Sekolah Tinggi Agama Islam Balai Selasa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sekolah Tinggi Agama Islam Balai Selasa (disingkat STAI Balai Selasa) adalah sebuah perguruan tinggi swasta yang ada di Balai Selasa, Kecamatan Ranah Pesisir, Pesisir Selatan.

Perguruan Tinggi ini beralamatkan di Jl. Air Batu No. 09 Balai Selasa Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

PENDAHULUAN[sunting | sunting sumber]

Sejarah STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Balaiselasa ini dilatari histories perjuangan para ulama dan cendekiawan Pesisir Selatan terutama yang berasal dari Balaiselasa. Pesisir Selatan pernah sebagai sentral pendidikan Islam digerbang selatan Sumatera Barat, terutama di daerah transito Bayang, Batang Kapas, Kambang, Balai Salasa dan lain-lain. Balaiselasa sendiri sebagai sentral pendidikan Islam berbasis Surau seorang ulama besar Sikabu Palangai Kaciek, Balaiselasa, yakni Syeikh Ismail. Sungguhpun demikian sejarah STAI yang dipaparkan ini, rekaman sepintas dalam 25 tahun lintasan sejarah, sejak dari nama awal bernama Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Islam Ilyas Yakub. Sampai sekarang sudah delapan kali mengalami pertukaran pimpinan sekolah tinggi, yakni periode Fakultas Tarbiyah Dekannya (1) Harun Al-Rasyid (1969 – 1970), (2) Ir. Jafaruddin (1970 – 1972), (3) Dra. Djawaher Chairani (1972-1978), (4) Dailami Kadhi Alam (1978 – 1982), (5) Asril Abdullah (1982 – 1988), Perode FT ke STIT Dekan ke-6 berubaha menjadi ketua STIT Dra. Djawaher Chairani (1988 – 1990), berlanjut keperiode ke-7 (1990 – 1993). Kemudian Periode STIT ke STAI ketua (pimpinan ke-8 sekarang) ialah Drs. Yulizal Yunus. Sedangkan Pimpinan Yayasan Pembinan Perguruan Tinggi Agama Islam (YAPPTI) Cabang Pesisir Selatan di Balaiselasa sudah pula mengalami perubahan empat kali yakni periode ke-1 A. l. Dt. Bandaro Rajo (1969 – 1973), ke-2 Sae Ahmad (1973 – 1981), ke-3 BYDM (1981 – 1987) dan periode ke-4 Darwis Ja’far Rajo Suleman (1987 – sekarang). YAPPTI Pusat juga sudah mengalami perubahan pimpinan, sekarang Kamil Kamka, SH. Masing-masing periode pimpinan itu berjalan dengan romantika tersendiri dan menarik untuk diamati dan dicatat.

Sejarah STAI Balai Selasa[sunting | sunting sumber]

Mukhlish Versus Muflis vers2013[sunting | sunting sumber]

Semangat perjuangan masyarakat terutama dalam bidang pendidikan Islam telah menonjol sejak dahulu di kalangan ulama daerah ini sebagai identitas girah beragama yang tinggi. Buya Dailami Kadhi Alam1, mengungkapkan motivasi perjuangan ulama di daerah ini. Suatu hal yang memotivasi ulama berjuang terutama dalam memajukan pendidikan, adalah ingin menolong mencerdaskan para pemuda, generasi muda Islam pada masa mendatang. Paham ulama ini didasarkan pada nilai Islam “siapa yang menunjukkan seseorang sesuatu kebaikan, maka baginya pahala sebesar pahala orang yang mengerjakannya”. Dengan motivasi kerja baik berpahala itu, para ulama daerah ini berjuang dengan ikhlas hanya mengharapkan keredhaan Allah SWT. artinya para ulama adalah orang-orang yang ikhlas (mukhlish) dan mereka amat takut menjadi manusia muflis. Para ulama merasakan dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah SWT adalah dengan sikap mukhlish versus Muflis. Yang dimaksudkan dengan muflis ialah seperti situasi kondisi hidup di dunia dalam bidang ekonomi, maka muflis itu sama artinya dengan orang yang bangrut. Sedangkan di akhirat muflis itu sama artinya dengan orang, yang semua amal salehnya terkikis habis. Karena motivasi kerja baik berpahala itu, pendidikan dan kehidupan beragama Balaiselasa ini berkembang baik.

