Lompat ke isi

Perilaku Menyakiti Diri Sendiri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Perilaku menyakiti diri sendiri
Bekas luka pada lengan bawah karena menyakiti diri sendiri.
Informasi umum
Nama lainMencederai diri sendiri, meracuni diri sendiri, melukai diri sendiri tanpa niat bunuh diri, melukai diri sendiri secara sengaja, menyayat diri sendiri, Self-injury (SI), self-poisoning, nonsuicidal self-injury (NSSI), deliberate self-harm (DSH), cutting
SpesialisasiPsikiatri
Faktor risikoGangguan kepribadian ambang, Gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan zat, autisme, keputusasaan, teman yang melukai diri sendiri[1][2]
Aspek klinis
Gejala dan tandaBeberapa luka, tusukan, atau luka bakar[1]
Awal munculRemaja[3]
DiagnosisBerdasarkan gejala, setelah menyingkirkan kemungkinan adanya niat untuk bunuh diri[1]
PerawatanPembalutan, konseling[1][2]
PengobatanNaltrexone[1]
PrognosisBiasanya terselesaikan pada awal masa dewasa[2]
Prevalensi17% pada saat tertentu[4]

Menyakiti diri sendiri (bahasa Inggris: Self-harm) adalah perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri, tanpa berkeinginan untuk bunuh diri .[1][5] Contoh yang paling umum adalah melukai kulit secara langsung, biasanya dengan benda tajam atau panas.[1] Ini sering kali menimbulkan beberapa area cedera.[1] Metode lainnya bisa meliputi overdosis atau memukul diri sendiri.[5] Orang yang menyakiti diri sendiri kerap merasa malu setelahnya.[6] Mereka juga hampir sepuluh kali lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri .[4]

Pada umumnya perilaku ini dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang, gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan zat, dan autisme .[1] Namun, perilaku ini dapat muncul juga pada orang-orang yang tidak memiliki masalah kesehatan mental lain.[2] Hal lain yang terkait adalah keputusasaan, teman yang menyakiti diri sendiri, dan sejarah penganiayaan .[2] Beberapa orang menggunakannya sebagai mekanisme penanggulangan untuk memberikan kelegaan sementara dari perasaan yang intens.[1] Ada pula yang berpendapat bahwa bisa saja hal ini digunakan sebagai bentuk hukuman diri, teriakan minta tolong, dan untuk mengatasi konflik interpersonal .[1]

Perilaku ini tidak mencakup praktik yang diterima secara sosial, misalnya tato atau tindik,[2] dan juga tidak termasuk cedera tidak langsung seperti yang mungkin terjadi akibat gangguan makan atau penyalahgunaan zat.[2] Tindakan awal yang mungkin diperlukan adalah membalut luka.[2] Penanganan jangka panjang meliputi penanganan kondisi-kondisi terkait, bersamaan dengan terapi perilaku kognitif .[1] Sebagian terapi mengembangkan cara yang lebih baik untuk menangani stres.[1] Beberapa orang mungkin dapat dibantu dengan naltrexone .[1]

Perilaku menyakiti diri sendiri paling umum terdapat pada remaja, dan kurang umum pada yang berusia lebih dari 18 tahun.[3][2] Pernah terdapat sekitar 17% orang memiliki perilaku ini..[4] Perempuan sekitar 1,7 kali lebih sering berperilaku ini dibandingkan laki-laki.[4] Kelompok lain yang lebih umum dengan perilaku ini meliputi LGBT, narapidana, dan veteran .[5] Angkanya cukup stabil antara tahun 2002 dan 2017.[2] Risiko bunuh diri lebih tinggi pada orang lanjut usia yang menyakiti diri sendiri.[7] Hewan yang dikurung, seperti burung dan monyet, juga mungkin berperilaku menyakiti diri sendiri.[8]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n "Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) - Psychiatric Disorders". Merck Manuals Professional Edition (dalam bahasa Canadian English). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 October 2021. Diakses tanggal 5 February 2022.
  2. ^ a b c d e f g h i j Brown, RC; Plener, PL (March 2017). "Non-suicidal Self-Injury in Adolescence". Current psychiatry reports. 19 (3): 20. doi:10.1007/s11920-017-0767-9. PMID 28315191.
  3. ^ a b Hawton, K; Saunders, KE; O'Connor, RC (23 June 2012). "Self-harm and suicide in adolescents". Lancet (London, England). 379 (9834): 2373–82. doi:10.1016/S0140-6736(12)60322-5. PMID 22726518.
  4. ^ a b c d Gillies, D; Christou, MA; Dixon, AC; Featherston, OJ; Rapti, I; Garcia-Anguita, A; Villasis-Keever, M; Reebye, P; Christou, E (October 2018). "Prevalence and Characteristics of Self-Harm in Adolescents: Meta-Analyses of Community-Based Studies 1990-2015". Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. 57 (10): 733–741. doi:10.1016/j.jaac.2018.06.018. PMID 30274648.
  5. ^ a b c "Self harm | Royal College of Psychiatrists". RC PSYCH ROYAL COLLEGE OF PSYCHIATRISTS (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 January 2022. Diakses tanggal 5 February 2022.
  6. ^ Gunnarsson, Nina Veetnisha (August 2021). "The Self-perpetuating Cycle of Shame and Self-injury". Humanity & Society. 45 (3): 313–333. doi:10.1177/0160597620904475.
  7. ^ National Institute for Clinical Excellence (2004). National Clinical Practice Guideline Number 16: Self-harm (PDF). The British Psychological Society. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 2012-09-05. Diakses tanggal 2009-12-13.
  8. ^ Jones IH, Barraclough BM (July 1978). "Auto-mutilation in animals and its relevance to self-injury in man". Acta Psychiatrica Scandinavica. 58 (1): 40–47. doi:10.1111/j.1600-0447.1978.tb06918.x. PMID 99981.