Perenjak jawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Prinia familiaris)
Perenjak Jawa
Perenjak jawa yang masih muda
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
P. familiaris
Nama binomial
Prinia familiaris
Horsfield, 1821

Perenjak jawa atau yang juga dikenal dengan nama ciblek adalah sejenis burung pengicau dari suku Cisticolidae (pada banyak buku masih dimasukkan ke dalam suku Sylviidae). Dalam bahasa Inggris burung ini dikenal sebagai bar-winged Prinia, merujuk pada dua garis putih pada setiap sayapnya. Nama ilmiahnya adalah Prinia familiaris Horsfield, 1821.

Morfologi[sunting | sunting sumber]

Burung kecil ramping, dengan panjang total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 13 cm. Hampir seluruh sisi atas badan berwarna cokelat hijau-zaitun. Tenggorokan dan dada putih, perut dan pantat kekuningan. Sisi dada dan paha keabu-abuan. Ciri khasnya sayap dengan dua garis putih, serta ekor panjang dengan ujung berwarna hitam dan putih.

Paruh panjang runcing, sebelah atas berwarna kehitaman dan sebelah bawah kekuningan. Kaki langsing dan rapuh berwarna cokelat kemerahan atau merah jambu.

Kebiasaan dan penyebaran[sunting | sunting sumber]

Burung yang ramai dan lincah, yang sering ditemui di tempat terbuka atau daerah bersemak di taman, pekarangan, tepi sawah, hutan sekunder, hingga ke hutan bakau. Juga kerap teramati di perkebunan teh. Dua atau tiga ekor, atau lebih, kerap terlihat berkejaran sementara mencari makanan di antara semak-semak, sambil berbunyi-bunyi keras cwuit-cwuit-cwuit.. ciblek-ciblek-ciblek-ciblek.. ! Ekor yang tipis digerakkan ke atas saat berkicau.[butuh rujukan]

Mencari mangsanya yang berupa aneka serangga dan ulat, perenjak jawa berburu mulai dari permukaan tanah hingga tajuk pepohonan. Burung ini membuat sarangnya di rerumputan atau semak-semak hingga ketinggian sekitar 1,5 m di atas tanah. Sarang berbentuk bola kecil dianyam dari rerumputan dan serat tumbuhan.[butuh rujukan]

Habitat perenjak jawa dapat ditemukan hingga ketinggian 900 meter di Pulau Sumatra. Hanya di wilayah Sumatera Utara yang tidak ditemukan habitat perenjak jawa. Sementara itu, habitat perenjak jawa sangat umum ditemukan di Pulau Jawa dan Pulau Bali pada ketinggian 1.500 meter.[1]

Ancaman dan konservasi[sunting | sunting sumber]

Sebelum tahun 1990-an, burung ini boleh dibilang tidak memiliki nilai ekonomi, sehingga banyak dibiarkan bebas dan meliar seperti halnya burung gereja dan burung pipit. Sifatnya yang mudah beradaptasi dan tidak takut pada manusia menyebabkan populasi burung ini cukup tinggi pada wilayah-wilayah yang sesuai.

Setelah tahun-tahun itu, burung ini mulai banyak diburu orang untuk diperdagangkan terutama di Jawa. Apalagi burung ini mudah dijumpai di wilayah perkebunan dan memiliki keistimewaan mudah jinak. Sifat jinaknya membuat ia mudah ditangkap dengan cara dipikat yaitu memakai bantuan cermin di dalam sangkar. Burung yang tertarik dengan bayangannya sendiri akan terjebak di dalam sangkar.

Cara lain adalah dengan memasang jerat atau rajut di sekitar sarangnya, atau dengan perangkap getah (pulut) pada tempat-tempat tidurnya di waktu malam. Para penangkap burung yang terampil, bahkan, kerap hanya bermodalkan senter, kehati-hatian dan kecepatan tangan menangkap burung yang tidur di malam hari.

Sayang sekali burung ini mudah stres dan mati dalam pemeliharaan, terutama apabila yang ditangkap adalah burung dewasa. Belum lagi jika pemeliharanya tidak berpengalaman. Namun ini agaknya tidak menyurutkan minat para penangkap burung untuk terus memburunya. Sampai sekarang, burung ini masih sulit untuk dibiakkan. Sejak Tahun 2010, salah seorang penghobi burung pekicau Iwan Lippo Cikarang berhasil menangkarkan ciblek.

Eksploitasi yang berlebihan sangat berbahaya bagi populasi ciblek. Di wilayah-wilayah tertentu seperti di pinggiran Jakarta dan Bogor, kini seolah ‘kehabisan stok’ padahal sebelum tahun 90-an burung ini masih melimpah. Perenjak jawa semakin jarang terlihat di taman-taman, dan hadir terbatas di tempat-tempat tertentu yang masih dekat hutan.

Dalam pemeliharaan biasanya burung ini sering diberi makanan berupa kroto (tempayak dan anak semut rangrang), ulat hongkong, serta pelet (voer).

Pembedaan kelamin[sunting | sunting sumber]

Jantan dibedakan dari betina dengan ukuran tubuhnya yang lebih besar dan aktif berkicau. Ekor lebih panjang dan warna sayap yang lebih gelap.

Juga bisa dibedakan dari warna paruh bagian bawahnya:

Paruh bawah berwarna putih pucat adalah betina
Paruh bawah berwarna putih dengan ujung hitam adalah burung jantan muda
Paruh bawah berwarna hitam menyeluruh adalah burung jantan dewasa
Bila masih muda dapat dibedakan melalui kuku jari
Kuku jari kaki yang berwarna kusam adalah burung jantan
Kuku jari kaki bersih adalah burung betina

Galeri[sunting | sunting sumber]

Bahan bacaan[sunting | sunting sumber]

  • MacKinnon, J., K. Phillipps, B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI dan BirdLife IP. Bogor.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

(Inggris) ITIS Database Diarsipkan 2004-11-18 di Wayback Machine., diakses 28/07/2006

(Indonesia) Prenjak Jawa Atau Burung Ciblek

  1. ^ Budiman, M. Asyief Khasan (2017). Burung-Burung di Kawasan Konservasi Pulai Gading JOB Pertamina - Talisman Jambi Merang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jakarta Selatan: PT Indocarbon Nusantara. hlm. 88. ISBN 978-602-50308-0-2.