B. Surau Syeikh Ismail di Sikabu, Palangai Balaiselasa, Ranah Pesisir Selatan merupakan daerah transito bagi ulama-ulama besar Minangkabau di Selatan. Tempat persinggahan yang ramai adalah surau Sikabu, Lubuk Jantan, dll. Salah seorang ulama besar yang sering dikunjungi ialah Syeikh Ismail (1855 – 1928). Syeikh Ismail lahir di Palangai Kaciek (kecil) (1855), karena itu dikenal dengan Syeikh Palangai. Ketika Syeikh Ismail bersurau di Sikabu, ramai didatangi murid-murid, tidak saja dari Balaiselasa khususnya, dan Pesisir Selatan umumnya, bahkan banyak muridnya berdatangan dari daerah darat di samping Muara Labuh, Alahan Panjang, Kerinci. Di Balaiselasa muridnya a. l. Pakih Thaher (Pelangai Kaciek), Hajji Saya di Mudik Palangai Kaciek, Pakieh Burhan Sei Liku dan lain-lain. Nama Syeikh Ismail ini harum dan besar. supremasi besar itu diperolehnya, karena ilmunya yang luas. Adapun ungkapan yang menandai supremasi besarnya adalah: “kalau mau mencari ilmu buruk (dunia) dan baik (akhirat), maka pergilah belajar dengan Syeikh Ismail di Palangai, Balaiselasa, Ranah Pesisir”. Ilmu dunia Syeikh Ismail ini hebat, mempunyai mistik beraliran ilmu putih, tetapi diceritakan, dia tidak mau mewariskan kepada sembarangan orang, karena takut salah guna. Ulama ini menggunakan ilmu mistik beraliran putih ini untuk membela perjuangan dakwah dan kebenaran Islam. bahkan kenderaannya saja disebut-sebut adalah “harimau”. Kalau ada orang yang membuat onar di negeri Palangai, misalnya mencuri, maka sewaktu akan kembali, pencuri itu akan dihadang harimau, paling tidak dihambat di tengah jalan seperti kerbau tidur melintang jalan. Bila orang-orang ribut, ada harimau menghadang orang bermaksud jahat di negeri itu, Syeikh Ismail tenang-tenang saja, karena mana mungkin ia terkejut apalagi takut, sedangkan kenderaannya pun harimau, kata mitologi orang-orang si Kabu, Palangai, Balaiselasa. Dalam bidang keagamaan, dia ini dikenal ilmunya dalam terutama dalam bidang tafsir. Tidak saja ia didatangi murid dari luar, tetapi juga banyak disinggahi ulama besar Minangkabau. Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli sering singgah, bahkan setelah rapat 1000 ulama di Padang 15 s/d 19 Juli 1919 yang dipimpin BJO Schrieke (ahli Belanda), ulama-ulama besar banyak mampir ke surau dia Syeikh Ismail Balaiselasa ini (Drs. Yulizal Yunus 1991, 1992, 1994).

Pertumbuhan Lembaga Pendidikan Islam[sunting | sunting sumber]

Tahun-tahun 1920-an Balaiselasa ini disamping di surau-surau ternama seperti Surau Syeikh Ismail di Sikabu, Palangai, Balaiselasa itu, juga di surau dan masjid yang ada sudah mulai ramai wirid-wirid pengajian. Dailami menceritakan, ketika itu ulama kita sering menyebut di awal kajinya: “mulai partamo Nabi Adam, inyiek partamo kapie – Islam…”. Tahun 1930-an sekolah-sekolah agama sudah mulai muncul tetapi tidak berusia panjang, karena pertentangan paham tua dan paham muda muncul ke permukaan dengan alot ketika itu di Balaiselasa. Pendidikan Islam yang ada ketika itu diantaranya, SMP Islam belajar Fara-id (hukum kewarisan Islam) di rumah-rumah, sampai tahun 1950-an, tahun 1960-an berdiri pula Pendidikan Guru Agama (PGA) diprakarsai Mansur Nawawi, mantari Kecamatan.

BERDIRINYA STAI BALAISELASA[sunting | sunting sumber]

Periode Fakultas Tarbiyah[sunting | sunting sumber]

