa dengan ikan, amfibia, dan reptil, mempunyai empat jenis reseptor warna. Hal ini membuat kemampuan mata burung untuk menangkap bukan hanya kisaran cahaya tampak, tetapi juga rentang sinar ultraungu dari spektrum cahaya, serta adaptasi lain yang memungkinkan burung untuk mendeteksi cahaya terpolarisasi atau medan magnet. Secara proposional, burung memiliki lebih banyak reseptor cahaya di retinanya daripada mamalia, dan lebih banyak koneksi saraf antara reseptor cahaya dan otak.

Beberapa jenis burung memiliki modifikasi khusus pada sistem visual mereka terkait dengan cara hidup masing-masing. Burung pemangsa memiliki reseptor cahaya dengan kepadatan yang sangat tinggi dan adaptasi lain yang memaksimalkan ketajaman visualnya. Posisi kedua mata burung pemangsa adalah sedemikian rupa, sehingga membuat penglihatan binokular mereka yang baik dan memungkinkan burung untuk memperhitungkan jarak secara akurat. Sementara burung-burung malam (nokturnal) mempunyai mata yang berbentuk tabung, dengan sedikit detektor warna, tetapi memiliki sel batang dengan kepadatan tinggi yang sangat berguna saat cahaya sedikit. Dara laut, camar, dan albatros adalah sebagian dari jenis burung laut yang memiliki tetesan minyak merah atau kuning pada reseptor warna di matanya, untuk memperbaiki penglihatan jarak jauh terutama pada kondisi berkabut.

Anatomi ekstraokular

Mata burung paling dekat menyerupai mata reptil. Ia tidak mirip dengan mata mamalia, matanya tidak bulat, dan bentuk datar memungkinkan lebih bidang visual untuk menjadi fokus. Lingkaran lempengan tulang, yaitu cincin sklerotik, mengelilingi mata membuat mata menjadi kaku. Tetapi sebuah perbaikan dalam mata reptil, ditemukan juga di mamalia, yakni lensa matanya lebih menonjol kedepan, sehingga meningkatkan jumlah bayangan objek yang jatuh ke retina.[2]

Bidang pandang seekor merpati (kiri) dan burung hantu (kanan).

Kebanyakan burung tidak bisa menggerakkan matanya, meski ada beberapa pengecualian, seperti burung dendang air.[3] Burung dengan mata yang terletak di kedua sisi kepala memiliki bidang pandang yang luas, hal ini berguna untuk mendeteksi adanya pemangsa, sementara burung dengan mata di depan kepala seperti burung hantu memiliki daya penglihatan binokular, sehingga mampu memperkirakan jarak pada saat berburu.[4] Berkik-gunung amerika mungkin memiliki bidang visual terbesar dari burung apapun, 360° pada bidang horisontal, dan 180° pada bidang vertikal.[5]

Membran pengedip mata Trulek Topeng

Kelopak mata burung tidak digunakan untuk berkedip. Mata burung mendapat pelumasan dari membran pengelip, kelopak mata ketiga yang tersembunyi yang mengusap kearah horisontal keseluruh mata seperti pembersih kaca.[6] Membran pengelip juga menutup mata sepeti lensa kontak pada burung air pada saat mereka menyelam.[7] Saat tidur, pada kebanyakan burung kelopak mata bawah terangkat ke atas untuk menutup mata, kecuali burung hantu bertanduk dimana kelopak mata atas yang bergerak.[8] Mata juga dibersihkan dengan cairan air mata dari kelenjar air mata dan dilindungi oleh zat berminyak dari kelenjar harderian yang melapisi kornea dan mencegah kekeringan. Mata burung lebih besar dibandingkan dengan ukuran hewan daripada kelompok hewan lain, meskipun sebagian besar yang tersembunyi dalam tengkorak. Burung unta memiliki mata terbesar dari vertebrata darat, dengan panjang aksial 50 mm, dua kali lipat dari mata manusia.[1]

Ukuran mata burung terkait erat dengan massa tubuhnya. Sebuah studi dari lima jenis burung (burung nuri, merpati, petrel, burung pemangsa dan burung hantu) menunjukkan bahwa massa mata sebanding dengan massa tubuh, tetapi seperti yang diharapkan dari kebiasaan mereka dan ekologi visualnya, burung laut dan burung hantu memiliki mata yang relatif besar untuk ukuran massa tubuh mereka.[9] Studi tentang perilaku burung menunjukkan bahwa banyak spesies burung fokus pada objek yang jauh memiliki keistimewaan pada daya penglihatan lateral dan monokular, dan burung akan mengorientasikan diri ke samping untuk memaksimalkan resolusi visual. Untuk seekor merpati, pandangan kesamping memiliki resolusi dua kali lebih baik daripada pandangan ke depan, sedangkan bagi manusia terjadi hal yang sebaliknya.[1]

Burung robin eropa memiliki mata yang relatif besar dan mulai bernyanyi di pagi hari.

