Penerimaan Negara Bukan Pajak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penerimaan Negara Bukan Pajak (disingkat PNBP) adalah istilah dari bentuk pendapatan negara di Indonesia yang tidak bersumber dari pajak. PNBP merupakan salah satu unsur yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), selain penerimaan perpajakan dan penerimaan hibah (baik dalam dan luar negeri).

PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).[1]

Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam ragam peraturan perundang-undangan, beberapa di antaranya yang saat ini masih berlaku adalah:

  • UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 59 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 47 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Semua Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pengertian, Subjek, dan Objek[sunting | sunting sumber]

Pengertian[sunting | sunting sumber]

UU Nomor 9 Tahun 2018 menguraikan pengertian PNBP dengan unsur sebagai berikut:

Subjek[sunting | sunting sumber]

Subjek PNBP meliputi Orang Pribadi dan Badan dari dalam maupun luar negeri yang:

  1. menggunakan;
  2. memperoleh manfaat;
  3. dan/atau memiliki kaitan dengan objek PNBP.[a]

Adapun UU Nomor 9 Tahun 2018 mendefinisikan Badan sebagai sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Termasuk dalam pengertian Badan menurut UU ini adalah Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN dan BUMD, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, kumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga, bentuk usaha tetap, badan hukum publik, serta bentuk badan lain yang melakukan kegiatan di dalam maupun luar negeri.[b]

Dalam hal peraturan perundang-undangan menentukan bahwa subjek PNBP tersebut memiliki kewajiban membayar PNBP, maka subjek tersebut disebut sebagai Wajib Bayar.[c]

Objek[sunting | sunting sumber]

Objek PNBP mencakup seluruh aktivitas, hal, dan/atau benda yang menjadi penerimaan negara selain pajak dan hibah.[d] UU Nomor 9 Tahun 2018 beserta aturan pelaksananya, PP Nomor 69 Tahun 2020, mengklasifikasikan objek PNBP ke dalam 6 kelompok.[e] Atas keenam kelompok ini kemudian dirinci ragam jenis PNBP melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan/atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK).[f]

  1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA):[g]
    1. pemanfaatan SDA yang terbarukan; dan
    2. pemanfaatan SDA yang tak terbarukan
  2. Pelayanan:[h]
    1. pelayanan dasar; dan
    2. pelayanan non dasar
  3. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan:[i]
    1. surplus Badan bagian Pemerintah;
    2. bagian laba Pemerintah pada Badan;
    3. bagian Pemerintah dari kelebihan akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan pada Badan;
    4. dividen bagian Pemerintah pada Badan yang berbentuk Perusahaan umum, perusahaan perseroan dan/atau Perseroan terbatas (PT) lainnya; dan
    5. pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN):[j]
    1. penggunaan barang milik negara;
    2. pemanfaatan barang milik negara; dan
    3. pemindahtanganan barang milik negara.
  5. Pengelolaan Dana:[k]
    1. imbal jasa atas pengelolaan uang negara dalam pelaksanaan konsolidasi rekening bendahara satuan kerja secara virtual dan penerapan rekening tunggal perbendaharaan;
    2. imbal jasa atas pelaksanaan investasi Pemerintah;
    3. imbal jasa berupa bunga atau remunerasi atas penempatan uang Pemerintah pada perbankan; dan
    4. imbal jasa atas Pengelolaan Dana Pemerintah atau dana perolehan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Hak Negara Lainnya:[l]
    1. denda administratif;
    2. pungutan sebagai akibat putusan atau ketetapan Pengadilan atau Badan yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturnn perundang-undangan; dan
    3. pungutan atau penerimaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[m]

Tarif[sunting | sunting sumber]

UU Nomor 9 Tahun 2018 mengklasifikasikan tarif atas PNBP ke dalam 2 bentuk: tarif spesifik dan tarif ad valorem.[n] Tarif spesifik ditetapkan dengan nominal uang, sementara tarif ad valorem antara lain ditetapkan dengan persentase dan formula.[o]. Tarif ini, dengan pertimbangan tertentu dapat ditetapkan sebesar Rp0 atau 0%.[p]

Produk hukum yang digunakan untuk menetapkan tarif PNBP bergantung pada jenis objek PNBP tersebut, yaitu sebagai berikut:

