Model kesetiaan dalam bisnis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Model kesetiaan dalam bisnis adalah sebuah model bisnis yang dipergunakan dalam manajemen strategis. Dalam model ini, sumber-sumber perusahaan dikerahkan untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dengan harapan bahwa tujuan-tujuan perusahaan akan tercapai atau bahkan terlampaui. Sebuah contoh khas dari jenis model ini adalah: kualitas produk atau pelayanan yang membuat pelanggan puas, yang pada gilirannya menghasilkan kesetiaan pelanggan, dan selanjutnya mendatangkan keuntungan.

Model kualitas pelayanan[sunting | sunting sumber]

Model oleh Kay Storbacka, Tore Strandvik, dan Christian Gronroos (1994) lebih terinci, tetapi kesimpulannya sama. Dalam model ini, kepuasan pelanggan adalah yang nomor satu berdasarkan pengalamannya yang terbaru dengan produk atau jasa. Pertimbangan ini bergantung pada pengalaman-pengalaman di masa sebelumnya terhadap kualitas keseluruhan dibandingkan dengan pelayanan yang diterima sesungguhnya. Bila pengalaman yang mutakhir melampaui harapan-harapan sebelumnya, maka kepuasan pelanggan kemungkinan akan tinggi. Kepuasan pelanggan juga bisa tinggi bahkan dengan kualitas pelayanan yang biasa saja bila harapan si pelanggannya rendah, atau bila pelayanan yang diberikan memberikan nilai (artinya, dinilai rendah untuk mencerminkan kualitas yang biasa saja). Demikian pula, seorang pelanggan dapat merasa tidak puas dengan pelayanan yang dijumpainya dan masih menganggap keseluruhan kualitasnya baik. Hal ini terjadi bila sebuah pelayanan dinilai sangat tinggi dan transaksinya tidak begitu penting.

Jadi model ini melihat pada kekuatan hubungan bisnis. Model ini mengusulkan bahwa kekuatan ini ditentukan oleh tingkat kepuasan dengan pengalaman yang mutakhir, persepsi keseluruhan terhadap kualitas, komitmen pelanggan terhadap hubungan itu, dan ikatan antara pihak-pihak yang terlibat. Para pelanggan dikatakan mempunyai suatu "zona toleransi" yang setara dengan tingkat kualitas pelayanan antara "nyaris memadai" dan "luar biasa".

Sebuah pengalaman yang mengecewakan mungkin tidak secara berarti mengurangi kekuatan hubungan bisnis bila persepsei menyeluruh si pelanggan terhadap kualitasnya tetap tinggi, bila ongkos perpindahannya mahal, bila hanya ada sedikit alternatif yang memuaskan, bila mereka mempunyai komitmen terhadap hubungan itu, dan bila ada ikatan-ikatan yang mempertahankan mereka di dalam hubungan tersebut. Keberadaan ikatan-ikatan ini bertindak sebagai penghalang orang untuk keluar dari kesetiaan ini. Ada beberapa jenis ikatan, termasuk: ikatan hukum (kontrak), ikatan teknologis (teknologi bersama), ikatan ekonomi (ketergantungan), ikatan pengetahuan, ikatan sosial, ikatan budaya atau etnis, ikatan ideologis, ikatan psikologis, ikatan geografis, ikatan waktu, dan ikatan perencanaan.

Jadi model ini mengkaji ikatan antara kekuatan hubungan dengan kesetiaan pelanggan. Kesetiaan pelanggan ditentukan oleh tiga faktor: kekuatan hubungan, alternatif yang dipersesepsikan dan kejadian-kejadian kritis. Hubungan dapat berakhir bila:

  1. si pelanggan pindah dari daerah pelayanan perusahaan
  2. pelanggan tidak lagi membutuhkan produk atau pelayanan perusahaan
  3. penyedia alternatif yang cocok kini tersedia
  4. kekuatan hubungan telah melemah, atau
  5. perusahaan menangani kejadian kritis dengan buruk.

Kaitan terakhir dalam model ini ialah dampak kesetiaan pelanggan pada keuntungan. Asumsi dasar dari semua model kesetiaan ialah bahwa upaya mempertahankan pelanggan yang ada sekarang itu lebih murah daripada upaya mendapatkan pelanggan yang baru. Reichheld dan Sasser (1990) mengklaim bahwa 5% peningkatan dalam upaya mempertahankan pelanggan dapat menyebabkan peningkatan keuntungan antara 25% dan 85% (dalam pengertian nilai netto sekarang) tergantung pada industrinya. Namun, Carrol dan Reichheld (1992) membantah perhitungan ini, dan mengklaim bahwa semuanya didapatkan dari analisis lintas seksi yang keliru.

Menurut Buchanan dan Gilles (1990), keuntungan yang meningkat yang teriat dengan upaya untuk mempertahankan pelanggan terjadi karena:

