Unjuk rasa dan kerusuhan Papua 2019

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Unjuk rasa dan kerusuhan Papua 2019
Bagian dari Konflik Papua
Unjuk rasa di Kabupaten Sarmi, Papua
Tanggal19 Agustus 2019 – 23 September 2019
(1 bulan dan 4 hari)
LokasiSejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, demonstrasi kecil di kota-kota Indonesia lainnya
Sebab
TujuanKemerdekaan Papua
Status
  • Pemblokiran akses Internet di Papua oleh Pemerintah Indonesia
  • Pemerintah Indonesia menolak tuntutan referendum kemerdekaan
  • Protes berlanjut meskipun ada larangan pemerintah[1]
Pihak terlibat
Organisasi Papua Merdeka
Mahasiswa Papua
Rakyat Papua Pro-Kemerdekaan
Tokoh utama
Jumlah korban
2 tewas[a]
31–33 tewas[b][9]

Sejak 19 Agustus 2019, terjadi unjuk rasa di beberapa kabupaten dan kota di provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia, yang sebagian disertai dengan kerusuhan.[10][11] Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan untuk menyikapi peristiwa penangkapan sejumlah mahasiswa asal Papua oleh aparat kepolisian dan tentara di beberapa tempat di Jawa Timur pada tanggal 17 Agustus 2019.[12][13]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Unjuk rasa dan bentrokan di Malang dan sejumlah kota lain[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 15 Agustus 2019, bertepatan dengan peringatan penandatanganan Perjanjian New York dan pembahasan tentang Papua pada pertemuan Forum Kepulauan Pasifik di Tuvalu yang juga diikuti oleh pimpinan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda,[14][15] unjuk rasa terjadi di beberapa kota di Indonesia, termasuk Jayapura, Ternate, Ambon, Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan Malang.[16] Pelaku unjuk rasa tersebut termasuk Komite Aksi ULMWP, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), dan Komunitas Mahasiswa Papua (KMP). Di Yogyakarta dan Jakarta, aksi unjuk rasa tersebut berlangsung tanpa gangguan. Di Bandung, unjuk rasa harus pindah lokasi untuk menghindari serangan dari lebih dari seratus orang milisi sipil. Sementara itu, unjuk rasa di Jayapura, Ternate, dan Ambon dibubarkan oleh aparat keamanan dan para pengunjuk rasa ditangkap, walaupun kemudian dilepas kembali setelah beberapa waktu.[17]

Di Malang, Jawa Timur, massa pengunjuk rasa berbentrokan dengan warga yang menghadang mereka dan kemudian dengan massa Aremania yang hendak menyaksikan pertandingan sepak bola antara Arema dan Persebaya. Sekitar pukul 9 pagi, ketika hendak menuju ke balaikota Malang, massa pengunjuk rasa dari Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dihadang oleh sejumlah warga di sekitar perempatan Rajabali. Terjadi cekcok antara pengunjuk rasa dan massa penghadang, yang diikuti dengan kejar-kejaran dan saling lempar batu antarmassa di Jalan Basuki Rahmat. Polisi kemudian melerai dan menyekat kedua massa tersebut. Massa pengunjuk rasa kemudian sempat berorasi mengaspirasikan kemerdekaan Papua. Sekitar pukul 10.15, massa Aremania yang kebetulan hendak menuju pertandingan di Stadion Kanjuruhan mulai berdatangan di lokasi. Selanjutnya, terjadi saling teriak antarmassa dan pembubaran paksa oleh massa Aremania. Bentrokan baru benar-benar bisa dihentikan sekitar pukul 10.30. Massa pengunjuk rasa kemudian diangkut dengan truk polisi dan selanjutnya dipulangkan, sementara pengunjuk rasa yang terluka langsung dibawa ke rumah sakit.[16][18][19]

Kepolisian Kota Malang menyatakan kepada pers setelah kejadian bahwa unjuk rasa di Malang tersebut tidak berizin karena pihaknya tidak memberikan tanda terima pengajuan permohonan unjuk rasa.[19][20][21] Selain itu, ketika ditanyai oleh pers mengenai kemungkinan pemulangan mahasiswa Papua ke daerah asalnya setelah kejadian tersebut, Wakil Walikota Malang Sofyan Edi Jarwoko menjawab bahwa hal itu dapat menjadi salah satu pilihan.[22]