STAI YAPPTI dengan nama awal Fakultas Tarbiyah Ilyas Yakub di Balaiselas ini didirikan 18 Mei 1969, ditandai dengan diterimanya persetujuan Gabungan Ikatan Keluarga Besar Pesisir Selatan di Jakarta, dan diawali dengan tujuh tekad putra putri Pesisir Selatan yang dikumandangkan M. Dinar Moely. Tujuh tekad itu melambangkan tujuh kecamatan di Pesisir Selatan, yang jiwanya merupakan aspirasi masyarakat Pesisir Selatan yang membutuhkan pendidikan tinggi sejalan dengan perkembangan pembangunan yang menghendaki masyarakat baru yang memiliki sumber daya manusia yang tinggi, mempunyai kemampuan akademik dan profesional dalam mengembangkan pengetahuan agama Islam. Gerakan mendirikan Fakultas Tarbiyah ini dilakukan oleh sebuah kepanitiaan, yang pertama kali ialah panitia sementara yang dibentuk 3 April 1969 dengan Ketua M. Dinar Moely dibantu Sekretaris Muchtar Komar dan Bendahara Ny. Martini. Kemudian 18 Mei 1969 dibentuk panitia sponsor, 20 Mei 1969 dibentuk panitia persiapan, dan 15 Juni 1969 disempurnakan dengan panitia pendiri dengan ketua tetap M. Dinar Moely. Panitia ini disamping dibantu tokoh-tokoh perantau di Jakarta juga perantau di Padang a.l. Prof. Ir. Djafaruddin, dan didukung tokoh masyarakat di kampung Balaiselasa diantaranya, Buya Sae Ahmad, Muhammad Syafi’I, Darwis Naly, Dailami Kadhi Alam dan lain-lain. Sebelumnya 15 Mei 1970, Badan Pelaksana Fakultas Tarbiyah ini yakni YAPPTI (Yayasan Pembina Perguruan Tinggi Islam) telah disyahkan dengan akta notaries Chairil Bahri Jakarta Nomor 15. Para pendirinya ialah perantau di Jakarta a.l. Abdul Wahab Sutan Bagindo Majolelo, Abdul Rahman Gani, Buyung Zabardi Edi Muchtar, Muhammad Dahlan Datik Sagadih, Mohammad Dinar Moely. Tanggal 12 Mei 1979 Fakultas Tarbiyah ini resmi mempunyai status terdaftar untuk jurusan Pendidikan Agama non SKS, dengan keluarnya KMA Nomor: Dd/I/PTA/3/297/70. fakultas ini ketika itu melaksanakan program sarjana dan sarjana muda, dimana sampai tahun 1988 telah menghasilkan sarjana muda sebanyak 78 orang. Dalam dasawarsa 1970-an bahkan sampai awal dasawarsa 1980-an yang paling dirasakan kesulitan adalah menggalang dan merekruit calon mahasiswa di samping harus berpikir keras membangun kampus dan biaya kegiatan akademik. Tahun 1988 saja mahasiswa hanya 92 orang, itu pun termasuk 19 orang mahasiswa sedang penyelesaian sarjana muda (Dra. Djawaher Chairani 1993:10). Dalam rangkaian pemikiran pembangunan Fakultas Tarbiyah ini muncullah ide pendirian Madrasah Aliyah sebagai basis calon input utama Fakultas Tarbiyah ini. Inilah kaitan sejarah berdirinya MAN Balaiselasa yang penegeriannya diresmikan 6 Oktober 1994 dengan Fakultas Tarbiyah Balaiselasa ini, yakni dalam rangka mempertahakan eksistensi Fakultas ini. Pencetus ide pendirian Madrasah Aliyah di Balaiselasa ini, yang pada awal mulanya sebagai pilial (lokal jauh) dari MAN Salido, IV Jurai ialah mantan Camat Ranah Pesisir di Balaiselasa Drs. Chairul. Setelah dinegerikan langsung pula diresmikan Drs. Chairul mewakili Bupati Pesisir Selatan Masdar Saisa. Latar belakang sejarah perkembangan pendidikan Islam di Ranah Pesisir ini tidak saja terungkap dari cerita Chairul tetapi juga diceritakan tokoh masyarakat dan mantan kepala MAN Salido sendiri Dra. Yusnam Udin. Dra. Yusnam mengungkapkan sekelumit sejarah MAN Balaiselasa, yang dahulu menjadi bagian tanggung jawabnya sebagai Kepala MAN Salido. Demikian pula Dailami seorang ketua yang malin kitab kuning di Balaiselasa yang mempunyai catatan rapi mengenai sejarah pendidikan Islam di Ranah Pesisir ini. Baik Yusnam maupun Dailami, menyebutkan pencetus ide pendirian MAN Balaiselasa ini adalah Chairul. Banyak tokoh masyarakat Balaiselasa berucap, “tak sia-sia dan besar buah tangan ditinggalkan Chairul yang selama 8 tahun pernah menjadi Camat Ranah Pesisir ini dan telah 14 tahun bertugas di Pesisir Selatan”. Satu dasawarsa (10 tahun) embrio MAN Balaiselasa ini digendong Yusnam (MAN Salido) dari ide Chairul sampai dinegerikan Menteri Agama bersamaan dengan 32 buah madrasah di Sumatera Barat dalam kesempatan Raker Depag Sumbar beberapa bulan yang lalu. “Yang jelas saya sudah 4 tahun 6 bulan menjadi induk dari MAN Balaiselasa ini sebagai pilial”, kata Yusnam. Ide dasar muncul untuk mendirikan MAN Balaiselasa ini, diawali dengan situasi yang kondusif disamping prospektif baik pada masa datang. Sebuah kenyataan bahwa di Balaiselasa sejak dahulu, sekolah-sekolah menengah umum tingkat atas sudah lengkap, yakni ada SMA, SPMA, STM, MAN dan lai-lain. Bahkan ada Fakultas Tarbiyah Ilyas Yakub. Fakultas Tarbiyah ini mempunyai kampus strategis di perbukitan mirip Bogor di Jalan Air Batu nomor 11 Balaiselasa Telp. 0t. 0757 – 40011. Drs. Chairul melihat peluang mendirikan Madrasah Aliyah ini di Balaiselasa. Bagi Chairul hal yang krusial berkaitan dengan ide pendirian Madrasah Aliyah ini adalah menghadapi usaha pengembangan Fakultas Tarbiyah Balaiselasa ketika itu. Salah satu usaha pengembangan harus ada pengembangan calon in put di daerah sendiri, karena kondisinya dahulu itu punya mahasiswa 15 (lima belas) orang. Namun input utama dari negeri sendiri bemlum tersedia banyak yang akan memasuki Fakultas Tarbiyah (STAI sekarang itu). Input utama Fakultas Tarbiyah itu adalah tamatan Madrasah Aliyah. Madrasah Aliyah ini ketika itu belum ada di Balaiselasa. Madrasah yang ada hanyalah Madrasah Tsanawiyah. Yang jelas tamatan Tsanawiyah ini setingkat dengan SMTP, tidak bisa langsung ke Fakultas Tarbiyah dan harus telebih dahulu memasuki dan menamatkan MAN yang setingkat SMTA itu. Tamatan MAN inilah yang diharapkan. Yang mampu, boleh ke luar, misalnya ke Padang dan yang kurang mampu diharapkan tamatan MAN, dapat melanjutkan pendidikan tinggi bidang agama Islam di negeri sendiri yakni Fakultas Tarbiyah yang kini STAI ini. Artinya dari jenjang pendidikan agama yang ada di Balaiselasa ketika itu terjadi kekosongan di tengah, yakni MAN tidak ada, yang ada di bawah Madrasah Tsanawiyah setingkat SMTA dan paling atas ada Fakultas Tarbiyah (STAI sekarang) tingkatan perguruan tinggi. Kalau tamatan Tsanawiyah kemana alumninya mau melanjutkan ?. ke MAN Salido orbitasi (jauh letaknya) tanggung dari Balaiselasa, dan mungkin lebih baik ke Padang-betul, ketimbang merantau di sudut dapur yakni di Salido. Di lain pihak Fakultas Tarbiyah membutuhkan tamatan MAN sebagai input daerah sendiri disamping dari Kecamatan tetangga Ranah Pesisir. Tidak mungkin Fakultas Tarbiyah ini hanya mengharapkan tamatan MAN dari luar saja. Karena itu diambil prakarsa mendirikan Madrasah Aliyah Balaiselasa sebagai jembatan emas ke Fakultas Tarbiyah yakni STAI sekarang ini. Ide Chairul mendapat sambutan tokoh-tokoh masyarakat diantaranya Buya Sae Ahmat Dt. Bandaro Kayo berada di garis depan. Menurut Yusnam pada periode awal punya murid hanya 57 orang. Dicari peluang untuk mendirikan Madrasah Aliyah yang langsung dinegerikan, namun belum ada nasib baik. Karena itu murid pertama ini ditumpangkan ke MAN Salido, dan pada gilirannya dapat juga mandiri dengan terwujudnya Madrasah Aliyah Balaiselasa pilial MAN Salido. Drs. Chairul bercerita dalam sambutan peresmian MAN Balaiselasa, mengungkapkan sejarah panjang suka duka MAN Balaiselasa menjelang penegeriannya. Gedung tempat belajar terpaksa pinjam-pinjaman. Sebagai