Saatnya Dunia Berubah: Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Saatnya Dunia Berubah: Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung
PengarangSiti Fadilah
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia & Inggris
GenreBuku kesehatan
PenerbitSulaksana Watinsa Indonesia
Tanggal terbit
2007
Tgl. terbit (bhs. Inggris)
2007
Halaman200
ISBNISBN 978-979-9254-17-7

Saatnya Dunia Berubah: Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung adalah buku yang ditulis oleh Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K). Buku ini berisi tentang tuduhan konspirasi barat terhadap sampel virus flu burung.[1]

Buku ini terbit pula dalam bahasa Inggris dengan judul It's Time for the World to Change.

Isi buku[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah sebagian kutipan dari apa yang tertulis di buku tersebut.

Kutipan[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah kutipan dari berbagai pihak dan media terhadap buku dan perjuangan yang dilakukan oleh Siti Fadilah

  • "Keberhasilan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mereformasi WHO adalah contoh sangat bagus keberhasilan perjuangan berdiplomasi kelas dunia secara modern."
    Prof. Dr. Juwono Soedarsono, Menteri Pertahanan Indonesia.
  • "For the sake of basic human interests, the Indonesian government declares that genomic data on bird flu viruses can be accessed by anyone". With those words, spoken on August, 3rd, Siti Fadilah Supari started a revolution that could yet save the world from the ravages of a pandemic disease. That is because Indonesia's health minister has chosen a weapon that may prove more useful than todays best vaccines in tackling such emerging threats as avian flu: transparency.[2]
    The Economist, London (UK), August 10th, 2006

Referensi[sunting | sunting sumber]

Sumber[sunting | sunting sumber]

  1. ^ WHO: SBY Minta Buku Menkes “Saatnya Dunia Berubah” Ditarik. Diarsipkan 2008-06-24 di Wayback Machine. Harian Sinar Indonesia Baru, 22 Februari 2008
  2. ^ (Inggris)Global health: Pandemics and transparency. The Economist, London (UK), August 10th, 2006

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]