Sementara itu, pihak Aliansi Mahasiswa Papua selaku pelaku unjuk rasa menyatakan bahwa mereka dihadang dan diserang oleh kelompok organisasi masyarakat. Mereka mendapatkan ujaran kebencian dan kekerasan fisik yang membuat lima orang terluka. Selain itu, menurut mereka, pihak kepolisian membiarkan kekerasan tersebut terjadi pada mereka.[23][24]

Asrama mahasiswa Papua di Surabaya[sunting | sunting sumber]

Asrama mahasiswa Papua Kamasan III adalah asrama bagi mahasiswa rantau Papua yang diresmikan pada tahun 2007 dan terletak di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, beberapa ratus meter dari kantor Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (kantor Kecamatan, Kepolisian Sektor Kota, dan Komando Rayon Militer) Tambaksari.[25][26] Pada 6 Juli 2018, petugas gabungan dari TNI, Polri, dan Satpol PP beserta camat setempat mendatangi asrama tersebut, membubarkan acara diskusi dan pemutaran film mengenai pembantaian terhadap 200-an warga Papua oleh aparat keamanan di Biak tahun 1998.[27][28]

Pada bulan Agustus 2018, terjadi insiden yang diawali dengan usaha pemasangan bendera Merah Putih di asrama ini oleh sejumlah organisasi masyarakat menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada 15 Agustus 2018, sehari setelah camat setempat menyosialisasikan permintaan wali kota Surabaya untuk memasang bendera tanggal 14-18 Agustus,[29] organisasi masyarakat, seperti Patriot Muda, Benteng NKRI, dan Pemuda Pancasila,[30] mendatangi asrama tersebut untuk memasang bendera. Penghuni asrama menyatakan bahwa massa yang datang merusak pagar dan melempari asrama serta melontarkan ujaran kebencian.[31][32] Terjadi bentrokan dan salah satu anggota organisasi masyarakat terluka, lalu mengadu ke polisi. Polisi kemudian datang berusaha melakukan penggeledahan, lalu semua penghuni asrama diangkut ke Mapolrestabes Surabaya.[33] Di antara massa yang diangkut polisi, ada yang meneriakkan aspirasi kemerdekaan Papua.[34]

Kejadian serupa terjadi pada tahun 2019. Pada 15 Agustus 2019, camat setempat bersama aparat Satpol PP, Koramil, dan Polsekta mendatangi asrama ini dan memasang bendera Merah Putih di depan gerbang asrama setelah berdialog dengan penghuni asrama. Menurut seorang pejabat kecamatan, tiang bendera yang mereka tancapkan tersebut telah berpindah tempat keesokan harinya, tanggal 16 Agustus.[26] Menurut penghuni asrama, rombongan kecamatan, Koramil, dan Polsekta lalu memasang tiang bendera baru di tempat yang sama.

Kronologi[sunting | sunting sumber]

Pada 19 Agustus 2019, ribuan orang berunjuk rasa di Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat.[35] Unjuk rasa ini berubah menjadi kerusuhan yang mengakibatkan terbakarnya gedung DPRD setempat. Menurut laporan pemerintah, tiga petugas polisi terluka akibat lemparan batu dari para pengunjuk rasa.[9] Selain fasilitas umum, beberapa properti pribadi juga dibakar.[36] Beberapa dari para pengunjuk rasa membawa bendera Bintang Kejora - bendera lama Nugini Belanda yang digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka - sambil meneriakkan slogan-slogan pro kemerdekaan.[26] Di Indonesia, tindakan tersebut dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.[37] Wakil gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani mengatakan bahwa ekonomi kota sepenuhnya lumpuh akibat protes yang dilakukan.[38] Menurut juru bicara Komite Nasional Papua Barat, seorang pemrotes wanita ditembak di pergelangan kaki saat mengikuti aksi unjuk rasa di Manokwari. Angkatan Bersenjata Indonesia mengatakan kepada media bahwa 300 tentara dikerahkan ke Manokwari pada 21 Agustus.[39]

Di Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, ratusan pengunjuk rasa menurunkan bendera Merah Putih di depan kantor gubernur.[37] Para pengunjuk rasa juga memblokir jalan ke Bandar Udara Sentani.[40]

