Pulau Gondong Bali

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gondong Bali
Nama lokal:

ᨁᨚᨉᨚ ᨅᨒᨗ (Makassar)
Cacing pohon natal di perairan Pulau Gondong Bali, 2018
Gondong Bali di Sulawesi Selatan
Gondong Bali
Gondong Bali
Gondong Bali di Sulawesi
Gondong Bali
Gondong Bali
Gondong Bali di Indonesia
Gondong Bali
Gondong Bali
Gondong Bali di Asia Tenggara
Gondong Bali
Gondong Bali
Etimologidari bahasa Makassar dialek Lakiung/Pabbiring Kondoʷ berarti "burung bangau", berubah lafal Kondong kemudian menjadi Gondong dan Bali berarti "berpasangan"
Geografi
LokasiSelat Makassar
Asia Tenggara
Samudra Hindia
Koordinat4°39′4.320″S 119°3′39.600″E / 4.65120000°S 119.06100000°E / -4.65120000; 119.06100000
KepulauanKepulauan Kapoposang, Kepulauan Spermonde, Kepulauan Sunda Besar (Pulau Sulawesi dan Pulau-pulau Kecil di Sekitarnya), Kepulauan Indonesia
Dibatasi olehSelat Makassar
Luas181.966 meter persegi (0,181966 km2) km2[1]
Pemerintahan
Negara Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
KecamatanLiukang Tupabbiring
DesaMattiro Matae
Ibu kota/pusat pemerintahan desaPulau Gondong Bali
Kependudukan
Penduduk1.171 jiwa (2007)[1]
BahasaMakassar, Bugis, Mandar
Kelompok etnikMakassar, Bugis, Mandar
Info lainnya
Zona waktu
Peta
Nomor 43 menunjukkan lokasi Pulau Gondong Bali
Peta

Gondong Bali (Makassar: ᨁᨚᨉᨚ ᨅᨒᨗ, translit. Gondong Bali, har. 'burung bangau berpasang-pasangan') atau Kondong Bali adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di sebelah barat daratan Pulau Sulawesi bagian selatan, di gugusan Kepulauan Kapoposang, subbagian Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar. Berada diantara Pulau Tambakulu dan Pulau Pammanggangang dan ketiganya merupakan pulau yang masuk dalam wilayah administratif masuk pada wilayah Desa Mattiro Matae, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Gondong Bali sebagai pusat pemerintahan Desa Mattiro Matae memiliki wilayah seluas 181.965,5106940 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 4°39′4.320″LS,119°3′39.600″BT.[2] Pulau ini merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan dasar hukum penetapannya melalui Surat Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 290 Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2015.

Pulau Gondong Bali terletak pada posisi 4°39'4.32" - 4°44'26.88" LS dan 119°3'39.6" - 119°8'24" BT, dengan batas-batas administrasi; Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar; Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mattiro Walie dan Mattiro Bombang; Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar; dan Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mattiro Ujung dan Selat Makassar. Pulau Gondong Bali merupakan salah satu dari 4 (empat) pulau yang terdapat di Desa Mattiro Matae (Pammanggangang, Pulau Gondong Bali, Pulau Tambakulu dan Pulau Saranti). Luas wilayah daratan dan perairan Pulau Gondong Bali adalah 9,10 km².

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Gondong Bali diambil dari bahasa Makassar dialek Lakiung/Pabbiring, yaitu kata Kondoʷ yang artinya "burung bangau" kemudian lama-kelamaan berubah lafal menyesuaikan dengan lidah orang pulau menjadi kata Kondong dan Gondong, sedangkan kata Bali artinya "pasangan/berpasangan". Asal usul penyebutan ini adalah sering ditemukannya burung bangau berpasang-pasangan berada di tepi pantai pulau itu.[3]

Aksesibilitas[sunting | sunting sumber]

Pulau Gondong Bali adalah salah satu pulau di area Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang, berjarak 60 km dari Kota Makassar. Untuk ke Pulau Gondong Bali dapat menggunakan kapal reguler di Pelabuhan Paotere Makassar yang beroperasi 2-3 kali per Minggu. Aksesibilitas dengan menggunakan perahu motor, Pulau Gondong Bali dapat dicapai dalam waktu 4 (empat) jam dari Kota Makassar (Pelabuhan Paotere), 3 (tiga) jam dari Pangkajene (Pelabuhan Sungai Pangkajene), 3 (tiga) jam dari Labakkang Pangkep (Dermaga Maccini Baji), atau 3 (tiga) jam dari ibu kota kecamatan (Pulau Balang Lompo). Potensi ombak besar dan angin kencang menjadi hambatan untuk menuju pulau ini.

Demografi[sunting | sunting sumber]

Pulau ini merupakan pulau berpenduduk dengan 1.171 jiwa; terdiri atas 580 laki-laki dan 591 perempuan. (PMU Coremap Pangkep, 2007). Penduduk umumnya beretnis Bugis dan Makassar. Etnis lain yang terdapat di pulau ini adalah etnis Mandar, namun jumlahnya relatif sedikit.

Ekosistem dan sumberdaya hayati[sunting | sunting sumber]

Kondisi terumbu karang hampir tidak ditemukan dalam kondisi baik, umumnya dalam kondisi 'rusak' hingga 'sedang'. Karang mati terbungkus algae dan substrat berpasir sangat mudah ditemukan di beberapa lokasi. Pada sisi utara dan barat pulau lereng terumbu cukup terjal yang didominasi oleh karang-karang rapuh. Namun demikian, relief terumbu cukup besar sehingga komunitas ikan karang termasuk ikan-ikan berukuran besar masih cukup banyak ditemukan di bawah teras terumbu pada kedalaman 16-20 m. Lokasi teras ini berada di sisi timur pulau yang sangat cocok bagi kegiatan wisata penyelaman. Kegiatan penyelaman akan lebih menarik karena pad lokasi ini terdapat banyak akar bahar kipas, namun demikian harus waspada terhadap hewan hydroid pada sekitar kedalaman 3-4 meter.

