Lompat ke isi

Perang Jayakarta (1619)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perang Jayakarta adalah salah satu konflik Perang Inggris–Belanda yang terjadi di Indonesia dikarenakan insiden yang terjadi di Siam sekaligus Inggris yang telah memutus hubungan diplomatik dan mengkhianati VOC.

Perang Jayakarta (1619)
Bagian dari Peperangan Banten–Belanda dan Perang Inggris-Belanda

Penyerangan oleh Belanda di Jayakarta, 1619.
(Cetakan tahun 1724)[1][2]
Tanggal1619
LokasiJayakarta
Hasil
  • Kemenangan Taktis Jayakarta–Inggris
  • Loji dan benteng Belanda berhasil dikepung oleh pasukan Banten dengan bantuan Inggris
Perubahan
wilayah
Seluruh loji dan benteng VOC di Jayakarta jatuh ke tangan Banten sepenuhnya
Pihak terlibat
Kesultanan Banten Daerah Jayakarta
Perusahaan Hindia Timur Britania Raya
Perusahaan Hindia Timur Belanda
Kesultanan Banten Kesultanan Banten
Tokoh dan pemimpin
Kesultanan Banten Jayakarta III (POW)
Thomas Dale
Martin Pring
John Jourdain
Nicholas Ufftele
Jan Pieterszoon Coen
Pieter de Carpentier
Pieter van den Broecke (POW)
Kesultanan Banten Arya Ranamanggala
Kesultanan Banten Pangeran Upatih
Kekuatan
5,000+ pasukan
Beberapa senjata modern dari Inggris
2,000–5,000 pasukan
Puluhan kapal
4,000 pasukan
Korban
Sedikit Banyak pasukan yang menderita

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Gubernur Jenderal J.P. Coen yang merupakan pemimpin tertinggi VOC di Hindia Timur mengajukan nota protes kepada pihak Inggris di Jayakarta akibat insiden yang terjadi di Siam. Pada awal bulan Desember 1618, kapal VOC bernama “Zwarte Leeuw” diserang dan dirampas oleh empat kapal Inggris di Patani, Siam. J.P. Coen dalam suratnya kepada Sir Thomas Dale tersebut mengatakan bahwa Inggris telah mengkhianati hubungan yang terjalin antara Belanda dan Inggris dalam perdagangan di Hindia Timur. Inggris pun menilai bahwa pihak Belanda lah yang telah memulai konflik dengan berusaha mengusir Inggris dari Kepulauan Maluku, Ambon, dan Banda. Inggris menilai bahwa selama sepuluh tahun Belanda telah mendukung perlawanan-perlawanan terhadap Inggris oleh para pedagang maupun kerajaan bumiputera di Maluku. Belanda juga dinilai Inggris telah membuat Inggris kehilangan sekutu-sekutu mereka dalam perdagangan rempah-rempah selama di Hindia Timur. Atas pembelaan pihak Inggris ini, J.P. Coen menilai bahwa segala alasan tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi perampasan kapal Belanda di Siam. J.P. Coen kemudian mengancam akan membunuh Nicholas Ufflete yang ia nilai telah mengkhianati persahabatan antara Inggris dan Belanda selama di Banten, serta akan mengobarkan perang kepada Inggris di mana pun apabila Inggris tidak mengembalikan “Zwarte Leeuw

Jalannya pertempuran

[sunting | sunting sumber]

Penyerbuan Benteng Mauritius Huis

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 10 hingga 14 Januari 1619, Inggris dan Banten menyerang benteng VOC di pesisir Jayakarta, sesudahnya VOC kemudian dengan cepat mengungsikan sebagian besar para pegawainya menuju ke Jepara lalu kemudian ke Ambon. VOC lalu mengirimkan surat kepada Inggris untuk memohon keadilan bagi para pegawai dan keluarga armada VOC yang masih berada di benteng mereka di Jayakarta. Di dalam surat tersebut disebutkan bahwa kondisi mereka sangat buruk dan tidak ada jaminan bagi masa depan mereka. Permintaan ini dijawab oleh Inggris dengan syarat agar VOC menyerahkan uang sebesar 200.000 lire untuk keselamatan para anggotanya di Jayakarta selama dua tahun. Belanda kemudian justru membalasnya dengan menyerang armada Inggris di Maluku.

