Ratu Laut Selatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Ratu Kidul)
Gambaran populer wujud Nyai Rara Kidul, mengenakan pakaian berwarna hijau.

Ratu Laut Selatan / Ratu Pantai Selatan juga sering disebut Ibu Ratu Kidul adalah sosok Ratu Jin bernama Ratu Rara Kirana lalu tampuk pimpinan masa kini digantikan oleh Ratu Rara Kadita anak dari Prabu Siliwangi hasil pernikahannya dengan Ratu Jin Penguasa Hutan & Daratan di Nusantara yang belum diketahui namanya.

Kekuatan Ilmu Ratu Laut Selatan dapat menaklukan Nyi Blorong, lalu setelah ditaklukan menjadi pembantu pada istana laut selatan, sebelum ia diusir karena perseteruannya dengan Nyi Roro Kidul, pilar benderanya didaratan tak lain membangun Borobudur.

Pengetahuan masyarakat pada umumnya merujuk pada 3 tokoh, yaitu Kanjeng Ratu Kidul & anak asuhnya Nyi Roro Kidul serta jin keturunan iblis Nyi Blorong yang pernah ditaklukan saat itu.

Legenda cerita ini sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Kepercayaan akan adanya penguasa lautan di selatan Jawa (Samudra Hindia) terutama dikenal oleh Suku Sunda dan Suku Jawa. Orang Bali juga meyakini adanya kekuatan yang menguasai pantai selatan ini.

Senjata andalan Ratu Laut Selatan Rara kirana adalah Panah 7 Penjuru Mata Angin & Tombak Nirwana Cakra Langit yang pernah di pinjamkan oleh Sunan Kalijaga untuk mengalahkan Prabu Siliwangi, lalu Sunan Gunung Jati menempa senjata tersebut dijuluki Karera Reksa dan menjadi Pusaka Agung Buana. Setelah itu pusaka tersebut dikembalikan kembali ke pemiliknya.

Persaingan Nyi Roro Kidul & Nyi Blorong[sunting | sunting sumber]

Sunan Kalijaga & Sunan Gunung Jati[sunting | sunting sumber]

Sunan Gunung Jati adalah cucu Prabu Siliwangi memperkenalkan Sunan Kalijaga kepada tantenya Ratu Laut Selatan / Ratu Rara Kadita anak dari Prabu Siliwangi setelah itu Ratu Laut Selatan menjadi muslim, lalu Sunan Kalijaga menjadikan ia istri spritualnya tanpa keturunan & hanya agar dapat meminjam tombaknya.

Sunan Kalijaga sebagai suami dari Ratu Laut Selatan Ratu Rara Kadita anak dari Prabu Siliwangi tak mengetahui taktik sang suami, Konon Sunan Kalijaga mempersunting anaknya Prabu Siliwangi karena ingin meminjam Tombak Nirwana Cakra Langit kepunyaan Ratu Rara Kadita untuk mengalahkan Prabu Siliwangi atas arahan Sunan Gunung Jati cucu dari Prabu Siliwangi. Lalu pertarungan kedua terjadi selama seminggu dan dimenangkan oleh Sunan Kalijaga, kekalahan ini menjadikan Prabu Siliwangi yang kekuasaannya sampai Kesultanan Cirebon kurang suka dengan Kesultanan Demak, dan otomatis Ratu Pantai Selatan sakit hati saat itu kepada Sunan Kalijaga yang pernah dikalahkan Ayahnya.

Sunan Kalijaga memiliki hubungan mendalam dengan Putri Rara Kadita karena aspek yang sama, yaitu air (dalam bahasa Jawa, kali memiliki arti "sungai"). Panembahan Senopati (1584–1601), pendiri ekspansi imperial Mataram, mencari dukungan dewi dari Samudra Selatan Kanjeng Ratu Kidul dan Nyai Loro Kidul di Pemancinang, selatan Jawa, untuk menjadi pelindung khusus keluarga bangsawan Mataram. Ketergantungan Senopati pada Sunan Kalijaga dan Nyai Loro Kidul menurut catatan sejarah mencerminkan ambivalen Dinasti Mataram terhadap Islam dan kepercayaan asli Jawa.[10]

Legenda dari Jawa & Sunda[sunting | sunting sumber]

Ibu Ratu Kidul (juga disebut Ratu Rara Kadita) adalah tokoh legendaris Indonesia yang sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa & Bali. Tokoh ini dikenal sebagai Ratu Laut Selatan (Samudra Hindia). Menurut legenda Sunda, Nyi Rara Kadita mulanya merupakan Putri Prabu Siliwangi dari Ratu Jin penguasa daratan yang diusir ayahnya karena ulah ibu tirinya.