Unjuk rasa juga terjadi di Sorong, dan di sana dilaporkan terdengar suara tembakan.[41] Menanggapi cercaan "monyet" di Surabaya, beberapa pengunjuk rasa berpakaian monyet.[42] Massa menyerbu Bandar Udara Domine Eduard Osok dan melemparkan batu ke jendela kaca bandara, mengakibatkan kerusakan pada gedung terminal.[43] Serangan itu juga sempat mengganggu operasi bandara untuk sementara waktu.[44] Selain dari bandara, penjara kota juga dibakar, mengakibatkan 258 orang narapidana serta tahanan melarikan diri dan melukai beberapa penjaga penjara.[45] Meskipun demikian, pada 23 Agustus, seorang petugas penjara mencatat bahwa sebagian besar tahanan yang melarikan diri hanya berusaha untuk melarikan diri dari api dan memeriksa keluarga mereka, dan kebanyakan pelarian telah kembali ke penjara tersebut.[46]

Sekitar 4.000–5.000 pemrotes berunjuk rasa di kota penambangan Timika, menyebabkan kerusakan pada sebuah hotel di dekat gedung DPRD Kabupaten Mimika. Bentrokan lebih lanjut antara pengunjuk rasa dan polisi terjadi di depan gedung DPRD Mimika, ketika polisi membubarkan kerumunan orang menunggu bupati Mimika, Eltinus Omaleng. Lusinan orang akhirnya ditangkap, didakwa merusak hotel atau memaksa toko reparasi mobil lokal untuk menyediakan ban bagi para pengunjuk rasa untuk dibakar. 3 polisi juga dilaporkan terluka akibat bentrokan tersebut.[47][48][49]

Ribuan pengunjuk rasa juga berunjuk rasa di kota Fakfak pada 21 Agustus. Massa membakar pasar lokal dan gedung kantor. Selain itu, para pengunjuk rasa memblokir jalan ke Bandar Udara Torea Fakfak. Akibatnya, polisi terpaksa menembakkan gas air mata pada para demonstran untuk membubarkan massa. Menurut juru bicara kepolisian Indonesia, situasinya "terkendali" dan hanya sekitar 50 orang yang terlibat dalam pembakaran gedung pasar. Beberapa orang terluka dalam protes dan bentrokan itu.[50][51]

Sejumlah unjuk rasa juga digelar di Merauke, Nabire, Yahukimo dan Biak.[39][41][52] Beberapa mahasiswa Papua di Jakarta juga menggelar unjuk rasa di depan gedung Kemendagri RI pada 22 Agustus.[53] Protes yang lebih damai berlanjut, dengan "mars panjang" yang damai di Kabupaten Sarmi pada 23 Agustus[54] dan unjuk rasa pro-kemerdekaan di Semarang pada hari berikutnya.[55] Demonstrasi lain yang memprotes rasisme terhadap mahasiswa Papua juga diadakan di Yogyakarta,[56] Bandung[57] dan Denpasar,[58] serta kota lainnya. Beberapa aktivis mencatat bahwa unjuk rasa ini merupakan salah satu yang terbesar serta belum pernah terjadi di wilayah ini selama bertahun-tahun.[59] Unjuk rasa berlanjut pada tanggal 26 Agustus, dengan bendera Papua Barat dikibarkan oleh pengunjuk rasa damai di Kabupaten Deiyai berjumlah 5.000 menurut para penyelenggara, bersamaan dengan demonstrasi serentak di kota-kota Papua lainnya, seperti Wamena, Paniai, Yahukimo, dan Dogiyai di samping kota-kota di luar Papua seperti Makassar.[60]

Kelanjutan[sunting | sunting sumber]

Menindaklanjuti aksi protes, Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia Rudiantara melakukan perlambatan akses internet di sekitar Sorong dalam suatu langkah yang dinyatakan sebagai langkah untuk memerangi disinformasi.[42] Kementerian juga dilaporkan telah menutup akun media sosial yang "berbagi konten provokatif".[47] Penutupan internet tersebut menyebabkan unjuk rasa lain terhadap kementerian di Jakarta oleh organisasi hak asasi manusia setempat.[61]