harapan bahwa tamatan Aliyah ini akan dapat menjadi input utama Fakultas Tarbiyah, maka Madrasah Aliyah ini didekatkan langung dengan Fakultas Tarbiyah, yakni meminjam gedung kuliah Fakultas Tarbiyah sebagai tempat belajar Madarasah Aliyah ini. Kemudian berpindah-pindah dari Fakultas Tarbiyah, ke Pacuan dan ke Pale, kadang-kadang seperti main sirkus saja berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sebagai tempat belajar, karena ingin memiliki gedung tempat belajar sendiri, biar jelek. Jelek-jelek ‘kan milik sendiri. Yang jelas diakui Drs. Chairul, semangat masyarakat dan tokoh-tokohnya di Balaiselasa ini tidak pernah padam, bahkan semangatnya semakin hidup bernyala-nyala. Buktinya MAN Balaiselasa yang diresmikan ini adalah buah manis hasil perjuangan bersama dari masyarakat. Kata Chairul. “Kalau dipikir-pikir, sekarang misalnya diukur dengan nilai materil akan dibilang orang, gila. Sama seperti semangat pejuang dahulu dengan bambu runcing menghadapi penjajah yang bersenjata modern, lengkap dan canggih. Saya pernah bermalam dalam hutan desa ini. Juga menghadapi ‘kilang bapiwuo’ dalam membebaskan tanah SMP dan tanah SPMA 36 Ha. Pikir-pikir, benar-benar payah jadi camat di daerah ini. Tetapi karena semangat tokoh masyarakat dan bersatu dengan pemerintah, maka persoalan itu dengan mudah dapat diselesaikan”. Dekan pertama Fakultas Tarbiyah ini ialah Harun Al Rasyid kemudian Prof. Ir. Djafaruddin. Pelanjut berikut ialah Dra. Djawaher Chairani, ketika Djafaruddin mendapat pendidikan tambahan dari Universitas Andalas Padang, ke Australia. Djawaher Chairani kembali menerima amanah ke-2 (1998- 1990) dan ke-3 (1990-1993) untuk melanjutkan kepemimpinan pada masa transisi Fakultas Tarbiyah Ilyas Yakub ke Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ilyas Yakub Balai selasa2, setelah dua pimpinan sebelumnya yakni Dailami (1978-1982) dan Asril Abdullah (1982-1987). Dua kali periode Dra. Djawaher Chairani ini yakni periode 1988-1990 dengan SK Pengurus YAPPTI Cabang Pesisir Selatan Nomor 27/YAPPTI/Cab/Pessel/Bls/C/1988, tertanggal 1 April 1988 berakhir 15 Mei 1990, dan Periode 1990-1993 dengan SK YAPPTI Nomor 53/YAPPTI/Cab/Pessel/Bls/C/1991, tertanggal 19 Juli 1991 dan berakhir 18 April 1993 sekaligus merupakan awal periode kepemimpinan Drs. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo. Periode Tahun 1988-1990 dan Tahun 1990-1993 Dra. Djawaher Chairani sebagai Ketua STIT didampingi oleh para pembantu di antaranya Drs. Asril Kutar sebagai Pembantu Ketua I dan merangkap Pembantu Ketua III, sedangkan Pembantu Ketua II ialah Dra. Nurhaida. Satu hal yang perlu dicatat, pada Tahun 1988 pada masa Dra. Djawaher Chairani, terjadi perubahan nama Perguruan Tinggi Islam ini, yakni dari nama lama “Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Islam Pesisir Selatan di Balaiselasa” diubah menjadi nama baru “Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah YAPPTI Pesisir Selatan di Balaiselasa”. Perubahan nama itu berdasarkan rapat YAPPTI 20 Maret 1988 sehubungan dengan pelaksanaan Permenag Nomor 3 Tahun 1987 tentang Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta. Perubahan nama menjadi STIT itu dikukuhkan SK YAPPTI Pesisir Selatan Nomor 28/YAPPTI/Cab/Pessel/Bls/E-1998, tertanggal 30 Juni 1988. Perubahan nama ke STIT ini dikukuhkan pula dengan SK Menteri Agama RI Nomor 58 Tahun 1989, tertanggal 11 Maret 1989. Sejak itu resmilah perubahan nama STIT YAPPTI membuka program S-1 dengan status terdaftar untuk jurusan pendidikan agama Islam di bawah koordinasi Kopertais Wilayah VI Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

