Protokol 14 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Protokol 14 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia mulai memiliki kekuatan hukum pada 1 Juni 2010, tiga bulan setelah protokol tersebut diratifikasi oleh 47 negara anggota konvensi tersebut.[1] Sebelumnya, dari tahun 2006 hingga 2010, Rusia menjadi satu-satunya negara anggota yang menolak meratifikasi Protokol 14. Pada tahun 2010, Rusia tidak lagi menentang protokol ini, dan sebagai gantinya Rusia mendapatkan jaminan bahwa hakim Rusia akan dilibatkan dalam perkara hak asasi manusia yang terkait dengan Rusia.[2]

Protokol 14 merombak sistem Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa dengan meningkatkan kapasitas penyaringan oleh mahkamah untuk mengesampingkan pengajuan permohonan yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat; menetapkan kriteria penerimaan yang baru, yaitu kewajiban bagi pemohon untuk telah mengalami kerugian serius akibat pelanggaran hak yang dideritanya agar dapat mengajukan perkara ke Mahkamah HAM Eropa; dan membentuk mekanisme baru untuk berurusan dengan perkara-perkara yang repetitif.[1]

Protokol 14 mengamendemen Konvensi HAM Eropa agar hakim hanya terpilih untuk masa jabatan selama sembilan tahun, sementara sebelumnya hakim menjabat selama enam tahun dan dapat menjabat satu periode lagi. Selain itu, protokol ini memungkinkan satu hakim untuk menolak permohonan yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat, sementara sebelumnya hanya komite yang terdiri dari tiga hakim yang dapat melakukan hal tersebut.

Pasal 17 Protokol 14 memungkinkan Uni Eropa untuk menjadi bagian dari Konvensi HAM Eropa, sementara Perjanjian Lisbon (yang mulai berlaku pada Desember 2009) sendiri mengatur bahwa Uni Eropa sebaiknya menandatangani Konvensi HAM Eropa.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c "Protocol no.14 Factsheet: The reform of the European Court of Human Rights" (PDF). Council of Europe. May 2010. hlm. 1. Diakses tanggal 25 September 2011. 
  2. ^ Barry, Ellen (15 Januari 2010). "Russia Ends Opposition to Rights Court" – via NYTimes.com.