Dalam perkembangannya, masyarakat spritual mengakui Putri Rara Kadita adalah anak dari Sri Baduga Maharaja dengan Ratu Jin Penguasa Daratan ketika beliau tersesat di hutan, Kedudukan Nyai Loro Kidul / rara kadita sebagai Ratu Laut Selatan keturunan setengah jin & manusia di tanah Jawa menjadi motif populer dalam cerita rakyat dan mitologi, selain juga dihubungkan dengan kecantikan putri-putri Sunda dan Jawa.

Kepercayaan Kejawen[sunting | sunting sumber]

Kanjeng Ratu Kidul adalah tokoh legenda yang sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Ia memiliki kuasa atas ombak keras samudra Hindia dari istananya yang terletak di jantung samudra. Dalam mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping Telu. Ia mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi-dewi alam yang lain.

Menurut kepercayaan, ia merupakan pasangan spiritual para sultan dari Mataram dan Yogyakarta, dimulai dari Panembahan Senapati hingga sekarang. Ia juga menjadi istri spiritual Susuhunan Surakarta. Pengamat sejarah kebanyakan beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk melegitimasi kekuasaan dinasti Mataram.

Keraton Surakarta menyebutnya sebagai Kanjeng Ratu Ayu Kencono Sari.[1] Ia dipercaya mampu untuk berubah wujud beberapa kali dalam sehari.[2] Sultan Hamengkubuwono IX menggambarkan pengalaman pertemuan spiritualnya dengan sang Ratu; ia dapat berubah wujud dan penampilan, sebagai seorang wanita muda biasanya pada saat bulan purnama, dan sebagai wanita tua di waktu yang lain.[3]

Dalam kejawen Kanjeng Ratu Kidul dipercaya suka mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian hijau yang berada di pantai wilayahnya untuk dijadikan pelayan atau pasukannya. Karena itu, pengunjung pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, hingga Semenanjung Purwa di ujung timur, selalu diingatkan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau.

Ni Mas Ratu Anginangin[sunting | sunting sumber]

Ratu Ayu Pagedongan[sunting | sunting sumber]

Ratu Pagedongan adalah putri Raden Panji, seorang putra raja Jenggala, dengan Retnaning Dyah Angin-Angin yang merupakan putri lelembut. Saat membuka hutan (babat alas) Sigaluh, pohon beringin putih yang merupakan pusat kerajaan lelembut ikut tumbang. Roh raja lelembut, Prabu Banjaran Seta, masuk ke dalam tubuh Raden Panji sehingga ia menjadi semakin sakti. Dengan demikian, kekuasaan hutan Sigaluh dan kerajaan lelembut menjadi miliknya. Retnaning Dyah Angin-Angin adalah adik dari Prabu Banjaran Seta.

Saat Ratu Hayu lahir, kakek Ratu Hayu yang bernama Eyang Sindhula datang dan memberinya nama Ratu Pagedongan dengan harapan ia menjadi wanita tercantik di seluruh alam. Setelah beranjak dewasa, Ratu Pagedongan meminta kakeknya agar kecantikannya abadi. Hal tersebut dapat terjadi hanya jika Ratu Pagedongan menjadi lelembut. Setelah menjadi lelembut, Raden Panji menyerahkan laut selatan di bawah kekuasaan putrinya, sampai saatnya ia bertemu dengan Wong Agung ("orang besar") yang memerintah Jawa.