Pada malam 19 Agustus, presiden Indonesia, Jokowi merilis pernyataan yang mendesak ketenangan dan mengatakan kepada orang Papua bahwa "Emosi itu boleh, tapi memaafkan lebih baik. Sabar juga lebih baik."[62] Jokowi juga menyiapkan kunjungan ke wilayah tersebut.[42] Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Wiranto juga merilis pernyataan yang menjanjikan penyelidikan "lengkap dan adil" atas insiden di Surabaya dan menambahkan bahwa situasi di Papua terkendali. Kepala Kepolisian Nasional Tito Karnavian mengklaim bahwa kerusuhan itu disebabkan oleh, selain dari insiden di Surabaya dan perlakuan terhadap siswa yang terlibat, juga karena sebuah berita tipuan tentang salah satu siswa yang terbunuh saat penahanan mereka.[63]

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menyerukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas insiden rasisme di Surabaya.[64] Sebagai respons, Polisi daerah Jawa Timur membentuk tim untuk menyelidiki tuduhan tersebut.[65] Uskup Ambon Petrus Canisius Mandagi juga menyerukan protes damai dan mengatakan bahwa orang Papua "tidak boleh biadab seperti mereka yang menyemburkan rasisme".[66] Anggota DPRP Yorrys Raweyai menyerukan pembubaran Banser Nahdlatul Ulama, mengklaim bahwa pembubaran milisi tersebut adalah permintaan dari pengunjuk rasa di Sorong.[67]

Tri Susanti, seorang anggota partai Gerindra dan pemimpin unjuk rasa di Surabaya terhadap pelajar Papua, secara terbuka meminta maaf setelah protes di Papua dan membantah tuduhan kekerasan fisik terhadap para mahasiswa.[68] Tokoh kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda berkomentar bahwa insiden di Surabaya telah "menyalakan api unggun rasisme, diskriminasi, dan penyiksaan orang Papua Barat selama hampir 60 tahun oleh Indonesia".[59]

Pada tanggal 27 Agustus, Gubernur Papua Lukas Enembe mengunjungi gedung para mahasiswa Papua di Surabaya. Akan tetapi, ia langsung ditolak oleh mereka, yang sebelumnya telah menolak semua pengunjung dengan memasang spanduk bertuliskan 'Siapapun yang datang kami tolak'.[69]

