Simo, Boyolali

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Simo
Lokasi Kecamatan Simo ing Kabupaten Boyolali
Peta lokasi Kecamatan Simo
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenBoyolali
Pemerintahan
 • CamatWaluyo Jati, S.Sos, MM
Populasi
 • Total43,533 jiwa
Kode Kemendagri33.09.13
Kode BPS3309130
Luas48,04 km²
Desa/kelurahan13

Simo (Jawa: ꦱꦶꦩꦺꦴ) adalah kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Simo terletak di sebelah timur laut ibu kota Kabupaten Boyolali.

Administratif[sunting | sunting sumber]

Batas[sunting | sunting sumber]

Kecamatan Simo memiliki batas-batas sebagai berikut:

Utara Kecamatan Karanggede dan Kecamatan Klego
Timur laut Kecamatan Andong
Timur Kecamatan Andong dan Kecamatan Nogosari
Tenggara Kecamatan Nogosari
Selatan Kecamatan Sambi
Barat daya Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang
Barat Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang
Barat laut Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang

Desa/kelurahan[sunting | sunting sumber]

Kecamatan Simo terdiri dari 13 kelurahan/desa, diantaranya:

  1. Bendungan
  2. Blagung
  3. Gunung
  4. Kedung Lengkong
  5. Pelem
  6. Pentur
  7. Simo
  8. Sumber
  9. Talakbroro
  10. Temon
  11. Teter
  12. Walen
  13. Wates

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Dalam bahasa Jawa Baru, "sima" berarti macan atau harimau. Namun sima dalam bahasa Jawa Kuno berarti "tanah perdikan" atau "tanah yang dibebaskan dari pajak". Nama terakhir ini lebih memungkinkan. Terdapat nama-nama tempat yang sama di seluruh Jawa.

Dalam versi yang lain, nama "simo" bermula dari sejarah Kesultanan Demak dan Pengging. Sebagaimana diketahui, bahwa Sultan Fatah dari Demak mempunyai pertentangan dengan Ki Ageng Pengging. Demak sebagai kerajaan Islam yang didukung oleh Wali Songo berseberangan dengan Ki Ageng Pengging yang merupakan anak murid dari Syekh Siti Jenar. Wali Songo mengutus Sunan Kudus untuk pergi ke Pengging dengan maksud mengajak Ki Ageng Pengging agar mau bergabung dengan kerajaan Demak. Di dalam perjalanan ke Pengging itulah rombongan Sunan Kudus bermalam di sebuah hutan di sebelah utara kali cemara. Ketika bermalam, Sunan Kudus memukul pusaka berupa gong yang bernama Kyai Sima, yang bunyinya mirip dengan auman harimau (simo).

Mendengar suara auman harimau itu, penduduk sekitar beramai-ramai menuju ke hutan dengan maksud menangkap harimau tersebut. Bukan harimau yang ditemui, tetapi Sunan Kudus dan rombongan yang mereka jumpai. Ketika ditanya kedatangan mereka ke tengah hutan, penduduk menjawab bahwa tadi ada suara harimau sehingga mereka bermaksud untuk membunuhnya. Kemudian oleh Sunan Kudus menjawab bahwa tidak ada harimau dan mereka disuruh kembali ke rumah. Oleh Sunan Kudus, daerah itu kemudian dinamakan Simo.

Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Simo terkenal sebagai kota pelajar. Di kota ini terdapat tugu pelajar yang dibangun tahun 1985 di perempatan Tegalrayung sebagai simbol atas kenyataan ini. Hampir semua penduduk muda lulus SMA atau sederajat. Ratusan sarjana, master dan doktor muncul dari kecamatan ini.[butuh rujukan]

Kenyataan bahwa Simo adalah kota pelajar sangat tampak nyata, dapat dilihat dari banyaknya sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan bahkan perguruan tinggi yang berdiri di daerah ini, mulai dari sekolah negeri, swasta, sampai sekolah khusus yang berbasis keagamaan.

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Simo memiliki pasar untuk kebutuhan sehari-hari yang buka setiap hari dan buka secara besar-besaran pada hari Pahing. Pasar hewan di Pasar Simo dibuka juga setiap Pahing dan pasar hewan di Karangjati yang ramai pada hari Pahing dan Kliwon. Di sebelah utara Karangjati terdapat pegunungan yang dinamakan Gunung Madu. Di sini terdapat banyak goa peninggalan zaman Jepang tepat di sisi jalan raya. Pemandangan luas ke arah kota Surakarta dapat dinikmati dari daerah ini. Simo juga memiliki berbagai tempat peninggalan bersejarah yang cukup menarik untuk dijadikan tempat wisata. Yaitu Gunung Madu dan Gunung Tugel yang mempunyai daya tarik tersendiri.