  • Biaya akuisisi terjadi hanya pada permulaan hubungan: semakin lama hubungan berlangsung, semakin rendah biaya pembayaran kembali.
  • Biaya memelihara rekening menurun sementara sebagai persentase dari keseluruhan biaya (atau sebagai persentase dari pendapatan).
  • Pelanggan lama cenderung untuk tidak berpindah dan juga cenderung untuk tidak begitu sensitif terhadap harga. Ini dapat menghasilkan volume penjualan satuan yang stabil dan peningkatan dalam hasil penjualan.
  • Pelanggan lama dapat memulai promosi secara gratis dari mulut ke mulut dan merujuk orang lain kepada bisnis ini.
  • Pelanggan lama lebih besar kemungkinannya untuk membeli produk-produk ancillary dan produk-produk tambahan dengan marjin keuntungan yang tinggi.
  • Pelanggan lama cenderung merasa puas dalam hubungan mereka dengan perusahaan dan lebih sedikit kemungkinannya untuk beralih kepada para pesaing, sehingga mempersulit perusahaan lain untuk masuk ke pasar atau memperoleh keuntungan dalam pangsa pasar.
  • Pelanggan biasa cenderung lebih murah untuk dilayani karena mereka sudah mengenal baik prosesnya, membutuhkan lebih sedikit "pendidikan", dan konsisten dalam pesanannya.
  • Upaya mempertahankan pelanggan dan kesetiaan yang meningkat membuat pekerjaan pegawai lebih mudah dan lebih memuaskan. Pada gilirannya, pegawai yang bahagia memberikan umpan balik kepada kepuasan pelanggan yang lebih tinggi dalam sebuah lingkaran keberuntungan.

Agar kaitan terakhir ini dapat bertahan, hubungan itu harus menguntungkan. Berusaha mempertahankan kesetiaan pelanggan yang tidak menguntungkan bukanlah sebuah model bisnis yang dapat bertahan hidup. Itulah sebabnya penting bagi para pemasar untuk mempertimbangkan keuntungan yang dapat diperoleh dari masing-masing kliennya (atau jenis-jenis kliennya), dan mengakhiri hubungan-hubungan yang tidak menguntungkan. Untuk melakukan hal ini, masing-masing "biaya hubungan" pelanggan" dibandingkan dengan "perolehan dari hubungan". Perhitungan yang bermanfaat bagi hal ini adalah rasio konsentrasi langganan. Perhitungan ini dihalangi oleh kesulitan dalam mengalokasikan biaya-biaya kepada hubungan-hubungan individual dan ketidakjelasan dalam hal-hal yang mendorong biaya hubungan.

Model yang diperluas[sunting | sunting sumber]

alt text
Lingkaran Keberuntungan

Schlesinger dan Heskett (1991) menambahkan kesetiaan pegawai kepada model kesetiaan pelanggan yang dasar. Mereka mengembangkan konsep-konsep tentang "siklus keberhasilan" dan "siklus kegagalan". Dalam siklus keberhasilan ini, investasi dalam diri pegawai ’ kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sangat baik kepada pelanggan dapat dilihat sebagai suatu lingkaran kebaikan. Usaha-usaha yang dihabiskan dalam menyeleksi dan melatih pegawai serta menciptakan budaya perusahaan di mana mereka diberdayakan, dapat mendorong pada peningkatan kepuatasan pegawai dan kompetensi pegawai. Hal ini kemungkinan akan menghasilkan pelayanan yang sangat baik dan kepuasan pelanggan. Hal ini pada gilirannya akan menciptakan kesetiaan pegawai, meningkatkan level penjualan, dan margin keuntungang yang lebih tinggi. Sebagian dari keuntungan-keuntungan ini dapat diinvestasikan kembali dalam pengembangan pegawai dan dengan demikian mendorong peningkatan lingkaran kebaikan selanjutnya.

Fredrick Reichheld (1996) memperluas model kesetiaan dalam bisnis hingga melampaui pelanggan dan pegawai. Ia melihat pada manfaat dari mendapatkan kesetiaan dari pemasok, pegawai, bankir, pelanggan, distributor, pemegang saham, dan dewan direksi.

Kesetiaan dan Egoisme[sunting | sunting sumber]

Model bisnis kesetiaan mengasumsikan keabsahan filsafati dalam mengejar kepentingan pribadi. Namun, banyak kajian dalam etika mengasumsikan keabsahan dari altruisme (mengupayakan kepentingan orang lain). "Clearing Up the Egoist Difficulty with Loyalty" (Stieb 2006), berupaya memperlihatkan bahwa ketika kepentingan dibagikan maka mengupayakan kepentingan pribadi menjadi tidak berbeda dengan mengupayakan kepentingan orang lain. Ini juga disebut sebagai model "Aristotelian" yang didasarkan pada analisis terkait Aristoteles tentang persahabatan dalam Etika Nikomakeannya.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  • Buchanan, R. and Gilles, C. (1990) "Value managed relationship: The key to customer retention and profitability", European Management Journal, vol 8, no 4, 1990.
  • Carrol, P. and Reichheld, F. (1992) "The fallacy of customer retention", Journal of Retail Banking, vol 13, no 4, 1992.
  • Dawkins, P. and Reichheld, F. (1990) "Customer retention as a competitive weapon", Directors and Boards, vol 14, no 4, 1990.
  • Fornell, C. and Wernerfet, B. (1987) "Defensive marketing strategy by customer complaint management: a theoretical analysis", Journal of Marketing
  • Reichheld, F. (1996) The Loyalty Effect, Harvard Business School Press, Boston, 1996.
  • Reichheld, F. and Sasser, W. (1990)"Zero defects: quality comes to services", Harvard Business Review, Sept-Oct, 1990, pp 105–111.
  • Schlesinger, L. and Heskett, J. (1991) "Breaking the cycle of failure in service", Sloan Management Review, spring, 1991, pp. 17–28.
  • Stieb, James A. (2006) "Clearing Up the Egoist Difficulty with Loyalty", Journal of Business Ethics, vol 63, no 1.
  • Storbacka, K. Strandvik, T. and Gronroos, C. (1994) "Managing customer relationships for profit", International Journal of Service Industry Management, vol 5, no 5, 1994, pp 21–28.