Pertambangan ilegal
![]() | artikel ini tidak memiliki pranala ke artikel lain. |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Juni 2025. |
![]() | Konten dan perspektif penulisan artikel ini tidak menggambarkan wawasan global pada subjeknya. |
Tambang ilegal adalah kegiatan penambangan yang dilaksanakan tanpa memiliki perizinan resmi dari pemerintah. Aktivitas tersebut melibatkan ekstraksi mineral atau batubara yang tidak mematuhi regulasi dan standar pertambangan yang baik dan benar. Pertambangan ilegal disebut juga dengan Pertambangan Tanpa Izin atau PETI.[1]
Pertambangan ilegal di Indonesia
[sunting | sunting sumber]Menurut Pasal 1 angka 1 PP 25/2024, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Adapun, kegiatan tambang berskala tinggi berpotensi menimbulkan ekses negatif, salah satunya adalah munculnya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dalam hal ini para pelaku usaha tambang ilegal atau pelaku tambang yang tidak memenuhi ketentuan perizinan dalam melaksanakan kegiatan pertambangannya. Meskipun demikian, perkembangan pertambangan di Indonesia sejatinya mengharuskan semua pelaku usaha untuk memperoleh izin usaha pertambangan sebelum melakukan kegiatan dan/atau usaha pertambangan tersebut, yang setidaknya memenuhi macam-macam izin sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (3) UU 3/2020, yaitu:
- Izin Usaha Pertambangan (“IUP”);
- Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”);
- IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian;
- Izin Pertambangan Rakyat (“IPR”);
- Surat Izin Penambangan Batuan (“SIPB”);
- Izin Penugasan;
- Izin Pengangkutan dan Penjualan;
- Izin Usaha Jasa Pertambangan (“IUJP”); dan
- IUP untuk Penjualan.[2]
Penambangan ilegal dapat merupakan kegiatan dari kejahatan terorganisir skala besar yang dipelopori oleh sindikat penambangan ilegal. Meskipun ada perkembangan strategis menuju penambangan yang bertanggung jawab , bahkan perusahaan besar dapat terlibat dalam penggalian dan ekstraksi mineral ilegal, meskipun hanya pada sisi pembiayaan.
Operasi penambangan skala besar dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar nasional dan menggunakan teknologi canggih untuk mengekstraksi logam; operasi ini menggunakan penambangan terbuka.
Operasi-operasi ini masih ilegal tetapi tidak termasuk tindak pidana seperti operasi penambangan ilegal yang diorganisasikan oleh kelompok-kelompok kriminal. Kelompok-kelompok kejahatan terorganisir memimpin dan mengendalikan aktivitas penambangan ilegal di daerah-daerah yang sangat pedesaan di mana negara tidak memiliki yurisdiksi penuh atas tanah tersebut. Penambangan ilegal yang diorganisasikan secara kriminal mengendalikan operasi skala besar yang melanggar semua hukum dan lingkungan saat menambang. Korupsi dalam penambangan skala besar milik swasta dan operasi penambangan skala kecil terjadi karena operasi tersebut mendelegasikan kekuasaan mereka kepada otoritas lokal. Kurangnya koordinasi memungkinkan celah untuk korupsi. Hukum dan prosedur seputar penambangan mengurangi dampak terhadap lingkungan dan dilanggar oleh skala kecil yang besar yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.[3]