Sejarah teori molekul

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sejarah Teori Molekul)

Sejarah teori molekul merupakan penelusuran asal-usul konsep atau gagasan dengan adanya antara dua atom atau lebih dengan ikatan kimia yang kuat. Baru pada abad ke-19, teori molekul ini telah diterima oleh para kimiawan. Para fisikawan menyatakan bahwa molekul merupakan konsep matematis saja. Namun pada tahun 1911, Jean Perrin berhasil menunjukkan bahwa Gerak Brown merupakan bukti atom dan molekul itu ada.

Pengertian Molekul[sunting | sunting sumber]

Pengertian dari molekul itu sendiri telah berubah seiring perkembangan pengetahuan mengenai struktur molekul. Definisi pertama memberikan pengertian molekul sebagai partikel kecil bahan-bahan kimia yang masih mempertahankan sifat kimiawinya dan komposisinya. Pengertian molekul dalam bidang biokimia dan kimia organik tidak sekaku pada umumnya, terkadang biomolekul dan dan senyawa hidrokarbon yang memiliki muatan juga disebut sebagai molekul.

Molekul memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat hanya dengan mata telanjang. Molekul terkecil adalah Hidrogen diatomik (H2). Sementara terdapat molekul yang berukuran besar seperti supermolekul atau makromolekul. Jari-jari yang efektif dari sebuah molekul dapat ditentukan dengan mengamati ukuran molekul dalam larutan.

Geometri molekul hadir dalam wujud tetap dengan kondisi kesetimbangan. Dua faktor penting yang menentukan sifat-sifat senyawa yaitu struktur molekul dan rumus kimia. Salah satu jenis isomer yang hadir dengan sifat kimia dan fisika yang sangat mirip namun sifat aktivitas biokimia yang berbeda disebut stereoisomer.

Abad ke-17[sunting | sunting sumber]

Leukippos, Demokritos, dan Epikuros memberikan pandangan terkait bentuk dan konektivitas atom. Mereka memberikan alasan bahwa atom-atom yang terlibat dapat mempengaruhi kekokohan materi.

Pada tahun 1680, Nicolas Lemery yang merupakan ahli kimia Prancis, menggunakan teori korpuskular untuk menyatakan bahwa keasaman suatu zat terdiri dari partikel runcingnya, sedangkan alkali memiliki pori-pori yang memiliki ukuran berbeda-beda.

Berdasarkan pandangan ini, suatu molekul tersusun dari partikel runcing dan berpori yang saling menyatu.

Abad ke-18[sunting | sunting sumber]

Kimiawan Prancis, Étienne François Geoffroy mengembangkan teori afinitas kimia untuk menjelaskan kombinasi dari partikel. Dia berpendapat bahwa dorongan alkemi tertentu dapat menarik beberapa komponen kimia untuk dapat menyatu. Setelah teori ini dikemukakan, sejumlah peneliti melakukan pengumpulan data hasil pengamatan terhadap reaksi dari berbagai zat. Dari sana, terlihat perbedaan tingkat afinitas yang ditunjukkan dari hasil reaksi suatu zat dengan reagen yang berbeda.

Pada tahun 1738, Daniel Bernoulli menerbitkan Hydrodynamica yang meletakkan dasar teori kinetik gas. Melalui karya itu, Bernoulli menyatakan pendapat yang masih dipakai hingga hari ini, bahwa gas terdiri dari sejumlah molekul yang bergerak ke segala arah dengan tumbukan dari molekul tersebut menyebabkan adanya tekanan gas, dan panas yang kita rasakan merupakan energi kinetik dari gerakan molekul tersebut. Akan tetapi, teori ini tidak langsung diterima karena saat itu teori kekekalan energi belum mapan. Selain itu, fisikawan juga belum mengetahui bagaimana tumbukan antar molekul bisa lenting secara sempurna.

Abad ke-19[sunting | sunting sumber]

Sama hal nya dengan pandangan ini, di tahun 1803, John Dalton menganggap bahwa berat atom hidrogen merupakan satu kesatuan dan unsur yang paling ringan serta dan tetap. Dalam hal ini, Dalton membayangkan bahwa molekul terbentuk dari atom terkait. Pada tahun 1808, Dalton menerbitkan diagram atau gambar dari atom yang berikatan untuk membentuk molekul.