Periode Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah[sunting | sunting sumber]

Tanggal 11 Maret 1989, dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1989, program sarjana dan sarjana muda Non SKS STIT YAPPTI, diubah menjadi program Strata-1 (S-1) dengan sistem SKS, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan status terdaftar. Masa periode STIT ini mulai dari periode Fakultas Tarbiyah, sudah banyak menghasilkan sarjana muda. Setelah diberlakukan program strata-1 (S-1), STIT terakhir baru menghasilkan 16 sarjana, ialah 11 bergelar doktorandus (Drs) dan doktoranda (Dra) telah diwisuda 9 Februaari 1993 (17 Sya’ban 1314), serta 4 orang yang bergelar sarjana agama (S.Ag.). Masa STIT ini juga kepemimpinan beralih dari Dra. Djawaher Chairani kepada Drs. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo sebagai ketua. Peralihan pimpinan STIT Balaiselasa ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan YAPPTI Cabang Balaiselasa Nomor 55/YAPPTI/Kab./Pessel/Bls/D/1993, tertanggal 18 April 1993. Surat Keputusan tersebut ditandatangani Ketua YAPPTI Cabang Balaiselasa Darwis Dja’far Rajo Suleman. Selengkapnya pimpinan STIT Periode Drs. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo (Ketua). Drs. Asril Kutar (Pembantu Ketua I bidang akademik), Drs. Bakri Dusar (Pembantu Ketua II bidang administrasi dan keuangan), Drs. Harun Rasul (Pembantu Ketua III bidang kemahasiswaan dan hubungan masyarakat). Tidak beberapa lama kemudian Drs. Bakri Dusar terpilih menjadi Pembantu Dekan III di Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol, maka kepemimpinannya digantikan oleh Drs. Chaidir Djanaly. Badan pelaksana yakni YAPPTI Cabang Balaiselasa pada masa kepemimpinan Drs. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Pengurus YAPPTI Pusat Kamil Kamka, SH (Ketua Umum) dan salah seorang ketua ialah Is Anwar Dt. Rajo Perak, Sekretaris Umum M. Dinar Moely, BA. (diangkat kembali dengan Surat Keputusan Badan Pendiri YAPPTI Pusat Jakarta Nomor 05/Kep/BP/YAPPTI/1985, tertanggal 1 Juli 1985). Sedangkan YAPPTI Cabang Balaiselasa, dipimpin oleh Darwis Dja’far Rajo Suleman (Ketua), Drs. A. Aziz MS (Wakil Ketua). Dra. Kamisna (Sekretaris), Djanilis Saleh (Wakil Sekretaris), Hasan Basri D. BA (Bendahara), Pengurus YAPPTI Cabang ini adalah masa bakti lanjutan setelah habis masa bhakti yang ditetapkan Pengurus YAPPTI Pusat dengan SK Nomor 08/Kep/YAPPTI/1986, tertanggal 11 Maret 1986.3 Pengurus YAPPTI Cabang Balaiselasa dengan SK YAPPTI Pusat ini, ialah Darwis Dja’far (Ketua Umum), Ketua I/II/III/IV ialah Awal Malintang Bumi/M. Syafi’I St. Mudo/Buya Darwis Nally/Wilis Dt. Garang. Sekretaris Umum Linun Syakirni dengan sekretaris I/II ialah Rusli R/Syamsul Kamal, BA., Bendahara Umum Buya Sae Ahmad dengan Bendahara I/II ialah Yulius Kasim/Faridah Ya’coeb. Seksi Pembangunan H. Munaf Dt. Bandaro Kayo (Ketua) dengan anggota Buya Abdul Gani dan Mhd. Nasir. Seksi Keuangan Ali Akbar Kadhi D. Mudo (Ketua) dengan angggota Budanir, BA dan Nasrul Kadhi Sati. Seksi Perpustakaan Marlis, BA (Ketua) dengan anggota Idris Rahman dan Hajjah Mariana, BA. Selain pengurus inti ini, juga dilengkapi dengan pelindung yang terdiri dari Pejabat Daerah mulai dari Bupati Pesisir Selatan sampai Camat Ranah Pesisir, juga Badan Pelindung dan Badan Pembina yang pada umumnya ialah para ketua baik dari segi usia maupun dari segi pengalaman dan keilmuan.

