Status quo ante bellum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Istilah status quo ante bellum (sering disingkat menjadi status quo ante) adalah sebuah frasa bahasa Latin yang berarti "keadaan sebagaimana adanya sebelum perang".[1]

Istilah ini awalnya digunakan dalam perjanjian internasional untuk mengacu pada penarikan pasukan musuh dan pemulihan kepemimpinan sebelum perang. Ketika digunakan sedemikian, hal tersebut berarti bahwa tidak ada pihak yang memperoleh tambahan atau kehilangan wilayah atau hak-hak ekonomi dan politik. Ini berlawanan dengan uti possidetis, di mana masing-masing pihak mempertahankan wilayah apa pun dan properti lain yang dikuasainya pada akhir perang.

Istilah ini telah digeneralisasikan untuk membentuk frasa status quo dan status quo ante. Di luar konteks ini, istilah antebellum adalah, di Amerika Serikat, biasanya dikaitkan dengan periode sebelum Perang Saudara Amerika, sementara di Eropa dan tempat lain dengan periode sebelum Perang Dunia I.

Contoh historis[sunting | sunting sumber]

Contoh awal adalah traktat yang mengakhiri Perang Romawi Timur-Sassaniyah 602-628 antara Kekaisaran Romawi Timur dan Sasaniyah Persia. Persia telah menduduki Asia Kecil, Palestina, dan Mesir. Setelah serangan balasan Romawi yang sukses di Mesopotamia yang kemudian mengakhiri perang, integritas perbatasan timur Romawi seperti sebelum tahun 602 dipulihkan sepenuhnya. Kedua kekaisaran kehabisan tenaga setelah perang ini, dan tidak satu pun yang siap untuk mempertahankan diri ketika pasukan Islam muncul dari Jazirah Arab pada tahun 632.

Contoh lain adalah Perang Etiopia-Adal abad ke-16 antara Kesultanan Adal Muslim dan Kekaisaran Etiopia Kristen yang berakhir dengan jalan buntu. Kedua kekaisaran kehabisan tenaga setelah perang ini, dan tidak satu pun yang siap untuk mempertahankan diri melawan Migrasi Oromo kaum pagan.[2]

Perang Tujuh Tahun[sunting | sunting sumber]

Perang Tujuh Tahun antara Prusia dan Austria berlangsung dari tahun 1756 hingga 1763 dan berakhir dengan status quo ante bellum.[3] Austria mencoba merebut kembali wilayah Silesia, kalah dalam Perang Penerus Austria delapan tahun sebelumnya, namun wilayah itu tetap berada di tangan Prusia.

Perang tahun 1812[sunting | sunting sumber]

Contoh perang lainnya yang berakhir dengan status quo ante bellum adalah Perang tahun 1812 antara Amerika Serikat dengan Britania Raya, yang diakhiri dengan Traktat Ghent tahun 1814.[4] Semasa perundingan, para diplomat Britania menyarankan mengakhiri perang dengan uti possidetis,[5] sementara para diplomat Amerika juga menuntut diserahkannya Kanada.[6] Persetujuan akhir, sebagian besar karena tekanan dari pemerintah Britania untuk mencapai perdamaian sejak awal tanpa adanya tambahan atau kehilangan wilayah untuk Amerika Serikat atau koloni Kanada Britania Raya.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "status quo ante bellum". Merriam-Webster Online. Diakses tanggal January 28, 2013. 
  2. ^ Gikes, Patrick (2002). "Wars in the Horn of Africa and the dismantling of the Somali State". African Studies. University of Lisbon. 2: 89–102. Diakses tanggal 7 November 2016. 
  3. ^ Schweizer, Karl W. (1989). England, Prussia, and the Seven Years War: Studies in Alliance Policies and Diplomacy. Edwin Mellen Press. hlm. 250. ISBN 9780889464650. 
  4. ^ Donald Hickey. "An American Perspective on the War of 1812". PBS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-15. Diakses tanggal January 28, 2013. 
  5. ^ "Treaty of Ghent: War of 1812". PBS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-16. Diakses tanggal January 28, 2013. 
  6. ^ carl benn the war of 1812 pg82