Kinerja mata dalam tingkat cahaya rendah tergantung pada jarak antara lensa dan retina, dan burung kecil secara efektif dipaksa menjadi burung siang karena mata mereka tidak cukup besar untuk melihat diwaktu malam. Meskipun banyak spesies bermigrasi di malam hari, mereka sering berbenturan dengan bermacam objek bahkan objek yang terang benderang seperti mercusuar atau platform pengeboran minyak. Burung pemangsa adalah burung siang, karena meskipun mata mereka besar, namun mata tersebut dioptimalkan untuk memberikan resolusi spasial yang maksimum, sehingga mata tersebut juga tidak berfungsi dengan baik dalam cahaya yang buruk.[10] Banyak burung memiliki struktur mata yang asimetri, yang memungkinkan mereka untuk fokus pada cakrawala dan bagian penting dari tanah secara bersamaan. Adaptasi ini dimungkinkan karena burung memiliki miopia di bagian bawah bidang pandang mereka.[1] Burung dengan mata yang relatif besar dibandingkan dengan massa tubuh mereka, seperti ekor merah-lembayung dan robin eropa akan berkicau sebelum fajar sebelum burung-burung dengan ukuran yang sama dan massa tubuh yang lebih kecil lainnya berkicau. Namun, jika burung memiliki ukuran mata yang sama tetapi massa tubuh yang berbeda, spesies yang lebih besar berkicau lebih lambat dibanding spesies yang lebih kecil. Ini mungkin karena burung kecil harus memulai hari lebih awal karena pengurangan berat badan semalam.[11] Burung malam memiliki mata yang sangat optimal terhadap sensitivitas visual, dengan kornea yang relatif besar terhadap panjang mata, sedangkan burung siang memiliki mata yang relatif panjang terhadap diameter kornea untuk memberikan ketajaman visual yang lebih besar. Informasi tentang spesies yang sudah punah dapat disimpulkan dari pengukuran dari cincin sklerotik dan kedalaman orbit. Agar pengukuran bisa dilakukan, fosil tersebut harus masih memiliki benuk tiga dimensi. Untuk spesimen datar seperti Archeopteryx, pengukuran tidak bisa dilakukan karna meskipun memiliki cincin sklerotik lengkap tetapi tidak ada pengukuran kedalaman orbit.[12]

Anatomi mata

Anatomi mata burung

Struktur utama dari mata burung mirip dengan vertebrata lainnya. Lapisan luar mata terdiri dari kornea transparan di bagian depan, dan dua lapisan sklera - lapisan serat kolagen kuat berwarna putih yang mengelilingi seluruh mata dan mendukung dan melindungi mata secara keseluruhan. Mata ini dibagi secara internal oleh lensa menjadi dua bagian utama: bagian anterior dan bagian posterior. Ruang anterior berisi cairan yang disebut aqueous humor, dan ruang posterior berisi vitreous humor, suatu zat bening seperti jeli.[13]

Lensa merupakan bagian transparan yang berbentuk cembung dengan lapisan keras di bagian luar dan lapisan dalam yang lebih lembut. Lensa berfungsi memfokuskan cahaya pada retina. Bentuk lensa dapat diubah oleh otot-otot siliaris yang langsung melekat pada lensa melalui serat zonular. Selain otot-otot ini, beberapa burung juga memiliki otot crampton, yang dapat mengubah bentuk kornea, sehingga memberikan burung rentang pandang yang lebih besar dibandingkan mamalia yang lain. Perubahan ini dapat dilakukan dengan cepat untuk beberapa jenis burung air yang bisa menyelam. Iris adalah diafragma muskular yang berwarna terletak di depan lensa yang mengontrol jumlah cahaya yang masuk mata. Di tengah-tengah iris terdapat pupil, daerah lingkaran variabel yang dilalui cahaya untuk masuk ke dalam mata.[2][14]

Burung kolibri adalah satu di antara banyak burung dengan dua fovea

Retina adalah bagian yang memiliki banyak lapisan melengkung dan lembut, yang memiliki sel fotoreseptor batang dan kerucut yang terhubung ke neuron dan pembuluh darah. Kepadatan fotoreseptor sangat penting dalam menentukan pencapaian ketajaman visual maksimum. Manusia memiliki sekitar 200.000 reseptor per mm², tetapi Burung gereja memiliki 400.000 reseptor per mm² dan Elang Buteo memiliki 1.000.000 reseptor per mm². Tidak semua fotoreseptor terhubung ke saraf optik secara individual, dan rasio saraf ganglion pada reseptor cukup penting dalam menentukan resolusi. Untuk burung, rasio ini sangat tinggi, burung kicuit putih memiliki sel ganglion 100.000 hingga 120.000 fotoreseptor.[2]

Sel fotoreseptor batang lebih sensitif terhadap cahaya, tetapi tidak memberikan informasi warna, sedangkan sel fotoreseptor kerucut kurang sensitif terhadap cahaya namun memungkinkan penglihatan yang berwarna. Pada burung siang, 80% dari reseptor adalah sel fotoreseptor kerucut (90% untuk beberapa burung walet) sedangkan burung hantu memiliki hampir semua sel fotoreseptor batang . Seperti vertebrata lainnya kecuali mamalia plasenta, beberapa sel fotoreseptor kerucut memiliki struktur ganda, dan jumlah ini dapat mencapai 50% dari semua sel fotoreseptor kerucut pada beberapa spesies.[15]

Di bagian tengah retina adalah fovea yang memiliki kepadatan yang lebih besar dari reseptor dan merupakan daerah ketajaman visual kedepan yang terbesar, (paling tajam, dapat mendeteksi objek paling jelas). Dalam 54% burung, termasuk burung pemangsa, raja-udang, kolibri dan burung layang-layang, memiliki fovea kedua untuk meningkatkan penglihatan ke samping. Saraf optik adalah kumpulan serabut saraf yang membawa pesan dari mata ke bagian yang relevan di otak dan sebaliknya. Seperti mamalia, burung memiliki titik buta kecil yang tidak memiliki fotoreseptor, di daerah di mana mata digabungkan oleh saraf optik dan pembuluh darah.[2]

Pekten adalah bagian yang masih kurang dipahami, yang terdiri dari jaringan lipat yang terhubung ke retina. Pekten juga memiliki banyak pembuluh darah dan menjaga retina dari kekurangan pasokan nutrisi,[1] dan juga dapat melindungi retina dari cahaya yang menyilaukan atau membantu mendeteksi benda bergerak.[2]