  1. Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Pemanfaatan SDA diatur dalam undang-undang (UU), kontrak pengelolaan sumber daya alam, dan/atau Peraturan Pemerintah (PP).[q] Adapun kontrak pengelolaan sumber daya alam yang dimaksud meliputi Kontrak Kerja Sama (KKS) kegiatan usaha hulu migas, Kontrak Karya (KK) mineral, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B).[r] Kontrak tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh UU atau PP yang mengatur mengenai jenis PNBP tersebut.[s]
  2. Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Pelayanan diatur dalam PP dan/atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK).[t]
  3. Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan diatur dalam UU dan/atau dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).[u] Pengaturan dalam RUPS diperuntukkan untuk PNBP berupa dividen bagian Pemerintah pada Perseroan Terbatas (PT).[v]
  4. Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) diatur dalam PP dan/atau PMK.[w]
  5. Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Pengelolaan Dana diatur dalam PMK.[x]
  6. Tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Hak Negara Lainnya diatur dalam UU, PP, dan/atau PMK.[y]

Adapun pengaturan melalui PMK pada jenis PNBP Pelayanan, jenis PNBP Pengelolaan BMN sehubungan dengan penggunaan BMN, dan jenis PNBP Hak Negara lainnya diperuntukkan bagi tarif PNBP yang bersifat volatil (membutuhkan perubahan minimal sekali dalam setahun) dan/atau apabila terjadi kebutuhan mendesak.[z]

Tarif PNBP dapat pula diatur oleh Peraturan Menteri atau Pimpinan Lembaga lain selain Menteri Keuangan dengan syarat telah diperintahkan demikian oleh UU dan/atau PP, serta Menteri Keuangan telah memberikan persetujuan atas besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif tersebut.[aa]

Peraturan Perundang-Undangan yang Mengatur Mengenai Jenis dan Tarif PNBP[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah beberapa produk hukum yang mengatur jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada instansi atau kegiatan tertentu:

Nama Instansi Produk Hukum
Seluruh instansi pengelola PNBP PP No. 47 Tahun 2023
Kementerian Agama PP No. 59 Tahun 2018
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional PP No. 128 Tahun 2015
Pelayanan Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR):

PMK No. 143/PMK.02/2021 (mendesak)

Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan:

PMK No. 180/PMK.02/2021 (mendesak)

Kementerian Dalam Negeri PP No. 10 Tahun 2023
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP No. 26 Tahun 2022
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia PP No. 28 Tahun 2019
Pelayanan Jasa Hukum pada Badan Hukum dan pada Notariat:

PMK No. 49/PMK.02/2021 (mendesak)

Permohonan Pendaftaran Merek Internasional:

PMK No. 67/PMK.02/2021 (mendesak)

Pelayanan Keimigrasian:

PMK No. 9/PMK.02/2022 (mendesak)

Layanan Legalisasi Apostille pada Dokumen Publik:

PMK No. 101/PMK.02/2022 (mendesak)

Pelayanan Golden Visa:

PMK No. 82 Tahun 2023 (mendesak)

Kementerian Kelautan dan Perikanan PP No. 85 Tahun 2021
Kementerian Kesehatan PP No. 64 Tahun 2019
Layanan Sertifikasi Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Farmasi dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Program Studi Diploma 3 Pengawasan Epidemiologi Politeknik Kesehatan:

PMK No. 121/PMK.02/2022 (mendesak)

Layanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) di Provinsi Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua:

PMK No. 122/PMK.02/2022 (mendesak)

Kementerian Ketenagakerjaan PP No. 41 Tahun 2023
Kementerian Keuangan PP No. 3 Tahun 2018
PP No. 62 Tahun 2020
Penjualan Buku Pengetahuan, Pendaftaran International Forum of Independent Audit Regulatory Inspection Workshop, dan Penyediaan Ruang Promosi pada Sistem Elektronik di Lingkungan Kementerian Keuangan:

PMK No. 112/PMK.02/2021

Kementerian Komunikasi dan Informatika PP No. 43 Tahun 2023
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PP No. 12 Tahun 2014 (Kemenhut)
PP No. 33 Tahun 2014 (Kemenhut)
PP No. 44 Tahun 2014 (Kemen-LH)
Kementerian Luar Negeri PP No. 49 Tahun 2016
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif PP No. 41 Tahun 2018
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PP No. 21 Tahun 2023
Sewa Rumah Negara Tapak dan Sewa Satuan Rumah Susun:

