Perbuatan melawan hukum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam hukum perdata, perbuatan melawan hukum (Inggris: tort) adalah segala perbuatan yang menimbulkan kerugian yang membuat korbannya dapat melakukan tuntutan terhadap orang yang melakukan perbuatan tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dapat bersifat material (misalnya kerugian akibat tabrakan mobil) ataupun imaterial (misalnya kecemasan atau penyakit). Melalui tuntutan ini, korban berupaya untuk mendapatkan pemulihan secara perdata, misalnya dengan mendapatkan ganti rugi.

Dalam hukum Indonesia[sunting | sunting sumber]

Perbuatan melawan hukum diatur oleh pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Dalam bahasa Belanda perbuatan melawan hukum disebut dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa inggris arti kata tersebut disebut dengan tort, yang hanya memiliki arti salah (wrong). Berbicara mengenai perbuatan hukum yang diartikan kedalam bahasa inggris deengan kata tort, memiliki perkembangan yang sangat pesat yang sehingga pada saat ini memiliki arti yaitu kesalahan yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Kata tort sendiri berasal dari kata latian yaitu torquere atau tortus yang berarti kesalahan atau kerugian tertentu.

Sehingga dari sini dapat disimpulan bahwa tujuan dibentuknya sistem hukum yang secaraperkembangannya disebut dengan perbuatan melawan hukum ialah untuk mencapai suatu kehidupan yang jujur, tidak merugikan orang lain, serta memberikan hak yang sama kepada orang lain. Hal tersebut serupa dengan peribahasa bahsa latin yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere. Adapun pengertian Perbuatan Melawan Hukum Menurut para ahli sebagai berikut.

Soebekti dan Tjitrosudibio[sunting | sunting sumber]

Setiap perbuatan melanggar hukum akan membawa suatu kerugian kepada orang lain, oleh karenanya diwajibkan menggatntikan kerugian tersebut kepada orang yang dirugikan.

Code Napoleon[sunting | sunting sumber]

Bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut.

Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum[sunting | sunting sumber]

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Secara singakat dapat dirinci sebagai berikut:

Perbuatan melawan hukum[sunting | sunting sumber]

Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang melanggar/melawan hukum. Dulu, pengertian melanggar hukum ditafsirkan sempit, yakni hanya hukum tertulis saja, yaitu undang-undang. Jadi seseorang atau badan hukum hanya bisa digugat kalau dia melanggar hukum tertulis (undang-undang) saja.

Tapi sejak tahun 1919, ada putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919), yang kemudian telah memperluas pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada undang-undang (hukum tertulis saja) tapi juga hukum yang tidak tertulis, sebagai berikut:

  • Melanggar Undang-Undang, artinya perbautan yang dilakukan jelas-jelas melanggar undang-undang.
  • Melanggar hak subjektif orang lain, artinya jika perbuatan yang dilakukan telah melanggar hak-hak orang lain yang dijamin oleh hukum (termasuk tapi tidak terbatas pada hak yang bersifat pribadi, kebebasan, hak kebendaan, kehormatan, nama baik ataupun hak perorangan lainnya.
  • Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, artinya kewajiban hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk hukum publik.
  • Bertentangan dengan kesusilaan, yaitu kaidah moral (Pasal 1335 Jo Pasal 1337 KUHPerdata)
  • Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat. Kriteria ini bersumber pada hukum tak tertulis (bersifat relatif). Yaitu perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan sikap yang baik/kepatutan dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

Kerugian[sunting | sunting sumber]

Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi jadi 2 (dua) yaitu Materil dan Imateril. Materil misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biaya-biaya, dan lain-lain. Imateril misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit, dan kehilangan semagat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang.

Adapun pemberian ganti kerugian menurut KUHPerdata sebagai berikut:

  • Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)
  • Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1367 KUHPerdata). Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada dalam pengawasannya (vicarious liability)
  • Ganti rugi untuk pemilik binatan (Pasal 1368 KUHPerdata)
  • Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369 KUHPerdata)
  • Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370 KUHPerdata)
  • Ganti rugi karena telah luka tau cacat anggota badan (Pasal 1371 KUHPerdata)
  • Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 KUHPerdata)

KUHPerdata tidak mengatur soal ganti kerugian yang harus dibayar karena Perbuatan Melawan Hukum sedang Pasal 1243 KUHPerdata membuat ketentuan tentang ganti rugi karena Wanprestasi. Maka menurut Yurisprudensi ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi dapat diterapkan untuk menentukan ganti kerugian karena Perbuatan Melawan Hukum

Kesalahan[sunting | sunting sumber]

Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan. Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya itu akan merugikan orang lain. Sedang, Kealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain. Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya (gila).

Hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dengan dengan kerugian[sunting | sunting sumber]

Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang muncul. Misalnya, kerugian yang terjadi disebabkan perbuatan si pelaku atau dengan kata lain, kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.

Akibat Perbuatan Melawan Hukum[sunting | sunting sumber]

Adanya kerugian yang terjadi akibat perbuatan melawan hukum terhadap salah satu pihak berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Pengkategorian rugi secara garis besar terdapat dua jenis yaitu; kerugian material dan imateril. Kerugian material adalah kerugian yang secara nyata dirasakan oleh korban akibat perbuatan melawan hukum, sedangkan kerugian imateril adalah kerugian yang dirasakan ketidaknyamanan dari diri seseorang akibat dari perbuatan melawan hukum. Menurut pendapat Munir Fuady, mengklasifikasigan ganti rugi sebagai berikut:

Ganti rugi aktual[sunting | sunting sumber]

Kerugian yang benar-benar nyata dirasakan atau diderita secara aktual dan dapat dihitung dengan mudah sehingga menghasilkan angka kerugian.[2]

Ganti rugi penghukuman[sunting | sunting sumber]

Merupakan ganti rugi yang diberikan melebihi daripada yang harus digantikan kepada korban. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemberian hukuman atau efek jera.

Ganti rugi nominal[sunting | sunting sumber]

Merupakan ganti rugi berupa sejumlah uang, yang sebenarnya kerugian tersebut tidak bisa dihitung dengan uang (kerugian imateril) bahkan bisa jadi tidak terdapat kerugian materil sama sekali.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]