Pengepungan Benteng Mauritius Huis

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 25 Januari 1619 pasukan Banten mengepung benteng VOC di Jayakarta, ketika itu Inggris hanya memberikan bantuan persenjataan kepada mereka. Pengepungan berlangsung dengan sangat dahsyat dimana pasukan Banten menembaki benteng dengan meriam yang diberi oleh Inggris dan beberapa persenjataan modern, Empat hari sesudahnya, loji VOC di Pelabuhan Banten menyerah kepada pasukan Banten dan Inggris.

Pengasingan Wijayakrama

[sunting | sunting sumber]
Pangeran Wijayakrama diserang oleh pasukan Banten atas perintah Arya Ranamanggala

Setelah memanangkan Perang melawan Belanda di Jayakarta, Arya Ranamanggala merasa bahwa tindakan itu adalah keputusan yang sangat salah yang dilakukan oleh Pangeran Jayakarta Wijayakrama, dan Pangeran Wijayakrama pun melakukan perjanjian dengan Inggris tentang benteng Belanda itu. Arya Ranamanggala mengatakan bahwa Inggris harus pergi dari Jayakarta, jika tidak maka kantor dagang Inggris yang berada di Banten dihancurkan oleh Banten. Saat perundingan itu datanglah utusan Arya Ranamanggala yang bernama Pangeran Upatih dengan 4,000 pasukan, Pangeran Upatih atas perintah Arya Ranamanggala menyerang pasukan Inggris, pasukan Inggris pun lari ke kantornya di Jayakarta dan pergi dari Jayakarta. Sedangkan Pangeran Wijayakrama ditangkap bersama 50 pengawalnya lalu diasingkan ke Tanara, dah jabatannya pun dipecat. Lalu pemerintahan Jayakarta dipimpin oleh anaknya yaitu Pangeran Jayakarta, dan Arya Ranamanggala sebagai atasannya, oleh karena itu Jayakarta berada dibawahan Arya Ranamanggala sepenuhnya.

Penaklukan Loji Nassau Huis

[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 1 Maret 1619, armada Inggris dengan dibantu oleh Pangeran Jayakarta merebut loji dan gudang VOC di Batavia. Mereka berhasil merebut berbagai komoditas dan persenjataan milik VOC yang disimpan di tempat tersebut. Inggris juga berhasil membebaskan tawanan Inggris yang sempat ditahan oleh VOC. Kastil VOC yang berada dalam kepungan pasukan Inggris dan Pangeran Jayakarta kemudian diserahkan kepada Pangeran Ranamanggala yang merupakan penguasa utama di wilayah Jayakarta.

Selanjutnya

[sunting | sunting sumber]

J.P. Coen dan armadanya memborbardir Pulau Run dan Pulau Banda yang menjadi salah satu basis Inggris di Maluku dan juga menyerang beberapa penduduk banda disana. Bagian-bagian benteng di Banda dihancurkan oleh meriam kapal-kapal VOC yang menyebabkan kerusakan pada benteng tersebut. Selain benteng VOC juga tersebut menghancurkan perkebunan-perkebunan pala yang berada dalam jangkauan lontara meriam VOC di Neira. VOC ketika itu memutuskan untuk menunda melakukan invasi ke Banda mengingat upaya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Jayakarta. J.P. Coen kemudian memutuskan memutar balik kapal-kapal VOC untuk menuju ke arah Jayakarta untuk merebut kembali pos dagang VOC di kota tersebut.

J.P.Coen berputar arah

[sunting | sunting sumber]

Pada 20 April 1619, armada J.P. Coen bersiap melakukan pembalasan atas jatuhnya loji dan pengepungan atas kastil (benteng) mereka di Jayakarta. Armada ini sempat melakukan perampokan terhadap beberapa junk Cina di sekitar Laut Jawa dan menghancurkan Pelabuhan Jepara sebelum melakukan serangan atas Kota Jayakarta. Perampokan terhadap junk-junk Cina dilakukan oleh armada VOC dengan menggunakan warna khas EIC untuk merusak hubungan antara Inggris dan Cina yang telah terjalin baik selama di Banten.

Daftar Pustaka

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Valentijn, François, "Oud en Nieuw Oost-Indiën" (1724-1726)
  2. ^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)