Tujuh Kebencian Besar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tujuh Kebencian Besar (Manchu: ᠨᠠᡩᠠᠨ
ᡴᠣᡵᠣ
nadan koro; Hanzi: 七大恨; Pinyin: Qī Dà Hèn) adalah sebuah manifesto yang diumumkan oleh Nurhaci pada hari ketiga belas bulan keempat Imlek pada tahun ketiga era Tianming (Hanzi: 天命; 7 Mei 1618[1]). Manifesto ini secara efektif menjadi pernyataan perang terhadap Dinasti Ming.

Tujuh kebencian besar tersebut adalah:[2]

  1. Ming membunuh ayah dan kakek Nurhaci tanpa alasan yang jelas;
  2. Ming menindas Jianzhou dan lebih mendukung klan Yehe dan Hada;
  3. Ming melanggar perjanjian wilayah dengan Nurhaci;
  4. Ming mengirim pasukan untuk melindungi Yehe melawan Jianzhou;
  5. Ming mendukung Yehe untuk melanggar janjinya kepada Nurhaci;
  6. Ming memaksa Nurhaci untuk meninggalkan daerah-daerah di Chaihe, Sancha, dan Fuan;
  7. Pejabat Ming Shang Bozhi menyalahgunakan kekuasaannya dan memperlakukan rakyatnya dengan kasar.

Setelah pengumuman Tujuh Kebencian Besar ini, serangan terhadap Fushun dimulai. Para pembelot Han memainkan peran yang sangat penting dalam penaklukan Qing di Tiongkok. Para jenderal Tionghoa Han yang membelot ke Manchu sering diberikan wanita dari keluarga Kekaisaran Aisin Gioro dalam pernikahan sementara para prajurit biasa yang membelot sering diberikan wanita Manchu dari kalangan bukan kerajaan sebagai istri. Pemimpin Manchu Nurhaci menikahkan salah satu cucunya dengan Jenderal Ming Li Yongfang 李永芳 setelah dia menyerahkan Fushun di Liaoning kepada Manchu pada tahun 1618.[3][4] Keturunan Li menerima gelar "Viscount Kelas Ketiga" (三等子爵; sān děng zǐjué).[5] Dalam pembalasan, setahun kemudian, satu pasukan penghukuman Ming berkekuatan sekitar 100.000 orang, termasuk pasukan Korea dan Yehe, mendekati wilayah Manchu Nurhaci di sepanjang empat rute yang berbeda.

Pada Mei 26 1644, Beijing jatuh ke tangan sepasukan tentara pemberontak petani yang dipimpin oleh Li Zicheng. Selama kekacauan, kaisar Ming yang terakhir gantung diri di sebuah pohon di taman kekaisaran di luar Kota Terlarang. Orang-orang Manchu kemudian bersekutu dengan jenderal Ming, Wu Sangui dan merebut kendali atas Beijing dan menggulingkan Dinasti Shun dari Li Zicheng yang berusia singkat, mendirikan kekuasaan Dinasti Qing di Tiongkok.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ http://sinocal.sinica.edu.tw/
  2. ^ "Seven Grievances". culture-china.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-29. Diakses tanggal 2008-12-14. 
  3. ^ Anne Walthall (2008). Servants of the Dynasty: Palace Women in World History. University of California Press. hlm. 148–. ISBN 978-0-520-25444-2.  Frederic Wakeman (1 January 1977). Fall of Imperial China. Simon and Schuster. hlm. 79–. ISBN 978-0-02-933680-9.  Kenneth M. Swope (23 January 2014). The Military Collapse of China's Ming Dynasty, 1618-44. Routledge. hlm. 13–. ISBN 978-1-134-46209-4.  Frederic E. Wakeman (1985). The Great Enterprise: The Manchu Reconstruction of Imperial Order in Seventeenth-century China. University of California Press. hlm. 61–. ISBN 978-0-520-04804-1.  Mark C. Elliott (2001). The Manchu Way: The Eight Banners and Ethnic Identity in Late Imperial China. Stanford University Press. hlm. 76–. ISBN 978-0-8047-4684-7. 
  4. ^ http://www.lishiquwen.com/news/7356.html Diarsipkan 2017-12-03 di Wayback Machine. "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-07. Diakses tanggal 2016-06-30.  http://www.75800.com.cn/lx2/pAjRqK/9N6KahmKbgWLa1mRb1iyc_.html Diarsipkan 2016-10-07 di Wayback Machine. https://read01.com/aP055D.html
  5. ^ Evelyn S. Rawski (15 November 1998). The Last Emperors: A Social History of Qing Imperial Institutions. University of California Press. hlm. 72–. ISBN 978-0-520-92679-0.