Koroid adalah lapisan yang terletak di belakang retina yang berisi pembuluh nadi kecil dan pembuluh balik yang mengalirkan darah ke retina. Koroid mengandung melanin, pigmen yang memberikan warna gelap pada mata, membantu untuk mencegah gangguan dari refleksi.[13]

Persepsi cahaya

Keempat pigmen dalam sel fotoreseptor kerucut burung memperluas jangkauan penglihatan warna sampai ke ultraviolet.[16][17]

Mata burung memiliki dua macam reseptor cahaya, reseptor cahaya batang dan reseptor cahaya kerucut. Reseptor cahaya yang berisi pigmen penglihatan rhodopsin lebih baik untuk penglihatan malam hari karena mereka peka terhadap jumlah cahaya yang sedikit. Reseptor cahaya kerucut mampu mendeteksi warna tertentu (atau panjang gelombang) cahaya, sehingga lebih penting hewan yang berorientasi warna seperti burung.[18] Kebanyakan burung tetrakromatik, memiliki empat jenis sel fotoreseptor kerucut, masing-masing dengan puncak serapan maksimal yang berbeda. Dalam beberapa burung, puncak penyerapan maksimal dari sel fotoreseptor kerucut bertanggung jawab terhadap panjang gelombang terpendek yang mampu dilihat, yang meluas sampai ke kisaran (UV) ultraviolet, membuat mereka sensitiv terhadap sinar ultraviolet.[19] Burung merpati memiliki pigmen tambahan dan karena itu pentakromatik.[20]

Keempat spektrum pigmen fotoreseptor kerucut yang berbeda, berasal dari opsin, terkait dengan molekul kecil yang disebut retina, yang erat berhubungan dengan vitamin A. Ketika pigmen menyerap cahaya, retina berubah bentuk dan berpotensi mengubah membran dari sel fotoreseptor kerucut yang mempengaruhi neuron di lapisan ganglion retina. Setiap neuron dalam lapisan ganglion dapat memproses informasi dari sejumlah sel fotoreseptor, dan pada gilirannya dapat memicu impuls saraf untuk menyampaikan informasi sepanjang saraf optik untuk diproses lebih lanjut di pusat-pusat penglihatan khusus di otak. Semakin intens cahaya, foton lebih banyak diserap oleh pigmen visual, semakin besar eksitasi dari setiap fotoreseptor kerucut, dan muncul cahaya terang.[18]

Diagram sel kerucut burung.

Sejauh ini pigmen fotoreseptor kerucut yang paling banyak ditemui dalam setiap jenis burung yang sudah diperiksa adalah bentuk panjang gelombang panjang iodopsin, yang menyerap panjang gelombang sekitar 570 nm. Ini kira-kira kawasan spektrum warna merah dan hijau, dan pigmen ini mendominasi sensitivitas penglihatan warna pada burung.[20] Pada pinguin puncak serapan pigmen fotoreseptor kerucut bergeser menjadi 543 nm untuk, untuk beradaptasi ke lingkungan air laut yang biru.[21]

Informasi yang disampaikan oleh sel kerucut tunggal itu terbatas: dengan sendirinya, sel tidak dapat memberitahu otak panjang gelombang cahaya yang mana yang menyebapkan perangsangan. Sebuah pigmen penglihatan dapat menyerap dua panjang gelombang yang sama, tetapi meskipun foton mereka memiliki energi yang berbeda, sel kerucut tidak dapat membedakan mereka, sebab mereka berdua menyebabkan retina berubah bentuk dan memicu impuls yang sama. Agar otak dapat melihat warna, ia harus membandingkan respon dari dua atau lebih sel kerucut yang mengandung pigmen visual yang berbeda, sehingga ke empat pigmen pada burung makin meningkatkan kemampuan burung membedakan warna.[18]

Setiap sel kerucut pada burung atau reptil mengandung tetesan minyak berwarna, hal ini tidak lagi ada pada mamalia. Tetesan ini, yang mengandung karotenoid dalam konsentrasi tinggi, bertindak sebagai filter, menghapus beberapa panjang gelombang dan mempersempit spektrum penyerapan pigmen. Hal ini mengurangi respon yang tumpang tindih antara pigmen dan meningkatkan jumlah warna yang bisa dibedakan oleh burung.[18] Ada enam jenis tetesan minyak berwarna yang telah diidentifikasi, lima di antaranya memiliki campuran karotenoid mampu menyerap panjang gelombang dan intensitas yang berbeda, sedang jenis keenam tidak memiliki pigmen.[22] Pigmen dengan puncak penyerapan maksimal terendah termasuk yang sensitif terhadap UV, memiliki jenis tetesan minyak 'bening' atau 'transparan' dengan efek penyesuaian spektrum yang telativ kecil.[23]

Warna dan distribusi tetesan minyak retina sangat bervariasi di antara spesies, hal ini lebih ditentukan oleh lingkungan ekologi (pemburu, pencari ikan, pemakan biji) ketimbang hubungan genetik. Sebagai contoh, burung pemburu siang seperti layang-layang asia dan burung pemangsa memiliki tetesan berwarna sedikit, sedangkan burung pemakan ikan permukaan Dara-laut Biasa memiliki sejumlah besar tetesan merah dan kuning di belakang retina.[20] Bahkan dalam rentang panjang gelombang yang dapat dilihat manusia, burung pengicau dapat mendeteksi perbedaan warna yang tidak dapat dilakukan manusia. Ini perbedaan yang cukup kecil, bersama dengan kemampuan burung untuk melihat sinar ultraviolet, hal ini juga berarti burung mampu melihat dimorfisme seksual banyak spesies, sementara manusia tidak mampu.[24]

Dalam bermigrasi, burung penyanyi memanfaatkan medan magnet bumi, bintang, matahari, dan pola cahaya terpolarisasi untuk menentukan arah perpindahan mereka. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa migrasi burung pipit Savannah menggunakan cahaya terpolarisasi dari langit dekat horison untuk mengkalibrasi ulang sistem navigasi magnetik mereka pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Hal ini menunjukkan bahwa pola polarisasi cahaya langit merupakan referensi kalibrasi utama untuk semua burung penyanyi pada saat migrasi.[25] Namun, tampak juga bahwa burung dapat menanggapi indikator sekunder dari sudut polarisasi, dan mungkin tidak benar-benar mampu langsung mendeteksi arah polarisasi tanpa adanya isyarat ini.[26]

Ultraviolet

Alap-alap erasia pemangsa tikus dapat mendeteksi jejak ultraviolet mangsanya.

Beberapa jenis burung dapat melihat sinar ultraviolet,[27] yang memiliki peran penting dalam proses percumbuan. Banyak burung yang memperlihatkan pola bulu dalam sinar ultraviolet yang tak terlihat oleh mata manusia. Beberapa burung yang tidak dapat dikenali jenis kelaminnya dengan mata telanjang, dapat dibedakan melalui pola-pola pantulan sinar ultraviolet pada bulu mereka. Burung gelatik biru jantan memiliki pola kilauan ultraviolet pada jambulnya, yang ditampilkan dengan menaikkan bulu tengkuk mereka ketika berupaya menarik perhatian pasangannya.[28] Burung rio-rio biru jantan, yang memiliki warna bulu biru paling cerah dan paling mendekati ultraviolet, adalah yang memiliki wilayah yang paling luas dengan mangsa melimpah, dan memberi makan anak-anaknya lebih sering daripada burung jantan lainnya.[18]

Penampilan paruh cukup penting dalam interaksi burung sikatan-hitam. Meskipun komponen UV tampaknya tidak penting dalam interaksi antara pejantan penguasa wilayah, di mana tingkat warna oranye di sini memegang peranan, burung betina merespon lebih kuat terhadap burung jantan yang memiliki pantulan UV terbaik.[29]

Kemampuan melihat UV dapat memberikan keuntungan bagi binatang dalam mencari makanannya. Lapisan lilin yang dijumpai pada banyak macam buah-buahan, memantulkan cahaya UV yang bisa menunjukkan keberadaan buah-buahan tersebut.[18] Alap-alap erasia dapat menemukan jejak tikus secara visual. Hewan pengerat kecil itu meninggalkan bekas air seni dan tinja yang memantulkan sinar UV, membuatnya terlihat oleh burung alap-alap, terutama di musim semi sebelum tanda tersebut tertutup oleh oleh tumbuh-tumbuhan.[30]

Persepsi

Pergerakan

Layang-layang merah terbang di sebuah tempat pemberian makanan burung di Skotlandia.

Burung dapat menangkap gerakan cepat lebih baik daripada manusia. Manusia tidak bisa membedakan kelipan bola lampu neon secara individu, karena bola lampu neon berosilasi pada 60 Hz, tetapi burung kesturi dan ayam memiliki ambang flicker lebih dari 100 Hz. Elang Cooper dapat mengejar mangsanya gesit melewati hutan dan menghindari cabang dan objek lain dengan kecepatan tinggi, bagi manusia pengejaran seperti ini akan terlihat kabur.[5] Burung juga dapat mendeteksi objek yang bergerak lambat. Pergerakan matahari dan rasi bintang di langit tak terlihat untuk manusia, tetapi terdeteksi oleh burung. Kemampuan untuk mendeteksi gerakan-gerakan ini memungkinkan burung yang sedang bermigrasi untuk mendapat orientasi yang benar.[5] Untuk mendapatkan gambar yang stabil saat terbang atau ketika bertengger di cabang bergoyang, secara refleks burung mengusahakan kepala mereka berada dalam keadaan sesetabil mungkin. Mempertahankan gambar yang stabil sangat penting bagi burung pemangsa.[5]

Sudut dan bentuk

Ketika sebuah objek terhalang sebagian oleh objek yang lain, manusia secara tidak sadar cenderung membayangkan bagian yang terhalang untuk mendapatkan bentuk objek yang sempurna. Penelitian yang dilakukan dari burung merpati, diketahui bahwa burung merpati tidak menyempurnakan bentuk yang tidak lengkap.[31] Sebuah penelitian yang dilakukan dengan cara mengubah tingkat keabuan dari tempat bertengger yang warnanya berbeda dari latar belakang menunjukkan bahwa burung kesturi tidak mendeteksi sudut berdasarkan warna.[32]

Medan magnet

Dalam bermigrasi, burung sedikit tergantung dengan medan magnet.[33] Burung menggerakkan kepalanya untuk mendeteksi arah medan magnet,[34] dan penelitian yang dilakukan di sistem saraf burung menunjukkan bahwa burung dapat "melihat" medan magnet.[35] Mata kanan burung migran mengandung protein fotorereseptiv yang disebut criptocrom. Cahaya merangsang molekul-molekul yang ada di dalam criptocrom untuk menghasilkan elektron bebas yang berinteraksi dengan medan magnet bumi, sehingga memberikan informasi tentang arah.[36][37]

Variasi antar kelompok burung

Burung pemangsa siang

"Mata elang" menjadi simbol ketajaman visual.

Kemampuan visual dari burung pemangsa yang legendaris, dan ketajaman penglihatan mereka disebapkan karena berbagai faktor. Burung pemangsa memiliki mata yang besar untuk ukuran mereka, 1,4 kali lebih besar dari rata-rata untuk burung dengan berat yang sama,[9] dan mata yang berbentuk tabung untuk menghasilkan gambar retina yang lebih besar. Retina memiliki sejumlah besar reseptor per milimeter persegi, yang menentukan tingkat ketajaman visual. Semakin banyak reseptor yang dimiliki binatang, semakin tinggi kemampuannya untuk membedakan objek individu dari kejauhan, terutama ketika sedang berburu, masing-masing reseptor biasanya melekat pada ganglion tunggal.[1] Banyak burung pemangsa yang memiliki fovea dengan reseptor cahaya batang dan reseptor cahaya kerucut jauh lebih banyak dari fovea manusia (65.000 / mm² pada alap-alap amerika, 38.000 /mm² pada manusia) hal ini membuat burung-burung ini memiliki jarak pandang yang spektakuler jauhnya.[38]

Masing-masing retina Elang Dada-hitam memiliki dua fovea[39]

Mata yang menghadap ke depan pada burung pemangsa memberikan penglihatan binokular, yang dibantu oleh fovea ganda.[2] Adaptasi pada burung pemangsa untuk mendapatkan resolusi visual yang optimum (seekor burung kestrel amerika dapat melihat serangga 2 mm dari atas pohon setinggi 18 m) memiliki kelemahan yakni penglihatannya menjadi sangat lemah di cahaya yang redup dan burung-burung tersebut harus bertengger pada waktu malam.[1] Burung pemangsa sering harus mengejar mangsa yang bergerak bawah bidang visual mereka, dan karena itu mereka tidak memiliki penyesuaian bidang miopia di bagian bawah seperti yang ditunjukkan oleh burung jenis lainnya.[1] Burung pemakan bangkai seperti burung nasar tidak perlu visi yang tajam seperti itu, maka burung kondor hanya memiliki fovea tunggal dengan sekitar 35.000 reseptor/mm².

Burung pemangsa kurang memiliki tetesan minyak berwarna, di dalam sel fotoreseptor kerucutnya, dan mungkin memiliki persepsi warna menyerupai manusia, dan tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi cahaya terpolarisasi. Bulunya, umumnya berwarna coklat, abu-abu dan putih, dan mereka tidak memamerkan warna dalam mencari pasangan, hal ini menunjukkan bahwa warna relatif tidak penting untuk jenis burung ini.[2]

Pada kebanyakan burung pemangsa matanya menonjol dan bulu memanjang di atas dan di depan mata. "Alis" ini membuat burung pemangsa memiliki tatapan yang khas. Tonjolan tersebut melindungi mata dari angin, debu, puing-puing, dan sebagai perisai dari cahaya silau yang berlebihan. Elang tiram tidak memiliki tonjolan ini, meskipun susunan bulu di atas mata berfungsi hampir sama, tetapi juga memiliki bulu gelap di depan mata yang mungkin berfungsi untuk mengurangi silau dari permukaan air ketika burung tersebut berburu untuk makanannya yakni ikan.[5]

Burung malam

Burung hantu

Burung hantu memiliki mata yang sangat besar untuk ukuran mereka, 2,2 kali lebih besar dari rata-rata untuk burung dari berat yang sama,[9] dan terletak di bagian depan kepala. Mata mereka memiliki bidang yang overlap 50%-70%, memberikan penglihatan binokular yang lebih baik dibanding burung-burung pemangsa siang (overlap 30-50%).[40] Retina burung hantu cokelat memiliki sekitar 56.000 sel batang yang peka cahaya per milimeter persegi, walaupun pernah dikatakan bahwa mereka dapat melihat spektrum inframerah, namun klaim tersebut sudah dicabut.[41]

Setiap retina burung hantu hanya memiliki sebuah fovea[39]

Adaptasi untuk penglihatan malam termasuk ukuran mata yang besar, bentuknya yang menyerupai tabung, sejumlah besar sel retina batang, dan tidak memiliki sel retina kerucut, karena penglihatan warna tidak diperlukan di malam hari. Ada beberapa tetesan minyak berwarna, yang akan mengurangi intensitas cahaya, namun di dalam retina terdapat lapisan reflektif, tapetum lucidum. Ini berguna untuk meningkatkan jumlah cahaya yang diterima setiap sel fotoreseptor, yang memungkinkan burung untuk melihat lebih baik dalam kondisi cahaya rendah.[2] Burung hantu umumnya hanya memiliki satu fovea, dan kurang berkembang kecuali dalam pemburu siang seperti Burung-hantu telinga-pendek.[40]

Selain burung hantu, elang kelelawar, Paruh-kodok, Burung Cabak juga memiliki penglihatan baik di malam hari. Beberapa spesies burung yang tinggal di gua yang dalam dan gelap, menemukan jalan menuju sarangnya dengan sistem ekolokasi. Burung Minyak adalah satu satunya burung malam yang memiliki ekolokasi,[42] namun beberapa Burung walet Aerodramus juga menggunakan cara ini dengan satu spesies walet Atiu, juga menggunakan ekolokasi di luar gua.[43][44]

Burung air

Kuntul kecil (Egretta garzetta) mampu dengan tepat mengincar mangsanya yang berenang di dalam air

Burung laut seperti dara laut dan camar yang mencari makan di permukaan air atau menyelam untuk menangkap mangsanya, memiliki tetesan minyak merah pada sel-sel kerucut retina matanya. Organ ini berfungsi meningkatkan kontras dan ketajaman penglihatan pada jarak jauh, terutama dalam kondisi yang berkabut.[2] Jenis-jenis burung yang harus melihat ke kedalaman air dari udara, memiliki pigmen karotenoid yang lebih berwarna dalam tetesan minyaknya dibanding spesies yang lain.[20] Hal tersebut tampaknya membantu burung-burung ini untuk menemukan gerombolan ikan, meskipun belum pasti apakah mereka menemukannya dengan melihat fitoplankton yang menjadi makanan ikan, atau mengamati keberadaan burung lain yang sedang makan.[45]