Rabu, 3 Juni 2020, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan bahwa Presiden Republik Indonesia dan Menteri Komunikasi dan Informatika bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat yang dilakukan dalam kurun Agustus hingga September 2019.[70] Penggugat merupakan koalisi masyarakat sipil yang terdiri, antara lain, dari Aliansi Jurnalis Independen, KontraS, YLBHI, dan Elsam, menyatakan keputusan pemerintah saat itu merupakan perbuatan melanggar hukum dan memperkarakan ke PTUN. Hakim PTUN Jakarta memutuskan bahwa tindakan pemerintah yang dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika selaku Tergugat I serta Presiden Joko Widodo selaku Tergugat II, adalah perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.[71]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Seorang anggota TNI dalam bentrokan di Deiyai pada 28 Agustus,[3] dan seorang polisi dalam bentrokan di Jayapura.[4]
  2. ^ 5[5]–7[6] tewas dalam bentrokan di Deiyai pada 28 Agustus, 23 warga sipil tewas di Wamena akibat kerusuhan pada 23 September, dan tiga orang tertembak di Jayapura pada hari yang sama.[4][7][8] Mayoritas korban tewas di Wamena adalah warga sipil non-Papua.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Indonesian police ban violent protests, separatism in Papua". Reuters (dalam bahasa Inggris). 2019-09-02. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 September 2019. Diakses tanggal 2019-09-03. 
  2. ^ "HARDtalk - Chairman, United Liberation Movement for West Papua - Benny Wenda - BBC Sounds". www.bbc.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-24. 
  3. ^ Savitri, Nurina (29 August 2019). "Enam Sipil Dan Satu Aparat Tewas Akibat Demo Ricuh di Deiyai Papua". ABC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 September 2019. Diakses tanggal 29 August 2019. 
  4. ^ a b Firdaus, Febriana (23 September 2019). "At least 20 dead in protests in Indonesia's West Papua". Al Jazeera. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 September 2019. Diakses tanggal 23 September 2019. 
  5. ^ Antara. "Polisi Sebut 5 Warga Papua Tewas Usai Perampasan Senpi TNI". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 August 2019. Diakses tanggal 31 August 2019. 
  6. ^ Salam, Fahri (30 August 2019). "Rusuh Papua di Deiyai: 7 Warga Sipil Tewas Tertembak". Tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 August 2019. Diakses tanggal 31 August 2019. 
  7. ^ "Violent Protests in Papua Leave at Least 20 Dead". The New York Times. 23 September 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 September 2019. Diakses tanggal 23 September 2019. 
  8. ^ Retaduari, Elza Astari (24 September 2019). "Korban Tewas Rusuh Wamena Jadi 23 Orang, Luka-luka 63". detikcom. Diakses tanggal 24 September 2019. 
  9. ^ a b tim. "Demo di Manokwari, Tiga Polisi di Papua Terluka". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 Agustus 2019. 
  10. ^ "Kronologi Kericuhan di Manokwari". Republika Online. 2019-08-19. Diakses tanggal 2019-08-19. 
  11. ^ Siagian, Wilpret. "Selain Manokwari, Massa di Jayapura Long March Menuju Kantor DPRD". detikcom. Diakses tanggal 2019-08-19. 
  12. ^ "Hentikan Rasisme dan Diskriminasi Mahasiswa Papua! -". 2019-08-19. Diakses tanggal 2019-08-19. 
  13. ^ "Kecam persekusi dan rasisme, ribuan pengunjukrasa menuju kantor Gubernur Papua". JUBI. 2019-08-19. Diakses tanggal 2019-08-19. 
  14. ^ Lyons, Kate; Doherty, Ben (16 Agustus 2019). "West Papua: Pacific leaders urge UN visit to region's 'festering human rights sore'". The Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 23 Agustus 2019. In the past 24 hours, a series of demonstrations in West Papua and across other Indonesian provinces - planned to coincide with and the Pacific Islands Forum’s consideration of West Papua - were broken up early by police with mass arrests. 
  15. ^ Australia, ABC (12 Agustus 2019). "Vanuatu Ikutkan Tokoh Papua Merdeka di Forum Pasifik, Indonesia Kesal". detikcom. Diakses tanggal 23 Agustus 2019. 
  16. ^ a b "Kronik Rusuh Papua, dari Malang Menjalar hingga Makassar". CNN Indonesia. 20 Agustus 2019. Diakses tanggal 23 Agustus 2019. 
  17. ^ "Summary of Violations of Freedom of Expression on West Papua: 15 August 2019". Tapol.org (dalam bahasa Inggris). 16 Agustus 2019. Diakses tanggal 23 Agustus 2019. 
  18. ^ Rida Ayu (15 Agustus 2019). "Detik-detik Aremania Pukul Mundur Aksi AMP di Kayutangan". Radarmalang.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Agustus 2019. Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  19. ^ a b Arifin, Zainul (15 Agustus 2019). Hida, Ramdania El, ed. "Mahasiswa Papua Terlibat Bentrok dengan Warga di Malang". Liputan6.com. Diakses tanggal 26 Agustus 2019. 
  20. ^ Hartik, Andi (15 Agustus 2019). Khairina, ed. "Mahasiswa Papua Terlibat Bentrok dengan Warga di Kota Malang". Kompas.com. Diakses tanggal 26 Agustus 2019. 
  21. ^ Aminudin, Muhammad (15 Agustus 2019). "Mahasiswa Papua yang Rusuh di Malang Tak Kantongi Izin Demo". detikcom. Diakses tanggal 26 Agustus 2019. 
  22. ^ Nurlayla Ratri (19 Agustus 2019). Heryanto, ed. "Statement Asli Wakil Wali Kota Malang dan Kronologi Ricuh Demonstrasi Mahasiswa Papua". Malangtimes. Diakses tanggal 26 Agustus 2019. 
  23. ^ Sofya, Aminatus (15 Agustus 2019). Mujib Anwar, ed. "Demonstrasi di Malang, Aliansi Mahasiswa Papua Ngaku Dipukul & 5 Luka Berat, Polisi Sebut Langgar UU". Tribunnews.com. Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  24. ^ Eko Widianto (15 Agustus 2019). Juli Hantoro, ed. "Mahasiswa Papua di Malang Mengaku Diserang Kelompok Ormas". Tempo.co. Diakses tanggal 26 Agustus 2019. [pranala nonaktif permanen]
  25. ^ Dida Tenola (17 Agustus 2018). Sofyan Cahyono, ed. "Asrama Mahasiswa Papua Sudah Ada Sejak 1960-an". JawaPos.com. Diakses tanggal 27 Agustus 2019. 
  26. ^ a b c "Asrama Papua: Cek fakta kasus bendera merah putih dan makian rasialisme di Surabaya". BBC News Indonesia. 23 Agustus 2019. Diakses tanggal 27 Agustus 2019. 
  27. ^ "Pembubaran Diskusi Papua di Surabaya Ancam Rasa "Kebangsaan"". DW.com. 9 Juli 2018. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  28. ^ Nasrullah, Slamet Agus Sudarmojo & Hanif (7 Juli 2018). Gilang Galiartha, Gilang, ed. "Aparat kawal ketat asrama mahasiswa Papua di Surabaya". ANTARA News. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  29. ^ Faizal, Achmad (15 Agustus 2018). Ana Shofiana Syatiri, Ana Shofiana, ed. "Menurut Camat, Mahasiswa Papua Sempat Marah Saat Ditawarkan Bendera". Kompas.com. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  30. ^ Wismabrata, Michael Hangga (15 Agustus 2018). Reni Susanti, Reni, ed. "5 Fakta di Balik Bentrokan Ormas dan Mahasiswa Papua di Surabaya". Kompas.com. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  31. ^ Arnold Belau (16 Agustus 2018). "Kronologis Aksi Ormas dan Polisi di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya". Suarapapua.com. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  32. ^ Wijayanto, ed. (16 Agustus 2018). "Tak Pasang Bendera Merah Putih, Asrama Mahasiswa Papua Diserbu Ormas". Radar Surabaya. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-28. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  33. ^ Kardi, Dika Dania (16 Agustus 2018). "Sebanyak 49 Mahasiswa Papua Masih Ditahan di Polres Surabaya". CNN Indonesia. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  34. ^ Fersita Felicia Facette, ed. (16 Agustus 2018). "Sabhara Diterjunkan, Mahasiswa Papua Teriakkan Merdeka". JawaPos.com. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  35. ^ Michael Hangga Wismabrata, Michael Hangga, ed. (19 Agustus 2019). "Ribuan Mahasiswa Papua "Long March" Menuju Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi". Kompas.com. Diakses tanggal 28 Agustus 2019. 
  36. ^ "Kerusuhan di Papua 'membuat khawatir' warga pendatang". BBC. 22 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  37. ^ a b Firdaus, Febriana (19 Agustus 2019). "Fiery protests erupt in Indonesia's West Papua region". Al Jazeera (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  38. ^ Karmini, Niniek (20 Agustus 2019). "Protesters burn local Parliament building in West Papua". The Sydney Morning Herald (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 Agustus 2019. 
  39. ^ a b Firdaus, Febriana (21 Agustus 2019). "Indonesia deploys troops to West Papua as protests spread". Al Jazeera. Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  40. ^ Putra, Nanda Perdana (19 Agustus 2019). Yulika, Nila Chrisna, ed. "Massa Unjuk Rasa di Jayapura Blokir Jalan Ke Bandara Sentani". Liputan6.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  41. ^ a b Mawel, Benny (20 Agustus 2019). "Violence in Sorong, more protests in Papua as anger over racism spreads". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  42. ^ a b c Wibawa, Tasha (21 Agustus 2019). "'Get the guns': Almost 1,000 Indonesian police descend on West Papua to 'clean up' protests". ABC News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  43. ^ Purba, John Roy (19 Agustus 2019). Belarminus, Robertus, ed. "Demo di Sorong Papua, Massa Rusak Fasilitas Bandara". Kompas.