Pariwisata[sunting | sunting sumber]

Wisata alam[sunting | sunting sumber]

Selain terkenal sebagai kota pelajar, kecamatan Simo sudah memilki tempat wisata. Potensi panorama alam mulai dibangun untuk meningkatkan daya tarik wisata. Sejumlah tempat wisata yang ada di Simo seperti Lembah Gunung Madu, Kali Cemara, Taman Alam Surapanta, Water Boom Restu Wijaya, Air Terjun Giriharjo, dan Perpustakaan Tumpi. Mulai dari wisata alam, edukasi hingga buatan tersebar di seluruh penjuru kecamatan Simo. Mulai dari bagian paling utara yaitu Lembah Gunung Madu (LGM) berada di Jalan Simo - Klego hanya berjarak sekitar 15 menit dari kecamatan Simo. Pemandangan alam yang indah dari lembah ini begitu mempesona ditambah dengan cafe Joglo yang semakin asik untuk cengkrama. Di Sekitar Kedung Lengkong tepatnya dari Tugu Kedunglengkong ke arah Barat sektiar 5 menit ada Taman Alam Surapanta. Sungai diubah menjadi wisata alam yang indah dengan tebing yang bertuliskan "Welcome Surapanta". Kata Surapanta sendiri kepanjangan dari "Sungai Rakyat Pantaran Tercinta". Ke arah Timur atau bagian paling Timur di Kecmatan Simo yaitu menuju Kali Cemara. Dari Tugu Kedung lengkong ke Timur sektiar 10 menit sampai nanti ketemu Tugu Jam Ngeplang, dari tugu jam Ngeplang ke arah barat dikit selatan jalan kita akan masuk Kali Cemara Desa Blagung. Kali ini menawarkan dua gardu pandang, satu Tanggul Belanda, dan Sungai menyediakan sungai terbesar di kecamatan Simo. Lokasi yang dekat dengan jalan raya Simo Kacangan KM 06 memudahkan pengunjung untuk berfoto-foto. Selanjutnya ke arah Kecamatan Simo ada Water Boom Restu wijaya, wisata buatan dengan wahana air untuk berseluncur dan berenang, tepatnya berada di depan POM Bensin Simo. Ke arah Paling Barat kecamtan Simo yaitu di Desa Pentur ada perpustakaan Desa Tumpi Read House, hanya 15 menit dari Kecmatan Simo. Berbagai buku sudah tersedia secara gratis di perpus desa ini. Masih di bagian barat Kecamatan Simo ada Air Terjun Giri Harjo di Desa Gunung. Pemandangan alam yang masih alami memanjakan mata kita untuk mengambil gambar hingga bermain air.

Wisata kuliner[sunting | sunting sumber]

Pasar Simo mempunyai ragam dagangan khususnya makanan yang khas. Dari gudangan (urap) daun adas yang hanya tumbuh di Selo Boyolali, kupat tahu dengan bakmi glepung singkong - lomboknya digerus pake sendok, gule kambing dengan acar bawang merah utuhan, bergedel singkong (ketemu rasa sama di RM ayam goreng Ciganea Jabar), mentho kacang, gemblong, gendar dengan kelapa parut, puli pecel, tempe mbok Darubi, nasi tempe mendoan dengan bungkus daun jati, tahu rebus atau bacem, wedang serbat/jahe disimpan dengan 'jun', hingga yang baru belakangan hadir seperti bebek dan ayam goreng, pecel lele, gudeg, angkringan malam dan aneka jajanan yang tak kalah level mutunya dengan eks Pengging atau Solo. Apalagi Simo didukung ketersediaan air minum yang berkualitas sehingga masakan dan minuman menjadi enak.

Sayangnya, masakan yang menjadi trade mark tahun 60-an seperti soto Pak Wiro atau mBok Mangun Cebleng, panganan Nyah Yute (ibu tua yang warungnya menyajikan wajik, jenang jadi, krasikan, kue lapis, klepon, ketan bubuk dele, diracik rapi dalam takaran daun pisang), kerupuk Pak Marto (yang mengolah sendiri dari singkong mentah menjadi tepung kanji sampai produk akhir kerupuk/bakmi), gule P Kaji Wetan Pasar (mbahnya Ngadenan dan Rahardjo), semuanya sudah tak berlanjut, karena keturunanya tidak ada yang meneruskan.

Simo dulu pusatnya makanan tape. Tape pohung Simo terkenal manisnya, berpikul-pikul setiap hari dipasok ke pasar-pasar di Solo. Saat itu terminal bis Simo-Solo (hanya ada dua bis, Eva dan Sridaya) masih berada di depan pasar. Dari sini pedagang pedagang tape menunggu bis dan menggunakan untuk angkutan ke Solo. Tape Simo saking manis dan 'njuruh'nya, air tape bercucuran dari atas (atap bis untuk bagasi), mengenai penumpang yang duduk dipinggir jendela, badan bis pun lengket-lengket. Kunci kelezatan tape Simo ini, selain karena pohungnya yang baik, juga karena ragi tape yang diproduksi oleh Na Kok Liong dari jalan Nonongan Solo kala itu. Sekarang pemandangan ini sudah tidak dijumpai lagi. Tapi tape pohung, baik yang glondongan model peuyeum Bandung atau tape gaplek (potongan kecil kecil dibungkus daun pisang), dan tape ketan item masih bisa dinikmati di pasar ini.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]