Burung yang mengincar ikan secara diam-diam dari atas air harus mampu mengoreksi refraksi (pembiasan cahaya) terutama saat melihat mangsanya dari sudut pandang tertentu. Kuntul karang dan kuntul kecil tampaknya mampu membuat koreksi yang diperlukan itu, dan bahkan burung-burung ini lebih berhasil menangkap ikan saat menyerang dari sudut yang sangat miring di atas air; keberhasilan ini kemungkinan ada hubungannya dengan kegagalan ikan untuk mendeteksi kehadiran predator pada sudut penglihatan yang sempit itu.[46]

Burung-burung yang memburu ikan mangsanya di dalam air seperti auk dan burung loon memiliki jauh lebih sedikit tetesan minyak merah[2] tetapi mereka memiliki lensa khusus yang fleksibel dan menggunakan membran pengelip sebagai tambahan lensa. Organ-organ ini memungkinkan akomodasi optik yang cukup besar untuk mendapatkan penglihatan yang baik di udara serta di dalam air.[7] Burung pecuk memiliki akomodasi optik terbesar (50 dioptri) dibandingkan jenis-jenis burung yang lain, tetapi burung raja udang-lah yang dianggap memiliki penglihatan yang terbaik di udara dan di air.[2]

Retina penggunting-laut atlantik memiliki sebuah fovea dan sejalur fotoreseptor berdensiti tinggi[39]

Burung laut Procellariiformes, yang menghabiskan sebagian besar hidupnya menjelajahi permukaan laut dan datang ke darat hanya untuk berkembang biak, memiliki semacam wilayah peka visual yang sempit dan memanjang pada retinanya.[1] Wilayah yang dinamakan daerah giganto selularis ini ditemukan pada penggunting-laut atlantik, penggunting-laut besar, petrel kerguelen, petrel paruh-lebar dan petrel penyelam. Wilayah ini ditandai dengan adanya sel ganglion yang tersusun secara teratur dan berukuran lebih besar dari sel ganglion lainnya di retina, dan secara morfologis tampak serupa dengan yang terdapat dalam retina kucing. Letak dan morfologi sel-sel pada wilayah khusus ini mengisyaratkan suatu fungsi terkait pengenalan objek dalam bidang pandang binokular yang sempit, yang berada di bawah atau di sekitar paruh. Fungsi utamanya bukan untuk mempertajam pandangan, namun untuk membantu mendeteksi mangsa yang berenang dekat permukaan laut pada saat burung tersebut terbang rendah di atasnya.[47]

Penggunting-laut atlantik, seperti kebanyakan burung laut lainnya, mengunjungi koloninya pada malam hari untuk mengurangi kemungkinan serangan oleh burung pemangsa. Dua aspek struktur optiknya menunjukkan bahwa mata burung ini telah beradaptasi dengan penglihatan malam. Pada mata burung ini, pembelokan cahaya yang diperlukan untuk menghasilkan gambar yang terfokus pada retina sebagian besar dilakukan oleh lensa mata. Kornea matanya relatif datar dan dengan demikian hanya sedikit membiaskan cahaya. Kondisi yang sebaliknya ada pada burung-burung siang seperti merpati, di mana korneanya sangat cembung dan merupakan organ utama dalam membiaskan cahaya ke retina. Rasio pembiasan cahaya oleh lensa mata dibandingkan kornea berada pada angka 1,6 untuk penggunting-laut atlantik, sementara pada merpati angkanya adalah 0,4; angka rasio penggunting laut itu serupa dengan kisaran angka yang dipunyai burung-burung dan mamalia nokturnal.[48]

Jarak fokus yang lebih pendek pada mata burung penggunting-laut atlantik memberi mereka gambar yang lebih kecil, tetapi cerah dibandingkan merpati, sehingga merpati memiliki penglihatan yang lebih tajam di siang hari. Meskipun penggunting-laut atlantik telah beradaptasi untuk penglihatan malam, namun efeknya hanya kecil, dan ada kemungkinan bahwa burung-burung ini juga menggunakan penciuman dan pendengaran untuk menemukan sarang mereka pada waktu malam.[48]

Dulu ada anggapan bahwa penguin tidak bisa melihat jauh di daratan. Meski penguin memiliki kornea yang datar dan disesuaikan untuk berenang di bawah air, lensa matanya sangat kuat dan dapat mengimbangi berkurangnya fungsi kornea dalam memfokuskan cahaya ketika burung ini keluar dari air.[40] Hal yang berlawanan dilakukan oleh bebek merganser-jambul, di mana ia dapat menggembungkan bagian lensa melalui iris matanya saat menyelam.[40]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j Güntürkün, Onur, "Structure and functions of the eye" in Sturkie (1998) 1–18
  2. ^ a b c d e f g h i j k Sinclair (1985) 88–100
  3. ^ White, Craig R.; Day, N; Butler, PJ; Martin, GR; Bennett, Peter (2007). Bennett, Peter, ed. "Vision and Foraging in Cormorants: More like Herons than Hawks?" (PDF). PLoS ONE. 2 (7): e639. doi:10.1371/journal.pone.0000639. PMC 1919429alt=Dapat diakses gratis. PMID 17653266. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-17. Diakses tanggal 2012-05-13. 
  4. ^ Martin, Graham R.; Katzir, G (1999). "Visual fields in short-toed eagles, Circaetus gallicus (Accipitridae), and the function of binocularity in birds". Brain, Behaviour and Evolution. 53 (2): 55–66. doi:10.1159/000006582. PMID 9933782. 
  5. ^ a b c d e Jones, Michael P; Pierce Jr, Kenneth E.; Ward, Daniel (2007). "Avian vision: a review of form and function with special consideration to birds of prey" (PDF). Journal of Exotic Pet Medicine. 16 (2): 69–87. doi:10.1053/j.jepm.2007.03.012. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-17. Diakses tanggal 2012-05-31. 
  6. ^ Williams, David L.; Flach, E (2003). "Symblepharon with aberrant protrusion of the nictitating membrane in the snowy owl (Nyctea scandiaca)" (PDF). Veterinary Ophthalmology. 6 (1): 11–13. doi:10.1046/j.1463-5224.2003.00250.x. PMID 12641836. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-17. Diakses tanggal 2012-05-13. 
  7. ^ a b Gill, Frank (1995). Ornithology. New York: WH Freeman and Co. ISBN 0-7167-2415-4. OCLC 30354617. 
  8. ^ The bird: its form and function. Henry Holt & Co, New York. 1906. hlm. 214. 
  9. ^ a b c Brooke, M. de L.; Hanley, S.; Laughlin, S. B. (1999). "The scaling of eye size with body mass in birds". Proceeding of the Royal Society Biological Sciences. 266 (1417): 405–412. doi:10.1098/rspb.1999.0652. PMC 1689681alt=Dapat diakses gratis. 
  10. ^ Martin, Graham. "Producing the image" in Ziegler & Bischof (1993) 5–24
  11. ^ Thomas, Robert J.; Suzuki, M; Saito, S; Tanda, S; Newson, Stuart E.; Frayling, Tim D.; Wallis, Paul D. (2002). "Eye size in birds and the timing of song at dawn". Proceedings of the Royal society of London. 269 (1493): 831–837. doi:10.1098/rspb.2001.1941. PMC 1690967alt=Dapat diakses gratis. PMID 11958715. 
  12. ^ Hall, Margaret I. (2008). "The anatomical relationships between the avian eye, orbit and sclerotic ring: implications for inferring activity patterns in extinct birds". Journal of Anatomy. 212 (6): 781–794. doi:10.1111/j.1469-7580.2008.00897.x. PMC 2423400alt=Dapat diakses gratis. PMID 18510506. 
  13. ^ a b "eye, human."Encyclopædia Britannica from Encyclopædia Britannica 2006 Ultimate Reference Suite DVD 2009
  14. ^ Sivak, Jacob G. (2004). "Through the Lens Clearly: Phylogeny and Development". Invest. Ophthalmol. Vis. Sci. 45 (3): 740–747. doi:10.1167/iovs.03-0466. PMID 14985284. 
  15. ^ Nalbach Hans-Ortwin; Wolf-Oberhollenzer, Friedericke; Remy Monika. "Exploring the image" in Ziegler & Bischof (1993) 26–28
  16. ^ Hart, NS; Partridge, J.C.; Bennett, A.T.D.; Cuthill, I.C. (2000). "Visual pigments, cone oil droplets and ocular media in four species of estrildid finch" (PDF). Journal of Comparative Physiology A. 186 (7–8): 681–694. doi:10.1007/s003590000121. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2005-02-20. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  17. ^ The effect of the coloured oil droplets is to narrow and shift the absorption peak for each pigment. The absorption peaks without the oil droplets would be broader and less peaked, but these are not shown here.
  18. ^ a b c d e f Goldsmith, Timothy H. (2006). "What birds see" (PDF). Scientific American: 69–75. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-04-10. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  19. ^ Wilkie, Susan E.; Vissers, PM; Das, D; Degrip, WJ; Bowmaker, JK; Hunt, DM (1998). "The molecular basis for UV vision in birds: spectral characteristics, cDNA sequence and retinal localization of the UV-sensitive visual pigment of the budgerigar (Melopsittacus undulatus)". Biochemical Journal. 330 (Pt 1): 541–47. PMC 1219171alt=Dapat diakses gratis. PMID 9461554. 
  20. ^ a b c d Varela, F. J.; Palacios, A. G.; Goldsmith T. M. "Color vision in birds" in Ziegler & Bischof (1993) 77–94
  21. ^ Bowmaker, J. K.; Martin, G. R. (1985). "Visual pigments and oil droplets in the penguin, Spheniscus humbolti". Journal of Comparative Physiology. 156 (1): 71–77. doi:10.1007/BF00610668. 
  22. ^ Goldsmith, T. H.; Collins, JS; Licht, S (1984). "The cone oil droplets of avian retinas". Vision Research. 24 (11): 1661–1671. doi:10.1016/0042-6989(84)90324-9. PMID 6533991. 