PMK No. 126/PMK.02/2021 (mendesak)

Nilai Tambah Pengelolaan Layanan Dana Bergulir pada Sekretariat BPJT:

PMK No. 30 Tahun 2023

Kementerian Pemuda dan Olahraga PP No. 8 Tahun 2015
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi PP No. 22 Tahun 2023
Layanan Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Negeri (PTN):

PMK No. 4/PMK.02/2023 (mendesak)

Kementerian Perdagangan PP No. 50 Tahun 2023
Jasa Pemeriksaan Produk Halal:

PMK No. 173/PMK.02/2022 (mendesak)

Kementerian Perhubungan PP No. 15 Tahun 2016
Jasa Transportasi Laut di Perairan Pelabuhan Provinsi Kepulauan Riau:

PMK No. 165/PMK.02/2020
PMK No. 139/PMK.02/2021

Kementerian Perindustrian PP No. 54 Tahun 2021
Jasa Pelayanan Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi dan Jasa Pemeriksaan Produk Halal:

PMK No. 142/PMK.02/2022 (mendesak)

Kementerian Pertahanan PP No. 57 Tahun 2013 (atas kegiatan hidro oseanografi)
PP No. 17 Tahun 2014 (atas pelayanan kesehatan)
Kementerian Pertanian PP No. 28 Tahun 2023
Kementerian Sekretariat Negara PP No. 39 Tahun 2011
Kementerian Sosial PP No. 19 Tahun 2023
Arsip Nasional Republik Indonesia PP No. 53 Tahun 2019
Badan Informasi Geospasial PP No. 49 Tahun 2019
Badan Kepegawaian Negara PP No. 2 Tahun 2024
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika PP No. 47 Tahun 2018
Badan Narkotika Nasional PP No. 19 Tahun 2020
Badan Nasional Penanggulangan Bencana PP No. 27 Tahun 2018
Badan Pemeriksa Keuangan PP No. 81 Tahun 2021
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan PP No. 80 Tahun 2021
Badan Pengawas Obat dan Makanan PP No. 32 Tahun 2017
Badan Pengawas Tenaga Nuklir PP No. 42 Tahun 2022
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia PMK No. 14/PMK.02/2022 (mendesak)
Badan Pusat Statistik PP No. 13 Tahun 2024
Badan Riset dan Inovasi Nasional PP No. 13 Tahun 2014 (Kemenristek)
PP No. 51 Tahun 2018 (BPPT)
PP No. 8 Tahun 2019(Batan)
PP No. 14 Tahun 2019 (LAPAN)
PP No. 80 Tahun 2021 (LIPI)
PMK No. 210/PMK.02/2021 (mendesak)
129/PMK.02/2022 (mendesak)
Badan Standardisasi Nasional PP No. 40 Tahun 2018
PP No. 74 Tahun 2019
Kejaksaan Republik Indonesia PP No. 39 Tahun 2016
Kepolisian Negara Republik Indonesia PP No. 76 Tahun 2020
Layanan Izin Pengamanan dan Keramaian Bersifat Komersial:

PMK No. 104 Tahun 2023 (mendesak)

Komisi Pemberantasan Korupsi PP No. 54 Tahun 2019
Komisi Pengawas Persaingan Usaha PP No. 20 Tahun 2023
Lembaga Administrasi Negara PP No. 60 Tahun 2021
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah PMK No. 117 Tahun 2023 (mendesak)
LPP Radio Republik Indonesia PP No. 68 Tahun 2020
LPP Televisi Republik Indonesia PP No. 66 Tahun 2020
Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya PP No. 5 Tahun 2019
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia PP No. 75 Tahun 2013
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PP No. 109 Tahun 2021
Lintas Instansi: Badan Narkotika Nasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kementerian Perindustrian Penerbitan Rekomendasi Importir dan Eksportir Terdaftar Prekursor Narkotika Non Farmasi:

PMK No. 125/PMK.02/2021

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pra 1997[sunting | sunting sumber]

Sebelum 1997, PNBP belum memiliki landasan penyelenggaraan dan pengelolaan yang jelas. Pengaturannya masih terpencar pada berbagai ragam dan tingkatan peraturan perundang-undangan sehingga belum mencerminkan kepastian hukum.

Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1997[sunting | sunting sumber]

Pengaturan terpadu atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pertama kali dilakukan melalui UU Nomor 22 Tahun 1997. Beleid tersebut mendefinisikan PNBP sebagai seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang berasal dari penerimaan perpajakan.[ab] Dengan demikian, pada undang-undang ini, Hibah yang diterima Pemerintah ikut digolongkan sebagai PNBP. Subjek dan klasifikasi tarif PNBP belum dijabarkan dalam UU ini.

Pada masa ini, PNBP diklasifikasikan ke dalam tujuh kelompok:[ac]

  1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
  2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
  3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
  4. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
  5. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
  6. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
  7. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Adapun jenis[ad] dan tarif[ae] PNBP pada tiap kelompok tersebut (termasuk yang belum tercakup ke dalam satupun kelompok[af]) ditetapkan dengan undang-undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP). Dalam hal ditetapkan dengan PP, Pemerintah harus terlebih dahulu mengemukakan hal tersebut ke DPR pada saat pembahasan dan penyusunan RUU APBN.[ag]

UU Nomor 9 Tahun 2018[sunting | sunting sumber]

Pengelolan PNBP[sunting | sunting sumber]

PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah dengan perintah UU atau PP atau penunjukan dari Menteri Keuangan, berdasarkan Rencana PNBP yang dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut atau ditagih tersebut kemudian disetorkan ke kas negara dan wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut berakhir. Untuk satker yang berstatus Badan Layanan Umum, tidak seluruh PNBP harus disetor ke kas negara, namun boleh dikelola sendiri oleh satuan kerja yang bersangkutan dengan catatan siap dan sanggup diaudit.[2]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ pasal 5 ayat 1 UU No. 9 Tahun 2018
  2. ^ pasal 1 angka 3 UU No. 9 Tahun 2018
  3. ^ pasal 5 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2018
  4. ^ pasal 3 ayat 1 UU No. 9 Tahun 2018
  5. ^ pasal 4 ayat 1 UU No. 9 Tahun 2018
  6. ^ pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 UU No. 9 Tahun 2018
  7. ^ pasal 7 ayat 1 UU No. 9 Tahun 2018
  8. ^ pasal 8 ayat 1 UU No. 9 Tahun 2018
  9. ^ pasal 7 ayat 3 PP No. 69 Tahun 2020
  10. ^ pasal 7 ayat 4 PP No. 69 Tahun 2020
  11. ^ pasal 7 ayat 5 PP No. 69 Tahun 2020
  12. ^ pasal 7 ayat 6 PP No. 69 Tahun 2020
  13. ^ pasal 1 angka 1 UU No. 9 Tahun 2018
  14. ^ pasal 6 UU No. 9 Tahun 2018
  15. ^ pasal 6 Penjelasan atas UU No. 9 Tahun 2018
  16. ^ pasal 13 UU No. 9 Tahun 2018
  17. ^ pasal 7 ayat 3 UU No. 9 Tahun 2018
  18. ^ pasal 6 ayat 1 Penjelasan atas PP No. 69 Tahun 2020
  19. ^ pasal 6 ayat 1 PP No. 69 Tahun 2020
  20. ^ pasal 8 ayat 3 UU No. 9 Tahun 2018
  21. ^ pasal 9 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2018
  22. ^ pasal 6 ayat 2 PP No. 69 Tahun 2020
  23. ^ pasal 10 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2018
  24. ^ pasal 11 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2018
  25. ^ pasal 12 ayat 2 UU No. 9 Tahun 2018
  26. ^ pasal 8 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 PP No. 69 Tahun 2020
  27. ^ pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 PP No. 69 Tahun 2020
  28. ^ pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 1997
  29. ^ pasal 2 ayat 1 UU No. 22 Tahun 1997
  30. ^ pasal 2 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1997
  31. ^ pasal 3 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1997
  32. ^ pasal 2 ayat 3 UU No. 22 Tahun 1997
  33. ^ pasal 2 ayat 2, pasal 2 ayat 3, dan pasal 3 ayat 2 bagian Penjelasan atas UU No. 22 Tahun 1997

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ [Ditama Bimbangkum: Pendapatan Negara Bukan Pajak http://ejournal.upi.edu/index.php/BHS/article/download/48/16]
  2. ^ [Kopertis: Badan Layanan Umum & Penerimaan Negara Bukan Pajak http://www.kopertis12.or.id/2011/01/18/badan-layanan-umum-blu-penerimaan-negara-bukan-pajak-pnbp.html]