Budi di luar batas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Pikiran di luar batas)

Dalam filsafat budi, budi di luar batas (Inggris: the extended mind) adalah gagasan yang menyatakan bahwa beberapa alat dan objek di lingkungan dapat dianggap sebagai bagian dari budi.

Karya penting yang menjelaskan gagasan ini adalah "The Extended Mind" yang ditulis oleh Andy Clark dan David Chalmers (1998).[1] Dalam buku tersebut, mereka mengajukan gagasan "eksternalisme aktif", yang menyatakan bahwa objek dalam lingkungan berfungsi sebagai bagian dari budi karena objek luar memainkan peran penting dalam membantu proses kognitif, selama objek luar tersebut berfungsi dengan tujuan yang sama dengan proses internal.

Dalam buku tersebut, sebuah percobaan pikiran juga diajukan untuk menggambarkan peran lingkungan terhadap budi. Otto dan Inga hendak mengunjungi museum secara bersamaan. Otto mengidap penyakit Alzheimer dan telah mencatat arah perjalanan untuk membantunya mencapai museum tersebut, sementara Inga mampu mengingat arah ke museum tersebut. Secara tradisional, Ingga dapat dianggap memiliki kepercayaan akan letak museum sebelum menggunakan ingatannya. Dengan pendekatan yang sama, Otto juga dapat dikatakan memiliki kepercayaan akan letak museum sebelum menggunakan buku catatannya. Ingatan Inga diproses secara internal oleh otak, sementara ingatan Otto dibantu oleh buku catatan. Dalam kata lain, budi Otto telah diperluas sehingga meliputi buku catatan sebagai sumber ingatannya. Buku catatan tersebut memenuhi kriteria karena selalu dapat diakses oleh Otto.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Analysis 58: 7-19.

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]

  • Adams, Frederick, and Kenneth Aizawa. (2008). The bounds of cognition. Oxford: Wiley-Blackwell.
  • Chemero, Anthony. (2009). Radical embodied cognitive science. Cambridge MA: MIT Press/Bradford.
  • Clark, Andy. (2008). Supersizing the mind: Embodiment, action, and cognitive extension. Oxford and New York: Oxford University Press.
  • Clark, Andy, and David J. Chalmers. (1998). The extended mind. Analysis 58: 7-19.
  • Crisafi, Anthony, and Shaun Gallagher. (2010). Hegel and the extended mind. AI and Society 25.1: 123-129.
  • Menary, Richard. (2006). Attacking The Bounds of Cognition. Philosophical Psychology 19.3 (June): 329-344.
  • Menary, Richard. (2007). Cognitive integration: Mind and cognition unbounded. New York: Palgrave/Macmillan.
  • Menary, Richard, ed. (2010). The extended mind. Cambridge, MA: MIT Press/Bradford.
  • Noë, Alva. (2004). Action in perception. Cambridge, MA: MIT Press.
  • Robbins, Philip, and Murat Aydede (Eds.). (2009). Cambridge handbook of situated cognition. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Sterelny, Kim. (2004). Externalism, epistemic artifacts, and the extended mind. In Richard Schantz (Ed.), The externalist challenge (239-254). New York: de Gruyter.
  • Sterelny, Kim. (2012). The evolved apprentice: How evolution made humans unique. Cambridge: MIT Press/Bradford.
  • Wilson, Robert A. (2004). Boundaries of the mind: The Individual in the fragile sciences: Cognition. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Wilson, Robert A. (2005). Collective memory, group minds, and the extended mind thesis. Cognitive Processing 6.4: 227-236.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]