  23. ^ Vorobyev, M. (3). "Tetrachromacy, oil droplets and bird plumage colours" (PDF). Journal of Comparative Physiology A: Neuroethology Sensory Neural and Behavioral Physiology. 183 (5): 621–633. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-02-02. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  24. ^ Eaton, Muir D. (2005). "Human vision fails to distinguish widespread sexual dichromatism among sexually "monochromatic" birds". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 102 (31): 10942–10946. doi:10.1073/pnas.0501891102. PMC 1182419alt=Dapat diakses gratis. PMID 16033870. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-23. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  25. ^ Muheim, Rachel; Phillips, JB; Akesson, S (2006). "Polarized light cues underlie compass calibration in migratory songbirds" (PDF). Science. 313 (5788): 837–839. doi:10.1126/science.1129709. PMID 16902138. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-17. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  26. ^ Greenwood, Verity J.; Smith, EL; Church, SC; Partridge, JC (2003). "Behavioural investigation of polarisation sensitivity in the Japanese quail (Coturnix coturnix japonica) and the European starling (Sturnus vulgaris)". The Journal of Experimental Biology. 206 (Pt 18): 3201–3210. doi:10.1242/jeb.00537. PMID 12909701. 
  27. ^ Carvalho, L. S. (2007). "The molecular evolution of avian ultraviolet- and violet-sensitive visual pigments" (PDF). Molecular Biology and Evolution. 24 (8): 1843–52. doi:10.1093/molbev/msm109. 
  28. ^ Andersson, S. (1998). "Ultraviolet sexual dimorphism and assortative mating in blue tits". Proceeding of the Royal Society B. 265 (1395): 445–50. doi:10.1098/rspb.1998.0315. 
  29. ^ Bright, Ashleigh.; Waas, Joseph R. (2002). "Effects of bill pigmentation and UV reflectance during territory establishment in blackbirds" (PDF). Animal Behaviour. 64 (2): 207–213. doi:10.1006/anbe.2002.3042. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-09-29. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  30. ^ Viitala, Jussi; Korplmäki, Erkki; Palokangas, Pälvl; Koivula, Minna (1995). "Attraction of kestrels to vole scent marks visible in ultraviolet light". Nature. 373 (6513): 425–27. doi:10.1038/373425a0. 
  31. ^ Sekuler A B, Lee J A J, Shettleworth S J (1996). "Pigeons do not complete partly occluded figures". Perception. 25 (9): 1109–1120. doi:10.1068/p251109. PMID 8983050. 
  32. ^ Bhagavatula P, Claudianos C, Ibbotson M, Srinivasan M (2009). Warrant, Eric, ed. "Edge Detection in Landing Budgerigars (Melopsittacus undulatus)". PLoS ONE. 4 (10): e7301. doi:10.1371/journal.pone.0007301. PMC 2752810alt=Dapat diakses gratis. PMID 19809500. 
  33. ^ Mouritsen, Henrik; Gesa Feenders, Miriam Liedvogel, Kazuhiro Wada, and Erich D. Jarvis (2005). "Night-vision brain area in migratory songbirds". PNAS. 102 (23): 8339–8344. doi:10.1073/pnas.0409575102. PMC 1149410alt=Dapat diakses gratis. PMID 15928090. 
  34. ^ Mouritsen, H.; Feenders, G; Liedvogel, M; Kropp, W (2004). "Migratory birds use head scans to detect the direction of the Earth's magnetic field" (PDF). Current Biology. 14 (21): 1946–1949. doi:10.1016/j.cub.2004.10.025. PMID 15530397. [pranala nonaktif permanen]
  35. ^ Heyers D, Manns M, Luksch H, Güntürkün O, Mouritsen H (2007). Iwaniuk, Andrew, ed. "A Visual Pathway Links Brain Structures Active during Magnetic Compass Orientation in Migratory Birds". PLoS ONE. 2 (9): e937. doi:10.1371/journal.pone.0000937. PMC 1976598alt=Dapat diakses gratis. PMID 17895978. 
  36. ^ Shanor, Karen (2009). Bats sing, mice giggle: revealing the secret lives of animals. Icon Books. hlm. 25. ISBN 1-84831-071-4.  (Despite its title, this is written by professional scientists with many references)
  37. ^ Heyers, Dominik; Manns, M; Luksch, H; Güntürkün, O; Mouritsen, H; Iwaniuk, Andrew (2007). Iwaniuk, Andrew, ed. "A Visual Pathway Links Brain Structures Active during Magnetic Compass Orientation in Migratory Birds". PLoS ONE. 2 (9): e937. doi:10.1371/journal.pone.0000937. PMC 1976598alt=Dapat diakses gratis. PMID 17895978. Diakses tanggal 2007-09-27. 
  38. ^ Topography and morphology of retinal ganglion cells in Falconiforms
  39. ^ a b c Schematic diagram of retina of right eye, loosely based on Sturkie (1998) 6
  40. ^ a b c d Burton (1985) 44–48
  41. ^ Hecht, Selig; Pirenne, MH (1940). "THE SENSIBILITY OF THE NOCTURNAL LONG-EARED OWL IN THE SPECTRUM" (Automatic PDF download). Journal of General Physiology. 23 (6): 709–717. doi:10.1085/jgp.23.6.709. PMC 2237955alt=Dapat diakses gratis. PMID 19873186. 
  42. ^ Cleere, Nigel (1998). Nightjars: A Guide to the Nightjars, Frogmouths, Potoos, Oilbird and Owlet-nightjars of the World. Pica / Christopher Helm. hlm. 7. ISBN 1-873403-48-8. OCLC 39882046. 
  43. ^ Fullard, J. H.; Barclay, .; Thomas (1993). "Echolocation in free-flying Atiu Swiftlets (Aerodramus sawtelli)" (PDF). Biotropica. 25 (3): 334–339. doi:10.2307/2388791. JSTOR 2388791. Diakses tanggal 12 July 2008. 
  44. ^ Konishi, M.; Knudsen, EI (1979). "The oilbird: hearing and echolocation". Science. 204 (4391): 425–427. doi:10.1126/science.441731. PMID 441731. 
  45. ^ Lythgoe, J. N. (1979). The Ecology of Vision. Oxford: Clarendon Press. hlm. 180–183. ISBN 0-19-854529-0. OCLC 4804801. 
  46. ^ Lotem A, Schechtman E & G Katzir (1991). "Capture of submerged prey by little egrets, Egretta garzetta garzetta: strike depth, strike angle and the problem of light refraction" (pdf). Anim. Behav. 42 (3): 341–346. doi:10.1016/S0003-3472(05)80033-8. 
  47. ^ Hayes, Brian; Martin, Graham R.; Brooke, Michael de L. (1991). "Novel area serving binocular vision in the retinae of procellariiform seabirds". Brain, Behavior and Evolution. 37 (2): 79–84. doi:10.1159/000114348. 
  48. ^ a b Martin, Graham R.; Brooke, M. de L. (1991). "The Eye of a Procellariiform Seabird, the Manx Shearwater, Puffinus puffinus: Visual Fields and Optical Structure". Brain, Behaviour and Evolution. 37 (2): 65–78. doi:10.1159/000114347. 

Daftar pustaka