Periode Peralihan STIT ke STAI[sunting | sunting sumber]

Dengan memperhatikan saran dari anggota tim Akreditasi Nasional dari Ditbimpertais, Dirjen Bimbaga Islam Depag RI tanggal 8 Mei 1994 dan dibicarakan serta di putuskan Ketua YAPPTI Cabang Balaiselasa, nama dan bentuk perguruan tinggi STIT ini diubah menjadi STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam). karena STIT ini mempunyai prospek bagus dalam perkembangannnya, dan hanya baru mempunyai satu jurusan, maka seharusnya ditambah satu jurusan lagi yakni jurusan Bahasa Arab. Tetapi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat maka jurusan Bahasa Arab belum dibutuhkan, karena itu agar bebas membuka jurusan, maka nama harus diubah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni STAI. Yang mengatur STAI ini diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Perguruan Tinggi, Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1987 tentang Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta, keputusan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1993 tentang Kopertais dan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1994, tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.

Pengembangan STAI[sunting | sunting sumber]

Dalam pengamatan Drs. Chairul, di Pesisir Selatan sekarang, pendidikan agama mempunyai prospektif cerah pada masa datang. Pertama dilihat dari sisi jenjang pendidikan agama yang ada sudah lengkap yakni ada madrasah ibtidaiyah (tingkat dasar), madrasah tsanawiyah (tingkat menengah), madrasah aliyah (tingkat menengah atas) dan STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) perubahan nama dari Fakutas Tarbiyah dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Balaiselasa. Kedua dari sisi nilai plusnya, sekolah agama lebih punya nilai tambah dari sekolah umum, karena ternyata sekolah agama di samping tamatannya bisa berbahasa Inggris juga mahir berbahasa Arab. Kakandepag Pesisir Selatan Abdurrahman S. Chan juga mengamati trend yang sama. Hal ini diungkapkannya ketika membuka secara resmi kuliah semester ganjil STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) di Jalan Air Batu Nomor 11 Balaiselasa tahun akademik 1994/1995. pembukaan kuliah itu dihadiri seluruh staf pimpinan STAI bersama civitas akademika termasuk mahasiswa baru tahun akademik 1994/1995 ini. Menurut Abdurrahman S. Chan, STAI Balaiselasa sudah mengalami perkembangan yang menarik. Perkembangan STAI ini sudah merupakan potensi besar yang nanti partisipasi aktifnya diharapkan dapat meneliti dan memecahkan masalah-masalah keagamaan sekaligus memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan pembangunan di daerah Pesisir Selatan. Kami bangga dan optimis, STAI Balaiselasa ini akan dapat menjadi mitra Depag dan Pemda dalam pengembangan pembangunan daerah dimaksud, terutama pembangunan bidang keagamaan di Pesisir Selatan. Sekarang STAI Balaiselasa berkerja keras meningkatkan kualitas akademiknya dan telah dituangkan di dalam Statuta, Rencana Induk Pengembangan (RIP) jangka panjang dan jangka pendek, serta dalam kurikulum. Di samping itu juga bekerja keras meningkatkan pembangunan pisik yakni penambahan sarana gedung kuliah perkuliahan, ruang kantor, dan secara prioritas sedang mempersiapkan pembangunan gedung berlantai dua untuk perpustakaan. Khususnya untuk pembangunan perpustakaan berlantai dua ini diperkirakan menelan biaya lk. Rp. 600 juta. Ketua Yayasan Pembinaan Perguruan Tinggi Islam (YAPPTI) Cabang Balaiselasa Darwis Ja’far Rajo Suleman yang mempunyai Pusat di Jakarta Ketua Umum Kamil Kamka, SH dengan ketua-ketua di antaranya Is Anwar Dt. Rajo Perak dan sekretaris umum salah seorang pendiri YAPPTI M. Dinar Moely, BA optimis, rencana ini akan terwujud. Langkah kearah itu sudah dipersiapkan rencana yang konkret, gambar gedung berlantai dua, dan perincian biaya sesuai dengan persyaratan teknis dirancang CV. Ultimate Konsultan Padang. Langkah konkret ini mendapat sambutan dari para perantau, terutama sokongan moral lebih besar dan memberikan green light bantuan materil adalah perantau di Pakan Baru yang tergabung dalam IKPS Riau dengan Ketua Arbi, MBA, di samping perantau di Jakarta. Sebagai langkah awal pimpinan STAI mewakili YAPPTI telah bertemu dengan perantau Pesisir Selatan di Pakan Baru terutama sekali dengan Ketua IKPS Riau, di samping beberapa tokoh masyarakat Syamsul Rakan, SH dikantornya dan DR. Adnan Kasri di Indrapura Internasional Hotel Pakan Baru dll. Untuk menggerakkan dinamika pembangunan ini YAPPTI Pusat diwakili Nursyam Manan, SH bertemu dengan beberapa tokoh masyarakat di samping YAPPT Cabang di Mariani Internasional Hotel Padang. Dalam upaya pengembangan pembangunan pisik juga, direncanakan perluasan kampus. Master plan sudah disiapkan dirancang oleh sebuah konsultan di padang CV. Ultimate Konsultan. Untuk perluasan kampus ditempatnya yang sekarang ini amat diperlukan bantuan masyarakat dan pemda, terutama di Ranah Pesisir sendiri. Untuk peningkatan kualitas akademiknya khusus pelaksanaan tri dharma Perguruan Tinggi, STAI Balaiselasa telah bekerja keras. Diusahakan dosen-dosen senior IAIN Imam Bonjol dapat mengajar di sini. Di samping itu juga membina lembaga-lembaga pelaksana teknis akademik, diantaranya membina lembaga penelitian, lembaga pengabdian pada masyarakat, mendirikan studio kaligrafi dan lain-lain. Lembaga-lembaga pelaksana teknis akademik di antaranya telah dibenahi Lembaga Penelitian dan berusaha meningkatkan penelitian dosen dan mahasiswa mengenai masalah-masalah kehidupan beragama dan pendidikan di dalam masyarakat Pesisir Selatan. Demikian pula lembaga pengabdian pada masyarakat, sudah dibenahi, dan merencanakan mengadakan desa binaan dalam upaya mendidik masyarakat meningkatkan kualitas kehidupan beragama, di samping terkandung maksud sebagai partisipasi STAI dalam pembangunan membangun desa tertinggal dan mengentaskan kemiskinan bersama Pemda. Selain itu telah pula didirikan studio kalirafi yang dikelola oleh tenaga yang berprestasi seperti Drs Muhafril Musri, Rajab, S.Ag, dan dulunya juga di Bantu oleh almarhum Dailami dan lain-lain. Studio ini di samping berfungsi sebagai lembaga sumber kader mempersiapkan generasi muda pintar kaligrafi yang boleh digunakan Pemda dalam berkompetisi dengan daerah lain. Kegiatannya melaksanakan pendidikan dan latihan kaligrafi yang dibuka untuk umum di samping siswa SMTA umum dan agama serta mahasiswqa umum dan agama teruatama STAI Balaiselasa. Juga Studio kaligrafi ini memainkan peranan merancang design dan motiv serta pola untuk ukiran dan gambar kaligrafi untuk dijual kepada pengerajin ukiran daerah serta menyediakan diri membuat kaligrafi untuk teks billboard kota membantu pemerintah dalam K-3, misalnya iklan umum: “Annazhafatu minal iman/kebersihan itu bahagiaan dari iman”. Dalam peningkatan pendidikan dan pengajaran STAI Balaiselasa, telah berpeluang meningkatkan statusnya dan menambah jurusan, setelah lolos pemeriksaan tim akreditasi Departemen Agama dalam waktu yang belum lama ini. Sekarang sebagai realisasinya, STAI Balaiselasa sudah mempunyai beberapa jurusan yakni jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Program S.1 dan D II PGPAI, Jurusan Peradilan Agama (PA), dan insya Allah tahun ini akan ditambah lagi D II PGKMI dan Kependidikan Bahasa Arab. Dengan keberadaan beberapa jurusan yang ada di STAI balaiselasa, diharapkan selain untuk lebih mengembangkan ilmu dan meningkatkan kualitas SDM manusia Pesisir Selatan, juga diharapkan akan semakin mampu mendinamiskan kehidupan agama dalam konteks kehidupan Pesisir Selatan secara menyeluruh. Sehingga masyarakat akan lebih dinamis, berperadapan luhur, terhindar dari ekskluvisme sempit, menghormati kehidupan multikultural serta menjunjung tinggi kehidupan Pesisir Selatan yang rukun dan damai.

Perkembangan STAI Balai Selasa[sunting | sunting sumber]

Berkembangnya STAI Pesisir Selatan di Balaiselasa ini, merupakan dambaan masyarakat. Pengasuh STAI sebagai milik masyarakat, pun tidak ingin mengecewakan harapan dan dambaan masyarakatnya. Adalah wajar STAI Balaiselasa ini berkembang dengan baik sebagai sebuah Perguruan Tinggi Islam, baik dilihat dari aspiratif dalam garis sejarah panjang yang saling berkaitan antara satu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh sepanjang sejarah itu dengan STAI ini. Demikian pula secara faktual telah menjadi harapan masyarakat Sumatera Barat di Pesisir Selatan agar STAI ini berkembang sebagai Perguruan Tinggi yang mempunyai kualifikasi akademik, apalagi usianya sudah mencapai seperempat abad. Kiranya ambisi untuk maju dari masyarakat dan pelaksana STAI ini di tengah-tengah globalisasi dunia dan dalam era tinggal landas pembangunan Nasional yang dijiwai kebangkitan Nasional ke dua ini, dapat diamanahkan bersama. Kiranya dengan semangat sejarah kita akan dapat lagi lebih maju. Langkah kearah itu memang telah disiapkan, diantarannya sudah dipersiapkan rencana pengembangan kampus yang dituangkan dalam Rencana Induk Pengembangan (RIP) 25 tahun RIP 5 tahun ketiga, disamping telah pula disiapkan Statuta, master plan dan perluasan kampus serta perangkatnya menunjang kemajuan

Lihat Pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]