Pengobatan Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pengobatan Islam adalah jenis pengobatan yang berdasarkan syariat Islam. Anjuran melakukan pengobatan di dalam Islam adalah hadis-hadis tentang penyakit dan obat. Pengobatan dalam Islam melarang penggunaan obat yang hukumnya haram. Pengobatan yang berakhir dengan kematian pasien akan menjadi tanggung-jawab dari orang yang mengobatinya. Hukuman yang diterimanya dapat berupa diyat atau kisas.

Dalil[sunting | sunting sumber]

Pengobatan merupakan sesuatu yang diperbolehkan bagi setiap muslim ketika ia menderita suatu penyakit. Tujuannya untuk memperoleh kesembuhan.[1] Anjuran pengobatan dalam Islam disebutkan dalam sebuah hadis periwayatan Abu Dawud dan Ath-Thabrani. Hadis ini diperoleh dari Ummu Darda' dari Abu Darda'. Dalam hadis ini disebutkan bahwa Allah membuat penyakit sekaligus membuat obat untuk menyembuhkannya. Maka, berobat merupakan perintah. Selain itu, disebutkan pula larangan untuk pengobatan yang haram di akhir hadis tersebut.[2]

Penanggung-jawab[sunting | sunting sumber]

Dalam Sunan Ibnu Majah terdapat sebuah hadis mengenai tanggung jawab atas pengobatan seseorang. Hadisi ini berasal dari periwayatan 'Amar bin Syu'aib. Penjelasan yang diperoleh bahwa pengobatan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki ilmu maka kesalahan atasnya menjadi tanggung jawab pemberi pengobatan.[3]

Sementara itu, tanggung jawab juga berlaku bagi praktik pengobatan oleh dokter ahli yang menimbulkan korban jiwa. Namun, dokter hanya bertanggung-jawab dengan membayar diyat dan tidak menerima kisas. Ketetapan ini berlaku karena pasien menerima pengobatan atas keinginannya dan persetujuannya sendiri. Pembayaran diyat okeh dokter juga ditanggung oleh keluarganya.[4]

Hukum[sunting | sunting sumber]

Haram[sunting | sunting sumber]

Pengobatan yang hukumnya haram adalah pengobatan yang menggunakan obat haram. Penggunaan obat yang haram hanya dapati dilakukan pada kondisi darurat.[5] Manfaat yang diberikan dalam obat yang haram lebih sedikit dibandingkan dengan risiko yang akan diterima oleh pasien yang mengonsumsinya.[2]

Allah memberikan contoh mengenai hal tersebut dalam Surah Al-Baqarah ayat 219. Dalam ayat ini disebutkan bahwa khamar memiliki beberapa manfaat bagi manusia namun dosanya lebih besar dari manfaatnya.[6] Hal yang mirip disampaikan oleh Nabi Muhammad dalam hadis periwayatan Al-Baihaqi. Hadis ini menyatakan bahwa Allah mengharamkan penyembuhan dengan sesuatu yang telah diharamkan-Nya. Obat yang haram hanya dapat digunakan untuk menyelamatkan nyawa pasien pada kondisi darurat.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Sholihah, S., dkk. (2020). Rosyadi, Imron, ed. Tanya Jawab Agama (PDF). Surakarta: Navida Media. hlm. 47. ISBN 978-623-93247-0-4. 
  2. ^ a b Rahmadi 2019, hlm. 24.
  3. ^ Diab 2017, hlm. 199.
  4. ^ Diab 2017, hlm. 199-200.
  5. ^ a b Rahmadi 2019, hlm. 25.
  6. ^ Rahmadi 2019, hlm. 24-25.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]