Sementara Amedeo Avogadro menciptakan kata molekul di makalahnya yang berjudul "Essay on Determining the Relative Masss of the Elementary Molecules of Body" pada tahun 1811. Pada dasarnya ia juga menyatakan dalam kutipan sebuah buku yang ditulis oleh Partington 's yang berjudul A Short History of Chemistry, bahwa partikel gas terkecil itu belum tentu bentuk atom yang sederhana, tetapi terdiri dari sejumlah atom yang telah disatukan oleh daya tarik dan membentuk suatu molekul.

Yang membedakan antara Avogadro dan Dalton adalah Dalton tidak memikirkan kemungkinan-kemungkinan seperti yang dipikirkan oleh Avogadro, bahwa partikel yang sederhana juga terdiri atas molekul dan juga atom. Anehnya disini, Avogadro menganggap bahwa molekul hanya mengandung jumlah atom yang genap dan dia juga tidak mengatakan mengapa tidak berjumlah angka ganjil.

Avogadro menggunakan sebutan "molekul" tidak lain untuk atom dan molekul. Ia mengacu pada atom dengan menggunakan nama "molekul dasar", dan untuk memperumit masalah ia juga membahas tentang "molekul senyawa" dan "molekul komposit".

Adapun bunyi dari hukum Avogadro ialah: gas dengan volume yang sama, pada tekanan dan suhu yang sama, mengandung jumlah molekul yang sama. Hukum ini menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi antara gas yang berbeda dari berat volume yang sama pada tekanan dan suhu yang sama, sesuai dengan hubungan antar berat molekul. Oleh sebab itu, massa molekul relatif dapat dihitung dari massa sampel gas.

Berdasarkan karya Avogadro, di tahun 1826, Jean-Baptiste Dumas yang merupakan ahli Kimia Prancis menyatakan: gas-gas yang dalam keadaan serupa, terdiri atas atom atau molekul yang berada pada jarak yang sama, yang berarti dapat dikatakan mereka memiliki jumlah dan volume yang sama.

Pada tahun 1873, James Clerk Maxwell yang merupakan fisikawan terkenal di Skotlandia menerbitkan artikel ilmiah berjudul "Molecule" di Nature pada September. Maxwell dengan jelas menyatakan dibagian pembuka artikel ini bahwa sebuah atom adalah tubuh yang tidak dapat dipotong menjadi dua; sebuah molekul adalah bagian terkecil yang mungkin berasal dari zat tertentu.

Setelah itu, Maxwell melanjutkan bahwa kata "molekul" adalah kata yang modern. Selain itu, Maxwell juga mencatat bahwa tidak ada yang menangani atau melihat molekul.

Pada tahun 1874, Jacobus Henricus van 't Hoff dan Joseph Achille Le Bel mengusulkan bahwa fenomena aktivitas optik dapat dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa ikatan kimia antara atom karbon dan atom lainnya diarahkan ke sudut dari tetrahedron. Hal ini membuat adanya pemahaman terkait sifat tiga dimensi dari molekul.

Sementara Ludwig Boltzmann, pada tahun 1898, menggunakan teori valensi untuk menjelaskan fenomena disosiasi fase molekul gas. Untuk menjelaskannya, ia menggambar kasaran dari gambar orbital atom yang saling tumpang tindih. Menemukan fakta bahwa uap molekul iodin terdisosiasi menjadi atom pada suhu tinggi, Boltzmann menyatakan bahwa adanya molekul yang terdiri dari dua atom atau yang ia sebut atom ganda.

Teori Bentuk Molekul[sunting | sunting sumber]

1. Teori VSEPR[sunting | sunting sumber]

Teori ini menjelaskan bahwa pasangan elektron dalam ikatan kimia atau yang tidak dipakai bersama, saling tolak menolak dan cenderung saling berjauhan. Teori ini juga menggambarkan bahwa arah pasangan elektron terhadap inti atom.[1]

2. Teori Domain Elektron[sunting | sunting sumber]

Teori ini adalah penyempurnaan dari teori VSEPR. Di mana daerah/kedudukan domain elektron ditentukan berdasarkan jumlah domain. Selaim itu, teori ini juga memiliki prinsip yaitu: Jika antar domain elektron di atom pusat saling tolak menolak, akan dilakukan sedemikian rupa dalam mengatur diri sehingga tolak menolak tersebut bersifat minimum.

Selain itu, bentuk molekul hanya dapat ditentukan pada PEI (Pasangan Elektron Ikatan).

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Raimarda, Rigel, ed. (2020-10-09). "Macam-Macam Bentuk Molekul". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-09-10.