Sejarah hubungan Tiongkok dengan Korea

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejarah hubungan Tiongkok dengan Korea telah ada sejak zaman prasejarah.

Han dan Gojoseon[sunting | sunting sumber]

Catatan tertulis paling awal di Gojoseon, pemerintahan paling maju di Semenanjung Korea yang berpusat di Pyongyang telah ditemukan di Shang-Shu-Da-Zhuan. Catatan ini mencatat sejarah pendirian Gija Joseon yang, menurut legenda setempat, didirikan oleh keturunan Dinasti Shang Tiongkok pada abad ke-12 SM. Kebudayaan politik Tiongkok berpengaruh di Gojoseon; misalnya, istilah Wang (Hangul; Hanja) digunakan bersama antara Tiongkok dan Korea untuk menyebut "Raja" mereka masing-masing.[1]

Pada tahun 194 SM, Wiman, mantan jenderal Tiongkok Yan, mengambil alih takhta Gojoseon setelah menyingkirkan mantan penguasanya, dan hubungan antara Tiongkok Han dan Gojoseon memburuk. Perang Gojoseon–Han terjadi pada 109 SM, yang mengakibatkan kekalahan Gojoseon dan pembentukan Empat Jun di Dinasti Han untuk memerintah provinsi-provinsi Korea di Tiongkok, yang terbesar - Lelang Jun - bertahan 400 tahun.[2]

Cao Wei dan Goguryeo[sunting | sunting sumber]

Namun, penguasaan Tiongkok atas perbatasan timur lautnya dan Korea bagian utara membangkitkan persatuan di antara suku-suku lokal, yang mengakibatkan pembentukan negara Goguryeo, yang mengambil keuntungan dari konflik Tiongkok dengan Xiongnu untuk memperluas ke Semenanjung Liaodong.[3]

Pada tahun 238, Sima Yi dari pihak Cao Wei memimpin kampanye militer yang sukses terhadap rivalnya Gongsun Yuan, dengan bantuan Goguryeo. Hal ini menyebabkan Tiongkok merebut kembali Liaodong serta menjalin hubungan baik dengan kerajaan Korea dan Jepang.

Pada tahun 242, aliansi antara Cao Wei dan Goguryeo putus ketika Dongcheon dari Goguryeo memulai serangan ke wilayah Wei. Sebagai reaksinya, Perang Goguryeo–Wei meletus pada tahun 244, berakhir dengan kehancuran Goguryeo dan relokasi penduduknya dalam jumlah besar. Negara-negara lain melawan ekspansionisme Goguryeo; misalnya, negara Yan Akhir menjarah Pyongyang dan menjadikan Goguryeo negara pembayar upeti kepada Yan dan Qin Akhir.[3]

Tang dan Tiga Kerajaan Korea[sunting | sunting sumber]

Pada masa Dinasti Tang di Tiongkok, kerajaan-kerajaan Korea di Goguryeo dan Balhae dianggap sebagai negara pembayar upeti oleh istana kekaisaran Tiongkok. Karena Kaisar Tiongkok menganggap dirinya sebagai kaisar dari seluruh dunia yang beradab, tidak mungkin bagi kaisar semacam itu memiliki hubungan diplomatik yang setara dengan kekuatan regional lainnya, dan dengan demikian semua hubungan diplomatik di wilayah itu ditafsirkan oleh Tiongkok sebagai negara pembayar upeti tanpa menghiraukan maksud dari wilayah tersebut. Setelah Perang Goguryeo-Tang yang memusnahkan Goguryeo pada tahun 668, Silla mengambil alih sebagian besar wilayah di Semenanjung Korea, tetapi meninggalkan Tiongkok timur laut tanpa gangguan.[4]

Liao, Jin, dan Goryeo[sunting | sunting sumber]

Dinasti Liao dan Jin, yang memerintah Tiongkok utara, sering bertempur melawan Goryeo. Kedua belah pihak tidak bisa menang. Akhirnya Goryeo setuju untuk membayar upeti kepada kedua kekaisaran untuk mempertahankan kemerdekaan.

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Simons 1999, hlm. 71
  2. ^ Simons 1999, hlm. 73–74
  3. ^ a b Simons 1999, hlm. 75–78
  4. ^ Simons 1999, hlm. 88

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • Simons, G. L. (1999), Korea: The Search for Sovereignty, Palgrave MacMillan 
  • Alston, Dane. 2008. “Emperor and Emissary: The Hongwu Emperor, Kwŏn Kŭn, and the Poetry of Late Fourteenth Century Diplomacy”. Korean Studies 32. University of Hawai'i Press: 104–47. https://www.jstor.org/stable/23718933.
  • Kye, Seung B.. 2010. “Huddling Under the Imperial Umbrella: A Korean Approach to Ming China in the Early 1500s”. The Journal of Korean Studies 15 (1). University of Washington Center for Korea Studies: 41–66. https://www.jstor.org/stable/41490257.
  • Robinson, David M.. 2004. “Disturbing Images: Rebellion, Usurpation, and Rulership in Early Sixteenth-century East Asia—korean Writings on Emperor Wuzong”. The Journal of Korean Studies 9 (1). University of Washington Center for Korea Studies: 97–127. https://www.jstor.org/stable/41485331.
  • Robinson, Kenneth R.. 1992. “From Raiders to Traders: Border Security and Border Control in Early Chosŏn, 1392—1450”. Korean Studies 16. University of Hawai'i Press: 94–115. https://www.jstor.org/stable/23720024.
  • Rogers, Michael C.. 1959. “Factionalism and Koryŏ Policy Under the Northern Sung”. Journal of the American Oriental Society 79 (1). American Oriental Society: 16–25. doi:10.2307/596304. https://www.jstor.org/stable/596304
  • Rogers, Michael C.. 1961. “Some Kings of Koryo as Registered in Chinese Works”. Journal of the American Oriental Society 81 (4). American Oriental Society: 415–22. doi:10.2307/595688. https://www.jstor.org/stable/595688