Syok hipovolemik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Syok hipovolemik adalah sebuah kondisi di mana berkurangnya jumlah plasma di intravaskuler yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam jumlah yang banyak atau hemoragik (biasanya sekitar 20% dari total volume darah), trauma yang menyebabkan cairan berpindah (ekstravasasi) ke ruang tubuh yang sudah tidak berfungsi lagi, serta dehidrasi hebat yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti diare berat dan luka bakar.

Syok hipovolemik terjadi pada saat jantung tidak dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh karena kehilangan lebih dari 15% volume darah atau cairan. Dampaknya adalah organ tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Kondisi seperti ini bisa menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi organ.

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Beberapa kondisi pemicu terjadinya syok hipovolemik adalah terjadi luka robek yang luas, pecahnya aneurisme aorta, pendarahan setelah melahirkan, pendarahan saluran pencernaan, pendarahan pada rongga dada, cedera yang merusak beberapa organ tubuh, seperti hati, limpa, ginjal, dan sebagainya[1].

Tidak hanya itu, syok hipovolemik juga dapat disebabkan karena kehilangan banyak cairan tubuh, seperti muntah atau diare berkepanjangan, luka bakar yang luas, dan keluarnya keringat yang berlebih.

Syok hipovolemik dapat mengancam nyawa seseorang akibat penurunan volume darah intravaskuler, yang mengakibatkan penurunan curah jantung (cardiac output) dan tidak memadainya perfusi jaringan. Selanjutnya, jaringan yang kehilangan bekalan oksigen sepenuhnya mendorong perubahan metabolisme dalam sel yang berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal inilah yang menyebabkan penumpukan asam laktat yang menyebabkan produksi asam dalam tubuh terlalu berlebihan atau ginjal tidak dapat mengeluarkan asam dari dalam tubuh.

Faktor risiko[sunting | sunting sumber]

Kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya syok hipovolemik pada seseorang antara lain karena gangguan pada saluran pencernaan, seperti ulkus duodenum, serta penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti aneurisme aorta. Jatuh dari ketinggian, tertusuk benda tajam, dan kecelakaan berkendara juga dapat menjadi pemicu terjadinya syok hipovolemik.

Gejala[sunting | sunting sumber]

Pada saat terjadi syok hipovolemik, jantung tidak dapat memompa darah dalam yang cukup ke seluruh tubuh. Dampaknya adalah muncul beberapa gejala seperti tekanan darah menurun (hipotensi), tubuh melemah, penurunan sensori, keringat dingin (terutama pada telapak kaki dan tangan), mean arterial pressure (MAP) di bawah 60 mmHg, produksi urine kurang dari 25 ml/jam, denyut nadi mengencang, jantung berdebar, suhu tubuh menurun, kulit terlihat pucat, gelisah, linglung, serta hilangnya kesadaran.

Indikasi parameter pada pemeriksaan untuk memperkirakan kehilangan volume cairan dapat ditunjukkan pada tabel 1 berikut[2].

Tabel 1. Indikasi parameter pemeriksaan kehilangan volume cairan dan gejala yang ditimbulkan
Kehilangan cairan minimal

(volume cairan intravaskuler 10%–15%)

Kehilangan cairan sedang

(volume cairan intravaskuler sekitar 25%)

Kehilangan cairan berat

(volume cairan intravaskuler 40% atau lebih)

Tanda gejala
Tachycardia ringan Nadi cepat dan lemah Tachycardia yang nyata
Tekanan darah supinasi normal Hipotensi supinasi Hipotensi yang nyata
Penurunan sistol lebih dari 16 mmHg atau peningkatan denyut nadi lebih dari 20 kali permenit Kulit dingin Nadi perifer melemah dan menghilang
Peningkatan capillary refill time lebih dari 3 detik Produksi urine sekitar 10% hingga 30% ml perjam Kulit dingin dan sianosis
Produksi urine lebih dari 30 ml/jam Sangat kehausan Output urine kurang dari 10%
Kulit pucat dan dingin Gelisah, bingung, mudah marah Kehilangan kesadaran

Patofisiologi dan gambaran klinis[sunting | sunting sumber]

Beberapa gejala klinis pada saat terjadi pendarahan belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10% dari jumlah keseluruhan volume darah karena masih dapat ditoleransi oleh tubuh. Apabila pendarahan terus berlangsung, maka tidak mampu lagi untuk menoleransi hal tersebut, sehingga menyebabkan gejala-gejala klinis seperti di atas.

Untuk mendiagnosis adanya syok hipovolemik, maka perlu dilakukan pemeriksaan pengisian dan frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-ujung jari, suhu, serta turgor kulit. Berdasarkan persentase jumlah kehilangan darah, syok hipovolemik dibedakan menjadi empat stadium[3]. Keempat stadium beserta tanda-tanda klinisnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Stadium syok hipovolemik dan gambaran klinisnya
Tanda dan pemeriksaan klinis Stadium-I Stadium-II Stadium-III Stadium-IV
Kehilangan darah (%) 15% 15–30% 30–40% >40%
Kesadaran Sedikit cemas Cemas Sangat cemas/bingung Letargi
Frekuensi jantung/nadi <100 kali permenit >100–120 kali permenit >120–140 kali permenit >140 kali permenit
Frekuensi napas 14–20 kali permenit 20–30 kali permenit 30–40 kali permenit >35 kali permenit
Refiling kapiler Lambat Lambat Lambat Lambat
Tekanan darah sistolik Normal Normal Turun Turun
Tekanan nadi Normal Turun Turun Turun
Produksi urine >30 ml perjam 20–30 ml perjam 5–15 ml perjam Sangat sedikit

Dari tabel tersebut, pemeriksaan klinis sangat penting dilakukan karena seiring dengan kehilangan darah akan terlihat bahwa penurunan refilling kapiler, tekanan nadi, dan produksi urine terjadi lebih awal daripada penurunan tekanan darah sistolik. Hal itu disebabkan karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap hipovolemia. Pada awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respons sistem saraf simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Oleh karena itu, pada tahap tersebut tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun, kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuluh perifer, sehingga terjadi penurunan diastolik dan penurunan tekanan nadi rata-rata.

Berdasarkan kemampuan respons tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut, maka tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1. Tahap kompensasi[sunting | sunting sumber]

Pada tahap pertama ini, mekanisme autoregulasi tubuh masih bisa mempertahankan fungsi sirkulasi dengan meningkatkan respons simpatis.

2. Tahap dekompensasi[sunting | sunting sumber]

Pada tahap kedua, tubuh sudah tidak dapat mempertahankan fungsinya dengan baik untuk semua organ dan sistem organ. Mekanisme autoregulasi tubuh berusaha memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama otak, dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas. Dampaknya adalah ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin.

3. Tahap ireversibel[sunting | sunting sumber]

Tahap terakhir ini akan terjadi apabila kehilangan darah terus berlanjut, sehingga terjadi perusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki. Kondisi klinis yang paling nyata adalah berupa kerusakan sistem filtrasi ginjal atau biasa disebut gagal ginjal akut.

Penatalaksanaan syok hipovolemik[sunting | sunting sumber]

Penatalaksanaan syok hipovolemik mencakup beberapa hal, seperti mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik dalam kondisi batas normal. Penatalaksanaan syok hipovolemik yang utama adalah terapi cairan sebagai pengganti darah atau cairan tubuh yang hilang. Penatalaksanaan harus dilakukan secara komprehensif, meliputi penatalaksanaan sebelum dan pada saat di rumah sakit.

Penatalaksanaan sebelum di rumah sakit harus memperhatikan prinsip-prinsip resusitasi. Jika kondisi jantung, respirasi, dan jalan napas dapat dipertahankan, maka tindakan berikutnya adalah menghentikan trauma akibat pendarahan dan mencegah berlanjutnya pendarahan. Sebisa mungkin sumber pendarahan dihentikan dan melakukan resusitasi cairan sesegera mungkin. Selanjutnya adalah membawa penderita ke rumah sakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membawa penderita ke rumah sakit adalah mobilisasi dan pemantauan selama di perjalanan. Posisi penderita juga perlu diperhatikan guna mencegah semakin memburuknya kondisi syok. Contohnya adalah posisi wanita hamil yang dimiringkan ke arah kiri agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang dapat memperburuk fungsi sirkulasi.

Kemudian pada saat di rumah sakit, pelaksanaan penatalaksanaan dapat dimulai dengan diawali pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan merupakan cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awalnya adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1–2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Apabila hemodinamik menunjukkan kondisi membaik, maka selanjutnya adalah pemberian kristaloid. Kristaloid diberikan sekitar 5 kali lipat dari perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam, karena penyebaran cairan koloid lebih cepat berpindah dari intravaskuler menuju ruang interstisal. Jika hemodinamik tidak membaik, maka opsi yang dapat dilakukan adalah pemberian koloid atau mempersiapkan pemberian darah sesegera mungkin.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Syok Hipovolemik". Alodokter. 2015-11-25. Diakses tanggal 2023-01-29. 
  2. ^ Ernita Dewi, Sri Rahayu (2017). "KEGAWATDARURATAN SYOK HIPOVOLEMIK". Jurnal Berita Ilmu Keperawatan. 2 (2). 
  3. ^ Hardisman (2013). "Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan Penyegar". Jurnal Kesehatan Andalas. 2 (3): 178–182.