Jumlah dan jenis ikan karang cukup banyak dan keanekaragamannya cukup tinggi, ditopang oleh arus dan kejernihan air terutama Pomacentridae yang sngat tergantung pada keberadaan terumbu karang. Ikan konsumsi seperti ikan ekor kuning (Caesionidae) dan ikan baronang (Siganidae), ikan sunu Lutjanidae. Ikan indikator terumbu karang Chaetodontidae masih cuku banyak ditemukan.

Aktivitas pengelolaan sumberdaya[sunting | sunting sumber]

Pekerjaan nelayan yang paling dominan adalah nelayan pang'es dan nelayan penangkap ikan sunu hidup. Pang'es melakukan aktivitas penangkapan di luar wilayah desa hingga mencapai wilayah kalimantan. sebagian besar nelayan sunu melakukan aktivitas penangkapan di sekitar wilayah desa dengan menggunakan alat pancing kedo-kedo.

Aktifitas penangkapan berlangsung setiap hari, dimulai pada pukul 17.00 sampai dengan pukul 05.00 dengan lokasi penangkapan hanya di sekitar pulau. Hasil tangkapan berupa ikan sunu dan teripang selanjutnya dijual ke ponggawa. Oleh ponggawa ditampung selama beberapa hari (sekitar 2-3 hari) untuk mencapai ukuran tertentu, sebelum dipasarkan di Makassar.

Sarana dan prasarana[sunting | sunting sumber]

Sarana dan prasarana umum yang tersedia di pulau ini relatif terbatas. Untuk sarana dan prasarana pendidikan, di pulau ini hanya terdapat sebuah gedung SD dengan jumlah guru dan murid sangat terbatas. Sarana dan prasarana kesehatan, di pulau ini hanya terdapat sebuah Puskesmas Pembantu dan 2 (dua) orang tenaga kesehatan (bidan desa). terdapat lapangan voli, dan lapangan bulu tangkis masing-masing sebanyak 1 (satu) buah, serta lapangan tenis meja sebanyak 3 (tiga) buah.

Potensi wisata[sunting | sunting sumber]

Pulau ini memiliki pantai pasir putih dan landai. Keindahan pantainya memberikan efek gradasi warna yang indah. Deretan perahu nelayan di sepanjang pantai dan perahu besar yang bersandar di Dermaga Gondong Bali memberikan pemandangan yang tak kalah indahnya. Rumah-rumah nelayan yang umumnya rumah panggung khas suku Bugis-Makassar. Beberapa diantaranya tampak rumah semi permanen menandakan kesejahteraan yang terus meningkat dari warga pulau itu. Sementara itu, di sepanjang pantainya mengapung kendaraan hidup bernilai miliaran milik warga Gondong Bali. Kapal yang mereka miliki berharga sekitar 50 juta hingga 300 jutaan.

Pulau Gondong Bali, sebagaimana halnya Pulau Pandangang dan pulau lainnya di gugusan Kepulauan Spermonde, memiliki potensi wisata bahari yang menjanjikan. Pulau Gondong Bali memiliki infrastruktur yang cukup memadai. Kantor desa, sekolah, puskesmas, lapangan olahraga, serta dermaga di kedua sisi (barat dan timur) pulau yang cukup bagus sebagai tempat sandar kapal berukuran kecil hingga sedang.

Para pengunjung yang ingin menginap, orang pulau akan segera mengerti dimana harus mengarahkan untuk istirahat dan menginap, seraya mereka menyuguhkan air kelapa muda “kanari” yang dipanjat dan dipetik langsung di pinggir pulau. Masakan penduduk pulau setempat, selain ikan beragam jenis yang bisa dimasak atau dibakar, juga ada masakan cumi, kerang-kerangan yang disebut “jaleko” dimasak sebagai penguat stamina atau dikeluarkan dari cangkangnya dan dinikmati bersama kelapa parut dan bisa pula ditambahkan larutan cuka.

Kehidupan dan aktivitas sehari-hari para nelayan, beberapa diantaranya membentuk komunitas tersendiri sebagai pengrajin kapal fiber, atau pencari ikan teri di malam hari. Ada pula yang membuat usaha rumahan, seperti membuat makanan fermentasi dari ikan teri atau udang, lazim disebut “Cao” dan kerajinan akar bahar (dibuat gelang atau hiasan rumah) yang seringkali menjadi buah tangan bagi pendatang.

Di Pulau Gondong Bali, geliat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat pulau semakin meningkat. Pemerintah desa berhasil memunculkan inovasi pelayanan berbasis digital desa sehingga memudahkan pendataan penduduk. Inovasi lainnya, kreasi usaha kecil menengah dengan pelibatan ibu-ibu Tim Penggerak PKK desa untuk membuat abon ikan serta pelibatan warga membangun posko operasi sebagai media pelibatan kontribusi dan partisipasi masyarakat desa terhadap segala urusan pelayanan kemasyarakatan di pulau.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 27 September 2022. 
  3. ^ a b Adil, Etta (8 April 2021). "Merenda Persahabatan di Pulau Gondong Bali". palontaraq.id. Diakses tanggal 20 Mei 2023. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]