Putri Banyu Bening Gelang Kencana[sunting | sunting sumber]

Lara Kidul Dewi Nawangwulan[sunting | sunting sumber]

Lara Kidul Dewi Nawangwulan adalah ratu sebuah kerajaan kecil pada masa Kerajaan Majapahit. Ia adalah keturunan Bhre Wengker (1456-1466), seorang raja Majapahit. Suaminya adalah Jaka Tarub, sementara ia sendiri menjadi salah satu dari tujuh bidadari yang mandi di telaga. Keduanya memiliki putri bernama Dewi Nawangsih. Nawangsih menikah dengan Raden Bondan Kejawan atau Lembu Peteng, pangeran Majapahit yang diangkat anak oleh Jaka Tarub. Keduanya adalah moyang dari Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.

Dalam legenda, saat Nawangwulan sampai di khayangan, ia ditolak karena sudah berbau manusia. Nawang Wulan kembali turun ke bumi tetapi tidak bermaksud kembali ke suaminya. Ia naik gunung Merbabu dan meloncat ke laut selatan untuk bunuh diri. Di laut selatan, Nyi Nawang Wulan perperang dengan Nyi Roro Kidul dan memperoleh kemenangan, sehingga ia menguasai laut selatan. Dengan demikian, Nawangwulan menjadi salah satu dari tiga penguasa laut selatan disamping Nyi Roro Kidul dan Nyi Blorong.

Dalam versi lain, penguasa khayangan menjadikan Nawangwulan penguasa laut kidul karena ia sudah tidak layak untuk tinggal di khayangan, tetapi juga tidak pantas untuk kembali tinggal di antara manusia di bumi. Semenjak saat itu, Nawangwulan dikenal dengan nama Nyi Roro Kidul.

Legenda dari Batak[sunting | sunting sumber]

Bodhisatwa Kwan Im Laut Selatan[sunting | sunting sumber]

Gerbang samudra Sanggar Agung dihiasi patung raksasa Kwan Im Laut Selatan.

Kwan Im adalah bodhisatwa welas asih dalam ajaran Buddha Mahayana. Ia bersumpah tidak akan beristirahat hingga ia berhasil membebaskan seluruh makhluk hidup dari penderitaan samsara (atau kelahiran kembali berulang ke dunia). Di China, para nelayan berdoa kepadanya agar selamat selama di laut mencari ikan. Itulah sebabnya Bodhisatwa Kwan Im juga dijuluki Kwan Im Laut Selatan,[4] yang sebenarnya merujuk pada Laut Cina Selatan.

Pada saat terjadi diaspora penduduk China ke Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Kwan Im Laut Selatan dianggap sebagai pelindung para imigran tersebut. Seluruh wilayah di selatan China (termasuk Laut China Selatan) dipercaya berada di bawah perlindungan (kekuasaan) Kwan Im. Oleh sebab itu, pemujaan terhadap Kwan Im cukup populer di Indonesia, misalnya di Klenteng Sanggar Agung di Surabaya dan Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa di Simpenan, Sukabumi.[5]

Putri Raja Thailand ke IV[sunting | sunting sumber]

Menurut legenda yang beredar di Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa, Simpenan, Sukabumi, Ratu Pantai Selatan merupakan putri Raja Thailand,[5] yaitu Raja kelima dari dinasti Chakri, Chulalongkorn.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Karaton Surakarta, Yayasan Pawiyatan Kabudayaan Karaton Surakarta, Sekilas Sejarah Keraton Surakarta, R.Ay. Sri Winarti P, 2004
  2. ^ Bogaerts, Els. Scription Van sunans, sultans en sultanes; Ratu Kidul in the Panitik Sultan Agungan - M.A. Thesis, Rijskuniversiteit Leiden, Holland
  3. ^ Sultan Hamengkubuwono IX memoire "Takhta untuk Rakyat"
  4. ^ Mary Bai. Guanyin, the Chinese Goddess of Mercy Diarsipkan 2014-04-07 di Wayback Machine.. (Inggris)
  5. ^ a b Ada Ratu Pantai Selatan di Vihara Nam Hai Diarsipkan 2014-04-03 di Wayback Machine..

Rujukan[sunting | sunting sumber]