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  44. ^ "Kondisi Terkini Bandara Domine Eduard Osok Sorong setelah Kerusuhan di Manokwari". Tribunnews.com. 20 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  45. ^ "Hunt for 250 inmates in Papua prison break". BBC. 21 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  46. ^ "Indonesia jailbreak: Convicts return to Papua prison". CNA (dalam bahasa Inggris). 23 Agustus 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-25. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  47. ^ a b "Papuan riots, protests against racism spreading but calming down: Police". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 21 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  48. ^ "Police arrest 34 suspected rioters in Timika after protests against racist abuse". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 22 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  49. ^ Adek (22 Agustus 2019). "45 Demonstran di Timika Diamankan, 3 Polisi Terluka". JPNN.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  50. ^ "Fresh protests in Indonesia's Papua as extra police arrive". Reuters (dalam bahasa Inggris). 21 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  51. ^ "Rusuh di Fakfak Papua Barat, Polisi Tembakkan Gas Air Mata". CNN Indonesia. 21 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  52. ^ "Indonesia arrests 34, blocks internet in Papua". Australian Financial Review (dalam bahasa Inggris). 22 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  53. ^ Sari, Nursita (22 Agustus 2019). Gatra, Sandro, ed. "Demo di Depan Kemendagri, Mahasiswa Papua Sempat Dorong-dorongan dengan Polisi-TNI". Kompas.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  54. ^ "MASYARAKAT SARMI: USUT TUNTAS KASUS PERSEKUSI DAN RASISME TERHADAP ORANG PAPUA". Sarmi Regency. 24 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  55. ^ "Kibarkan Bendera Bintang Kejora, Massa Aksi: Papua Bukan Merah Putih". Suara.com. 24 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  56. ^ Syambudi, Irwan (20 Agustus 2019). "Mahasiswa Papua di Yogya Demo Tolak Tindakan Rasisme di Surabaya". Tirto.id. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  57. ^ "Kronologi Polisi Beri Miras ke Mahasiswa Papua di Bandung". CNN Indonesia. 23 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  58. ^ "Mahasiswa Papua di Bali Demo, Teriak Yel-yel Bintang Kejora". Kumparan. 22 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  59. ^ a b Lamb, Kate; Doherty, Ben (22 Agustus 2019). "West Papua protests: Indonesia deploys 1,000 soldiers to quell unrest, cuts internet". The Guardian. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  60. ^ "Bendera Bintang Kejora Berkibar 1,5 Jam di Kantor Bupati Deiyai". Tempo.co. 27 Agustus 2019. Diakses tanggal 27 Agustus 2019. 
  61. ^ "Masyarakat Gelar Demo Minta Kominfo Buka Akses Internet Papua". CNN Indonesia. 23 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  62. ^ Ihsanuddin (19 Agustus 2019). Bayu Galih, Bayu, ed. "Jokowi: Pemerintah Jaga Kehormatan Masyarakat Papua dan Papua Barat". Kompas.com. Diakses tanggal 9 September 2019. 
  63. ^ "Indonesia's Jokowi urges calm after violent West Papua protests". Al Jazeera. 20 Agustus 2019. Diakses tanggal 20 Agustus 2019. 
  64. ^ Erdianto, Kristian (20 Agustus 2019). Krisiandi, ed. "Fadli Zon Minta Polri Investigasi Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya". Kompas.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  65. ^ Batubara, Puteranegara (21 Agustus 2019). "Polda Jatim Bentuk Tim Selidiki Dugaan Rasisme terhadap Mahasiswa Papua". Okezone.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  66. ^ "Indonesia bishop urges calm in Papua, denounces racism - Vatican News". Vatican News (dalam bahasa Inggris). 23 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  67. ^ Sugiharto, Jobpie (25 Agustus 2019). "Tuntutan Pembubaran Banser NU, Yorrys Raweyai Jelaskan Detilnya". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-15. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  68. ^ "Leader of rally against Papuan students apologizes for racist abuse". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 21 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  69. ^ "Gubernur Lukas Enembe Ditolak Mahasiswa Papua di Surabaya". CNN Indonesia. 27 Agustus 2019. Diakses tanggal 27 Agustus 2019. 
  70. ^ Ihsanuddin. Kuwado, Fabian Januarius, ed. "PTUN: Presiden RI dan Menkominfo Bersalah atas Pemblokiran Internet di Papua". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-02-21. 
  71. ^ "PTUN Jakarta putuskan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat 'melanggar hukum'". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2021-02-21.