Transportasi berkelanjutan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Skenario yang mungkin untuk mobilitas bersih
Emisi antropogenik per kapita dari gas rumah kaca menurut negara pada tahun 2000.

Transportasi berkelanjutan mengacu pada subjek luas dari transportasi yang berkelanjutan dalam arti dampak sosial, lingkungan dan iklim. Komponen untuk mengevaluasi keberlanjutan meliputi kendaraan tertentu yang digunakan untuk transportasi jalan, air atau udara; sumber energi; dan infrastruktur yang digunakan untuk mengakomodasi transportasi (jalan, rel kereta api, jalur udara, jalur air, kanal dan terminal). Operasi transportasi dan logistik serta pengembangan berorientasi transit juga terlibat dalam evaluasi dari transportasi berkelanjutan. Keberlanjutan transportasi diukur sebagian besar oleh efektivitas dan efisiensi sistem transportasi serta dampak lingkungan dan iklim dari sistem tersebut.[1]

Aktivitas jangka pendek sering mendorong peningkatan efisiensi bahan bakar dan pengendalian emisi kendaraan secara bertahap, sementara tujuan jangka panjang meliputi migrasi transportasi dari energi berbasis fosil ke alternatif lain seperti energi terbarukan dan penggunaan sumber daya alam terbarukan lainnya. Seluruh siklus hidup sistem transportasi tunduk pada pengukuran dan optimalisasi keberlanjutan.[2]

Sistem transportasi berkelanjutan memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat yang dilayaninya. Sistem transportasi ada untuk menyediakan koneksi sosial dan ekonomi, dan orang-orang dengan cepat mengambil peluang yang ditawarkan oleh mobilitas yang meningkat,[3] dengan rumah tangga miskin mendapat manfaat besar dari opsi transportasi rendah karbon.[4] Keuntungan dari peningkatan mobilitas perlu dipertimbangkan terhadap biaya lingkungan, sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh sistem transportasi.

Sistem transportasi memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan, terhitung antara 20% dan 25% dari konsumsi energi dunia dan emisi karbon dioksida.[5] Mayoritas emisi, hampir 97%, berasal dari pembakaran langsung bahan bakar fosil.[6] Emisi gas rumah kaca dari transportasi meningkat pada laju yang lebih cepat daripada sektor penggunaan energi lainnya.[7] Transportasi jalan juga merupakan kontributor utama pencemaran udara dan asbut lokal.[8]

United Nations Environment Programme (UNEP) memperkirakan bahwa setiap tahun 2,4 juta kematian dini akibat polusi udara luar ruangan dapat dihindari.[9] Emisi yang sangat berbahaya bagi kesehatan adalah emisi karbon hitam, komponen dari materi partikulat, yang diketahui sebagai penyebab penyakit pernapasan dan karsinogenik dan merupakan kontributor signifikan terhadap perubahan iklim global.[10] Keterkaitan antara emisi gas rumah kaca dan materi partikulat menjadikan transportasi rendah karbon menjadi investasi yang semakin berkelanjutan di tingkat lokal — baik dengan mengurangi tingkat emisi dan dengan demikian memitigasi perubahan iklim; dan dengan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui kualitas udara yang lebih baik.[10]

Biaya sosial transportasi termasuk kecelakaan di jalan, polusi udara, inaktivitas fisik,[11] kehilangan waktu bersama keluarga karena menglaju dan kerentanan terhadap kenaikan harga bahan bakar. Banyak dari dampak negatif ini dialami secara tidak proporsional pada kelompok sosial yang juga paling tidak mungkin memiliki dan mengendarai mobil.[12] Kemacetan lalu lintas membebankan biaya ekonomi dengan membuang waktu orang dan memperlambat pengiriman barang dan jasa.

Perencanaan transportasi tradisional bertujuan untuk meningkatkan mobilitas, terutama untuk kendaraan, dan dapat gagal mempertimbangkan dampak yang lebih luas. Tetapi tujuan sebenarnya dari transportasi adalah akses – untuk bekerja, pendidikan, barang dan jasa, teman dan keluarga – dan ada teknik yang terbukti untuk meningkatkan akses sekaligus mengurangi dampak lingkungan dan sosial, dan mengelola kemacetan lalu lintas.[13] Masyarakat yang berhasil meningkatkan keberlanjutan jaringan transportasinya melakukannya sebagai bagian dari program yang lebih luas untuk menciptakan kota yang lebih berkelanjutan, bersemangat, dan layak huni.

Catatan dan referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Jeon, C M; Amekudzi (March 2005), "Addressing Sustainability in Transportation Systems: Definitions, Indicators, and Metrics" (PDF), Journal of Infrastructure Systems: 31–50, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-03 
  2. ^ Helping to Build a Safe and Sustainable Transportation Infrastructure (PDF), U.S. Department of Transportation’s Research and Innovative Technology Administration, May 2010, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-07-10 
  3. ^ Schafer, A. (1998) "The global demand for motorized mobility." Transportation Research A 32(6), 455-477.
  4. ^ "LEDS in Practice: Fight poverty". Low Emission Development Strategies Global Partnership (LEDS GP). 
  5. ^ World Energy Council (2007). "Transport Technologies and Policy Scenarios". World Energy Council. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-04. Diakses tanggal 2009-05-26. 
  6. ^ "About Transportation & Climate Change: Transportation's Role in Climate Change: Overview - DOT Transportation and Climate Change Clearinghouse". climate.dot.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-10-31. Diakses tanggal 2015-11-15. 
  7. ^ Intergovernmental Panel on Climate Change (2007). "IPCC Fourth Assessment Report: Mitigation of Climate Change, chapter 5, Transport and its Infrastructure" (PDF). Intergovernmental Panel on Climate Change. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-07-18. Diakses tanggal 2009-05-26. 
  8. ^ "National multipollutant emissions comparison by source sector in 2002". US Environmental Protection Agency. 2002. Diakses tanggal 2009-03-18. 
  9. ^ "Air pollution: World's worst Environmental health risk" (PDF). United Nations Environment Programme (UNEP). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-04-14. Diakses tanggal 2019-09-19. 
  10. ^ a b "LEDS in Practice: Breathe clean". Low Emission Development Strategies Global Partnership (LEDS GP). 
  11. ^ World Health Organisation, Europe. "Health effects of transport". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-30. Diakses tanggal 2008-08-29. 
  12. ^ Social Exclusion Unit, Office of the Prime Minister (UK). "Making the Connections - final report on transport and social exclusion" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-09-07. Diakses tanggal 2003-02-01. 
  13. ^ Todd Litman (1998). "Measuring Transportation: Traffic, Mobility and Accessibility" (PDF). Victoria Transport Policy Institute. Diakses tanggal 2009-03-18. 

Bibliografi[sunting | sunting sumber]

  • Sustainability and Cities: Overcoming Automobile Dependence, Island Press, Washington DC, 1999. Newman P and Kenworthy J, ISBN 1-55963-660-2.
  • Sustainable Transportation Networks, Edward Elgar Publishing, Cheltenham, England, 2000. Nagurney A, ISBN 1-84064-357-9
  • Introduction to Sustainable Transportation: Policy, Planning and Implementation, Earthscan, London, Washington DC, 2010. Schiller P Eric C. Bruun and Jeffrey R. Kenworthy, ISBN 978-1-84407-665-9.
  • Sustainable Transport, Mobility Management and Travel Plans, Ashgate Press, Farnham, Surrey, 2012, Enoch M P. ISBN 978-0-7546-7939-4.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]