Satyayuga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Satya Yuga)

Artikel ini adalah bagian dari seri
Filsafat Hindu

OM
Ajaran Filsafat
Samkhya • Yoga • Mimamsa
Nyaya • Waisesika • Wedanta

Aliran Wedanta

Adwaita • Wisistadwaita
Dwaita • Suddhadwaita
Dwaitadwaita • Acintya-bheda-abheda
Filsuf

Abad kuno

Kapila • Patanjali • Jaimini
Gotama • Kanada • Byasa

Abad pertengahan

Adi Shankara • Ramanuja
Madhwacarya • Madhusudana
Wedanta Desika • Jayatirtha

Abad modern

Ramakrishna • Ramana
Vivekananda • Narayana Guru
Sri Aurobindo • Sivananda
OM Portal agama Hindu

Satyayuga (Dewanagari: सत्ययुग ; disebut juga Satyuga, Kṛta Yuga, Kertayuga) dalam ajaran agama Hindu, adalah suatu kurun zaman yang disebut sebagai "zaman keemasan", ketika umat manusia sangat dekat dengan Tuhan dan para Dewa, ketika kebenaran ada di mana-mana, dan kejahatan adalah sesuatu yang tak biasa.

Permulaan dari siklus Yuga[sunting | sunting sumber]

Satyayuga atau Kertayuga, merupakan tahap awal dari empat (catur) Yuga. Siklus Yuga merupakan siklus yang berputar seperti roda. Setelah Satyayuga berakhir, untuk sekian lamanya kembali lagi kepada Satyayuga. Satyayuga berlangsung kurang lebih selama 1.700.000 tahun. Setelah masa Satyayuga berakhir, disusul oleh masa Tretayuga. Setelah itu masa Dwaparayuga, lalu diakhiri dengan masa kegelapan, Kaliyuga. Setelah dunia kiamat pada akhir zaman Kaliyuga, Tuhan yang sudah membinasakan orang jahat dan menyelamatkan orang saleh memulai kembali masa kedamaian, zaman Satyayuga.

Satyayuga, zaman keemasan[sunting | sunting sumber]

Satyayuga merupakan zaman keemasan, ketika orang-orang sangat dekat dengan Tuhan. Hampir tidak ada kejahatan. Pelajaran agama dan meditasi (mengheningkan pikiran) merupakan sesuatu yang sangat penting pada zaman ini. Konon rata-rata umur umat manusia bisa mencapai 100.000 tahun ketika hidup pada zaman ini. Menurut Nathashastra, pada masa Satya Yuga tidak ada Natyam karena pada masa itu semua orang berbahagia.

Pada masa Satyayuga, orang-orang tidak perlu menulis kitab, sebab orang-orang dapat berhubungan langsung dengan Yang Maha Kuasa. Pada masa tersebut, tempat memuja Tuhan tidak diperlukan, sebab orang-orang sudah dapat merasakan di mana-mana ada Tuhan, sehingga pemujaan dapat dilakukan kapanpun dan di manapun.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]