Senduduk

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Senduduk
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
M. malabathricum
Nama binomial
Melastoma malabathricum

Senduduk (Melastoma malabathricum) adalah tumbuhan semak (shrub) dan termasuk ke dalam keluarga Melastomataceae. Tumbuhan ini mempunyai bunga berwarna ungu cerah dengan batang kemerahan yang berbulu, biasanya tumbuh di padang rumput terbuka atau hutan. Tumbuhan ini berasal dari Melanesia, Jepang, Australia dan menyebar luas ke seluruh daerah tropis, juga dapat ditemukan di Indonesia. Salah satu tempat persebarannya di kecamatan Ndoso, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.[1]

Beberapa pasar tradisional di Jawa Barat masih ada yang menjual bunga senduduk, khususnya benang sari, yang digunakan sebagai bahan sayuran.[2]

Penamaan[sunting | sunting sumber]

Orang Sunda menyebutnya haréndong, di Jawa namanya kluruk atau senggani, dan di Sumatera dikenal senduduk, sekeduduk atau keduduk.

Deskripsi[sunting | sunting sumber]

Tumbuhan liar ini memiliki bunga dengan mahkota ungu. Bentuknya bundar telur, buah dan bijinya seperti kapsul yang mendaging, panjangnya sekitar 6,5 – 11,5 mm dengan lebar 5 – 10,5 mm. Ketika matang, buahnya pecah.[2]

Kegunaan[sunting | sunting sumber]

Masyarakat lokal di Manggarai menggunakan daun tumbuhan ini untuk mengobati tumor. Di Lampung, masyarakat menggunakan buahnya untuk campuran tinta menulis. M. malabathricum dapat berperan sebagai fitoremediasi untuk hiperakumulator aluminium. Di Amerika, tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang berbahaya.

Namun pedagang tumbuhan obat di pasar tradisional Kabanjahe, Sumatera Utara, memanfaatkan daun senduduk untuk mengatasi diare, patah tulang, dan bahan sauna. Daunnya juga dimanfaatkan oleh etnis Batak Simalungun di Sumatera Utara, untuk mengatasi gangguan saluran pencernaan dan luka. Sedangkan masyarakat Suku Dayak Pesaguan di Kalimantan Barat, memanfaatkan senduduk untuk mengatasi kejengkolan (keracunan karena makan jengkol), kejang, dan ayan. Suku Dayak Iban juga memanfatkannya untuk mengatasi sakit perut dan sariawan, sedangkan Suku Anak Dalam di Jambi memanfaatkan untuk mengatasi diare.[3]

Tanaman ini juga memiliki khasiat sebagai obat luka. Caranya, daun dikunyah, ditumbuk, dan dioleskan pada luka sebagai pasta, atau dicincang halus dan diperas. Air perasan dioleskan pada luka untuk menghentikan pendarahan. Sedangkan air rebusan daunnya dapat digunakan untuk mengobati luka bekas cacar dengan cara membasuh luka tersebut.[4]

Selain itu juga dapat mengobati:[4]

  • Disentri & sakit perut: Daun muda dibersihkan kemudian dikonsumsi secara mentah.
  • Sakit gigi: Air rebusan akar digunakan sebagai obat kumur.
  • Penyembuhan dan penguatan rahim bagi wanita yang baru melahirkan dengan meminum air rebusan akar.;
  • Pendarahan rahim: biji sebanyak 15g disangrai sampai hitam lalu direbus dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas, setelah dingin disaring dan diminum 2x sehari, masing masing

Senyawa bioaktif[sunting | sunting sumber]

Pemanfaatan tumbuhan ini sebagai obat tradisional berhubungan dengan senyawa bioaktifnya. Sebagai contoh bioaktivitas sebagai antioksidan banyak dihubungkan dengan kandungan senyawa fenolik. Banyaknya khasiat sebagai obat tradisional ini tak lain karena ekstrak kloroform daun M. malabathricum memiliki bioaktivitas sebagai antinociceptive, antiinflamantori, dan antipiretik.

Kegunaan lain[sunting | sunting sumber]

Tanaman ini telah lama digunakan masyarakat lokal Indonesia maupun negara lain sebagai bahan pangan dan pewarna

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Jamun, Rosalia; Hendra, Medi; Hariani, Nova (2020-07-30). "KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI SUKU MANGGARAI KECAMATAN NDOSO KABUPATEN MANGGARAI BARAT NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)". Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA (dalam bahasa Inggris). 11 (2): 271–299. doi:10.26418/jpmipa.v11i2.40810. ISSN 2579-7530. 
  2. ^ a b R, Rahmadi (2022-05-12). "Senduduk, Tumbuhan Bermahkota yang Bermanfaat Sebagai Obat". Mongabay.co.id. Diakses tanggal 2022-08-25. 
  3. ^ Silalahi, Marina (September 2020). "Kajian Bioaktivitas Senduduk (Melastoma malabathricum) dan Pemanfaatanya". Best Journal. 3 (2): 98–107. 
  4. ^ a b Puspitasari, Dwi (2020-04-15). "Tanaman Melastoma malabathricum L. / Harendong Sebagai Tanaman Obat Alternatif Alami". krcibodas.brin.go.id. Diakses tanggal 2022-08-25.