Subnivium

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Subnivium merupakan sebuah area yang terletak di antara tumpukan salju dan tanah. Subnivium adalah sebuah ekosistem penting bagi beberapa spesies makhluk hidup. Suhu normal subnivium adalah 0° Celsius. Beberapa makhluk hidup memiliki ketergantungan pada keberadaan subnivium.[1] Subnivium merupakan tempat perlindungan bagi keanekaragaman tanaman, mamalia, amfibi, burung, dan arthropoda. Makhluk-makhluk hidup tersebut berlindung dari suhu musim dingin yang ekstrem.[2] Subnivium dengan ketebalan salju yang cukup dan berongga akan memiliki kemampuan mencegah dingin yang baik. Sebaliknya, subnivium dengan ketebalan salju yang tipis dan tidak berongga akan memiliki suhu yang lebih dingin.[1]

Pembentukan[sunting | sunting sumber]

Pada skala regional, pembentukan subnivium dibatasi oleh iklim lingkungan. Pada skala lokal, vegetasi, mikro-topografi dan angin merupakan faktor pembentuk utama. Pembentukan dan ketahanan subnivium sepenuhnya dikontrol secara langsung oleh penumpukan dan kepadatan salju. Pembentukan ini dipengaruhi suhu lingkungan, angin, salju, dan fluks radiasi. Kestabilan kehangatan subnivium terjaga dengan sangat baik pada kepadatan salju yang rendah. Peningkatan pengikisan salju yang terjadi pada suhu lingkungan yang lebih hangat membuat kedalaman salju berkurang dan meningkatkan kepadatan salju. Gradien suhu antara lapisan bawah salju dan suhu udara mengalami peningkatan pada suhu yang lebih dingin. Ini meningkatkan kepadatan salju di permukaan kantong salju. Suhu udara tetap di bawah 0 ° Celcius meskipun kepadatan salju meningkat. Ini mencegah terjadinya pencairan salju di permukaan dan mendukung penumpukan salju untuk menambah kedalaman salju. Angin juga memengaruhi kedalaman dan kepadatan salju. Pengurangan penumpukan salju terjadi melalui erosi angin dan meningkatkan sublimasinya. Peningkatkan jumlah tumpukan salju dan pemadatan juga terjadi melalui penyebaran ulang. Akhirnya, karakteristik salju terpengaruh oleh gelombang panjang yang bersih dan gelombang pendek.[2]

Karakteristik tutupan salju diubah oleh tutupan lahan. Hujan salju ditahan pada kisaran 40% hingga 60% keseluruhan penutup kanopi. Hujan salju yang tertahan terkena oleh angin dan terkena radiasi matahari. Ini menyebabkan hujan salju tersebut rentan tersublimasi kembali ke atmosfer. Dengan demikian, kedalaman salju menjadi berkurang. Pengaruh lain juga meningkatkan kegunaan salju setelah bungkusan salju dikembangkan dengan menyediakan penyangga terhadap angin dan menghalangi salju dari radiasi gelombang pendek yang masuk. Karena jumlah radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh hutan umumnya tidak melebihi radiasi gelombang pendek yang masuk, perlindungan termal yang diberikan oleh pohon dapat meningkatkan kondisi salju yang tahan lama.[2]

Subnivium terbentuk dari hasil sublimasi dan kondensasi di dalam bungkusan salju yang terjadi secara terus menerus. Subnivium terbentuk selama perpindahan uap air dari daerah dengan kepadatan uap yang tinggi ke kepadatan uap yang rendah. Kepadatan uap yang tinggi terletak pada permukaan tanah, sedangkan kepadatan uap yang rendah terletak pada permukaan salju. Gerakan uap ini membuat ukuran kristal es di lapisan salju paling bawah menjadi sangat kecil. Ini juga menghasilkan jaringan kristal yang saling terhubung secara longgar. Jaringan kristal ini memiliki kepadatan yang rendah, sehingga dapat menahan panas yang dilepaskan dari tanah. Ketika salju cukup tebal, daya hantar panas yang rendah dari sekumpulan salju mengisolasi subnivium. Ini menciptakan suatu iklim di area sempit yang lebih hangat dan lebih stabil dibandingkan dengan suhu udara di atas permukaan salju.[2]

Dampak Perubahan Ekosistem[sunting | sunting sumber]

Subnivium merupakan hasil dari keseimbangan antara suhu lingkungan, ketebalan salju, dan kepadatan salju. Suhu lingkungan berfungsi menghambat sistem. Suhu lingkungan mampu mempengaruhi frekuensi hujan salju. Ini turut mempengaruhi perubahan ketebalan dan kepadatan salju.[2] Ketika perubahan suhu tidak menentu, di akhir musim dingin, reptil dan amfibi dapat terkena badai musim semi. Reptil dan amfibi juga dapat mengalami pembekuan akibat suhu yang lebih dingin di luar subnivium. Burung-burung yang bermigrasi mengalami kekurangan makanan akibat serangga-serangga membeku di dalam tanah dan tidak keluar ke permukaan tanah. Jaringan sel tumbuhan yang berada di area subnivium juga rusak akibat suhu yang terlalu dingin.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Redaksi 1000guru (2016-12-14). "Subnivium: Di Bawah Selimut Salju". Majalah 1000guru (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-05. 
  2. ^ a b c d e Thompson, Kimberly L.; Zuckerberg, Benjamin; Porter, Warren P.; Pauli, Jonathan N. (2018-06). "The phenology of the subnivium". Environmental Research Letters (dalam bahasa Inggris). 13 (6): 064037. doi:10.1088/1748-9326/aac670. ISSN 1748-9326. 
  3. ^ "Decline in snow cover spells trouble for many plants, animals". phys.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-23.