Sunan Ngudung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
As-Syekh

Utsman Haji
( Sunan Ngudung )
Imam Masjid Demak ke-4
Masa jabatan
1521–1524
Sebelum
Pendahulu
Kiai Gedeng Pambayun
( 1515 - 1521 )
Pengganti
Sunan Kudus
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Utsman Haji

Meninggal1524
AgamaIslam
Anak
Orang tua
DenominasiSunni
Dikenal sebagaiImam Masjid Demak Panglima Perang Demak

Sunan Ngudung (lahir: ? - wafat: 1524) adalah Imam Masjid Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Naskah-naskah babad mengisahkan ia gugur dalam perang melawan Kerajaan Majapahit.

Asal-Usul[sunting | sunting sumber]

Sayyid Utsman Haji adalah putra Sayyid Ali Murtadlo dengan Syarifah Sarah putri dari Sunan Gresik.[butuh rujukan]Ia menikah dengan Siti Syari'ah putri Sunan Ampel. Versi dari hasil penelusuran Dzuriyyah Walisongo, Sunan Ngudung (Syekh Ustman Haji) adalah bukan ayah dari Sunan Kudus, tetapi Sunan Ngudung dari Demak bernama Syekh Sabil disebutkan Ayah dari Sunan Kudus. Sunan Ngudung (Syekh Ustman Haji) berasal dari Trowulan Mojokerto. Disini karena ada kesamaan gelar Sunan yang membuat ada beberapa versi sejarah.

Sunan Ngudung diangkat sebagai Imam Masjid Demak menggantikan Sunan Bonang sekitar tahun 1520 M.[butuh rujukan]

Kisah Kematian[sunting | sunting sumber]

Naskah-naskah babad, misalnya Babad Demak atau Babad Majapahit lan Para Wali mengisahkan Sunan Ngudung tewas ketika memimpin pasukan Kesultanan Demak dalam perang melawan Kerajaan Majapahit. Menurut naskah-naskah legenda tersebut, perang antara dua kerajaan ini terjadi pada tahun 1478. Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah melawan Kerajaan Majapahit yang untuk menengakkan keadilan. Karena pada tahun itu Brawijaya V atao Bhre Kertabhumi diserang oleh Girindra wardhana yang ditandai dengan condro sengkala Sirna Ilang Kertaning bumi atau 1440 Saka/ 1478 M, pada saat diserang oleh Girindrawardhana Bhre Kertabhumi menyelamatkan diri ke Gunung Lawu. Sunan Ngudung diangkat sebagai panglima perang menghadapi musuh yang dipimpin oleh Raden Kusen, adik tiri Raden Patah sendiri yang menjabat sebagai adipati Terung (dekat Krian, Sidoarjo). Raden Kusen merupakan seorang muslim namun tetap setia terhadap Majapahit. Dalam perang tersebut Sunan Ngudung memakai baju perang bernama Kyai Antakusuma. Baju pusaka itu diperoleh Sunan Kalijaga dan konon merupakan baju perang milik Nabi Muhammad.

Sunan Ngudung dalam pertempuran itu gugur sebagai syahid. Jabatan Sunan Ngudung sebagai panglima perang kemudian digantikan oleh Sunan Kudus. Di bawah kepemimpinannya pihak Demak berhasil mengalahkan Majapahit.

Tahun Kematian[sunting | sunting sumber]

Menurut prasasti Trailokyapuri diketahui bahwa Majapahit runtuh bukan akibat serangan Kerajaan Demak melainkan karena perang saudara melawan keluarga Girindrawardhana. Namun siapa nama raja Majapahit saat itu tidak disebutkan dengan jelas.Pararaton menyebut nama Bhre Kertabhumi sebagai raja terakhir Majapahit yang dikalahkan oleh Girindrawardhana yang kemudian Bhre Kertabhumi menyelamatkan diri ke Gunung Lawu.

Setelah penyerangan inilah kemudian Raden Fatah (adipati demak yang kemudian menjadi sultan Kerajaan Demak)mengumpulkan bala tentara untuk membantu Bhre Kertabhumi. Ayahnya yang telah diserang Majapahit. Namun dalam penyerangan Raden Fatah mengalami kekalahan. Setelah kekalahan ini Para Dewan Wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan Masjid Demak.

Pada tahun 1478 M Raden Fatah mengirimkan tentara lagi untuk menyerang Girindrawardhana di Majapahit. Pada serangan ini Raden Fatah memperoleh kemenangan sehingga Majapahit takluk dibawah Raden Fatah. Pada tahun 1478 Raden Fatah dilantik menjadi Sultan Demak.

Naskah Hikayat Hasanuddin menyebutkan pada tahun 1524 imam Masjid Demak yang bernama Pangeran Rahmatullah tewas ketika memimpin perang melawan Majapahit. Tokoh ini kemungkinan besar identik dengan Sunan Ngudung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kematian Sunan Ngudung terjadi pada tahun 1524, bukan 1478 sebagaimana yang tertulis dalam naskah babad.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti